Catat! Langkah Tegas BI Jika Corona 'Terbangkan' Dana Asing

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
05 February 2020 13:28
Menjalarnya wabah virus corona yang sangat cepat ternyata memicu investor global menyelamatkan dananya dengan melepas aset Emerging Market.
Foto: CNBC Indonesia/
Jakarta, CNBC Indonesia - Wabah virus corona yang sangat cepat ternyata memicu investor global menyelamatkan dananya dengan melepas aset Emerging Market. Terjadi aksi flight to quality dengan memburu aset yang dipandang aman (safe haven) yakni obligasi negara AS, emas, dan mata uang yen.

Tepat di akhir bulan Januari lalu, seluruh investor global dan para traders saham dan forex mengantisipasi pasar saham China yang kembali buka setelah masa libur panjang imlek.

Pasalnya, harga saham di seluruh jagat sudah anjlok tajam merespons mewabahnya virus corona yang dikhawatirkan akan menyebabkan ekonomi global yang sudah tertekan perang dagang menjadi semakin melemah. Sedangkan bursa saham China yang berada di episentrum virus corona belum bergerak.

Alhasil, pada Senin 3 Februari 2020 betul-betul menjadi malapetaka bagi para traders saham di Asia.

Indeks saham Shanghai pun tampa ampun langsung anjlok 9% begitu bursa buka. Seluruh indeks bursa saham Asia merah membara. CNY mata uang yuan juga dianggap menembus batas psikologis pasar. Belum lagi asing menarik dana dari pasar saham dan obligasi di seluruh Asia.

Catat! Langkah Tegas BI Jika Corona 'Terbangkan' Dana AsingFoto: Nanang Hendarsah (Dok Bank Indonesia)


Pasar saham dan obligasi Indonesia tidak luput dari aksi lepas oleh investor asing. Namun, meski investor asing hengkang dari pasar SBN, harganya tetap terjaga stabil. Begitu pula Rupiah hanya melemah sementara, yang kemudian saat ini stabil di level sekitar 13.700.

CNBC Indonesia, Rabu (5/2/2020) menghubungi Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Nanang Hendarsah, untuk mempertanyakan seberapa besar skala pelepasan oleh investor asing. Serta, bagaimana BI merespons sehingga Rupiah masih bisa terjaga stabil.

"Suatu hal yang wajar aset keuangan Indonesia seperti saham dan obligasi tidak luput dari aksi" flight to quality" oleh investor global karena Indonesia sebagai negara Emerging Market (EM) menjadi bagian dalam basket portofolio aset EM," ungkap Nanang dalam sambungan teleponnya.

"Kami melihatnya aksi investor tersebut sebagai aksi sesaat (knee jerk reaction) karena untuk sementara harus mengamankan dananya. Begitu situasi reda, mereka akan kembali untuk masuk ke Indonesia. Buktinya, dalam lelang SBN Selasa (4/2/2020) kemarin incoming bid mencapai Rp 96 triliun, tertinggi dalam sejarah lelang SBN," ujar Nanang.



"Berdasarkan data monitoring, dalam sepekan terakhir sejak virus corona mewabah, aksi pelepasan asing di SBN mencapai Rp 24 triliun, terutama Jumat 31 Januari dan Senin 3 Februari. Kami memonitor sangat intens mengantisipasi dampak negatif dari kejadian di Tiongkok."

Ia bercerita, sebelum pasar domestik dibuka, bank sentral telah berkoordinasi dengan sejumlah bank untuk mencermati orders jual SBN oleh investor asing karena risk off dari kemungkinan anjloknya harga saham di China. "Aksi lepas SBN oleh asing langsung kami respon dengan aksi beli," terangnya.

Dengan skala aksi lepas asing yang cukup besar, yang dalam satu hari tertentu bisa mencapai Rp 8 sampai Rp 10 triliun sedangkan volume perdagangan SBN per hari hanya Rp 15 sampai Rp 20 triliun.

"Bila tidak ada yang merespons dikhawatirkan akan memicu aksi lepas besar besaran (large sell off) atau panic selling sehingga akan memukul balik ke kurs rupiah. Bila terlambat merespons, ongkosnya akan terlalu besar bagi kestabilan makro ekonomi."

"Pada dasarnya kami akan merespon tegas (bold) untuk memastikan, kurs Rupiah yang terjaga stabil. Tapi bukan berarti Rupiah yang stabil selalu konstan pada level tertentu. Kita harus terbiasa dengan kurs Rupiah yang naik dan turun karena kurs ditentukan oleh mekanisme permintaan dan pasokan valas di pasar. Namun, fluktuasi naik turunnya kurs harus terkelola dengan baik, sehingga seluruh pihak merasa ada kepastian untuk melakukan kegiatan usaha dan masyarakat luas, bukan hanya pihak tertentu saja."

"Ketika kita bicara naik turunnya kurs, kita harus paham juga struktur mikro pasar valas di Indonesia dan psikologis pasarnya, bukan hanya melihatnya dari aspek makroekonomi."

"Oleh karena itu, respon kami terhadap dinamika pasar selalu didasarkan pada pertimbangan aspek makro ekonomi dan struktur mikro pasar termasuk dinamika order flows di pasar," papar Nanang.

Dari perspektif makro, level nilai tukar saat ini sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi, yang didukung oleh defisit neraca transaksi berjalan yang menurun di sekitar 2.7%, inflasi yang rendah dan stabil di bawah 3.0%, serta cadangan devisa yang terus meningkat.

"Komunikasi yang reguler antara otoritas dengan pelaku pasar juga sangat krusial agar kami bisa merespon dengan cepat dan tepat, sementara pasar dapat memahami visi dari otoritas," tutup Nanang.




[Gambas:Video CNBC]




(dob) Next Article Gubernur BI Akhirnya Blak-blakan! Rupiah Anjlok Karena Berita Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular