Jelang Rilis Angka PDB RI 2019, IHSG ke Zona Hijau

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 February 2020 09:13
Jelang Rilis Angka PDB RI 2019, IHSG ke Zona Hijau
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan ketiga di pekan ini, Rabu (5/2/2020), di zona hijau.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,56% ke level 5.955,52.

Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang kompak mengawali hari di zona hijau. Pada pembukaan perdagangan, indeks Nikkei terapresiasi 1,16%, indeks Shanghai naik 0,33%, indeks Hang Seng menguat 0,72%, indeks Straits Times terkerek 0,24%, dan indeks Kospi bertambah 0,9%.

Bursa saham Benua Kuning mengekor jejak Wall Street yang ditutup menguat pada perdagangan kemarin, Selasa (4/2/2020). Pada penutupan perdagangan kemarin, indeks Dow Jones naik 1,44%, indeks S&P 500 menguat 1,5%, dan indeks Nasdaq Composite terapresiasi 2,1%.

Rilis data ekonomi yang menggembirakan menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham AS. Pada awal pekan ini, Manufacturing PMI AS periode Januari 2020 versi Institute for Supply Management (ISM) diumumkan di level 50,9, di atas konsensus yang sebesar 48,5, seperti dilansir dari Forex Factory.

Sebagai informasi, angka di atas 50 berarti aktivitas manufaktur membukukan ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi.

Ekspansi aktivitas manufaktur AS pada bulan lalu menandai ekspansi pertama dalam enam bulan.

Tanda-tanda pulihnya perekonomian AS praktis menjadi kabar yang menggembirakan sekaligus melegakan bagi pelaku pasar. Pasalnya, The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS pada pekan kemarin memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan di rentang 1,5%-1,75%.

Di sepanjang tahun 2019, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan sebanyak tiga kali, masing-masing sebesar 25 bps, yakni pada bulan Juli, September, dan Oktober. Jika ditotal, federal funds rate sudah dipangkas sebesar 75 bps oleh Jerome Powell (Gubernur The Fed) dan koleganya di bank sentral.

Perang dagang AS-China, perlambatan ekonomi global, dan inflasi yang rendah menjadi faktor yang membuat The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 75 bps tersebut.

Jika tingkat suku bunga acuan kembali dipangkas, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan semakin terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

Kini, absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed lantas berpotensi untuk semakin menekan laju perekonomian AS. Praktis, rilis data ekonomi yang menggembirakan menjadi sesuatu yang melegakan bagi pelaku pasar.

Di sisi lain, sentimen negatif bagi bursa saham Asia datang dari infeksi virus Corona yang terus meluas. Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.

Berpusat di China, kasus infeksi virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain. Dilansir dari halaman resmi Center for Disease Control and Prevention (CDC), hingga kemarin setidaknya sebanyak 27 negara telah mengonfirmasi terjadinya infeksi virus Corona di wilayah mereka.

China, Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, AS, Vietnam, Prancis, Jerman, Inggris, Nepal, dan Kanada termasuk ke dalam daftar negara yang sudah melaporkan infeksi virus Corona.

Melansir publikasi dari Johns Hopkins, hingga kini sebanyak 490 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona, dengan jumlah kasus mencapai lebih dari 24.000.
Kini, pelaku pasar menantikan rilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal IV-2019, sekaligus keseluruhan tahun 2019, oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Angka pertumbuhan ekonomi dijadwalkan dirilis oleh BPS pada pukul 11:00 WIB.

Konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memproyeksikan bahwa pada kuartal IV-2019 perekonomian tumbuh sebesar 5,04% secara tahunan. Untuk pertumbuhan ekonomi periode 2019, diproyeksikan berada di level 5,035%.

Untuk diketahui, pada tahun 2018 BPS mencatat bahwa perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,17%. Namun di tahun 2019, laju perekonomian begitu lesu.

Sepanjang kuartal III-2019, BPS mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,02% secara tahunan. Angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.

Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, sementara pada kuartal II-2019 perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan.

Sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2019, perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh sebesar 5,04% secara tahunan.

Lantas, laju perekonomian untuk keseluruhan tahun 2019 hampir mustahil untuk tumbuh menyamai capaian tahun 2018 yang sebesar 5,17%.

Jika sampai angka pertumbuhan ekonomi untuk periode kuartal IV-2019 dan keseluruhan tahun 2019 justru masih berada di bawah konsensus, pelaku pasar berpotensi memasang posisi defensif dan menyebabkan pasar saham Tanah Air tertekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular