Sempat 'Terkapar' Gegara Corona, Rupiah Bangkit!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 February 2020 08:16
Sempat 'Terkapar' Gegara Corona, Rupiah Bangkit!
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Virus Corona telah membuat aset-aset berisiko amblas, dan dalam dua hari terakhir investor bernafsu memburu aset-aset yang sudah murah itu.

Pada Rabu (5/2/2020), US$ 1 dihargai Rp 13.690 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,11% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan penguatan 0,25% terhadap dolar AS. Penguatan ini terjadi setelah rupiah melemah lebih dari 1% dalam sepekan terakhir.


Sejak kasus virus Corona merebak, investor memang sangat hati-hati. Virus yang menyebabkan gejala seperti influenza ini berawal dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.

Seiring libur panjang Tahun Baru Imlek, virus Corona menyebar dengan luas dan cepat karena tingginya mobilitas masyarakat. Imlek memang momen puncak pergerakan warga China, baik antar-kota maupun antar-negara.

Mengutip data satelit pemetaan ArcGis pada pukul 07:52 WIB, sudah ada 23.939 kasus virus Corona di seluruh dunia, sebanyak 23.727 di antaranya terjadi di China. Korban jiwa pun kian bertambah, kini menjadi 492 orang.


Dampak ekonomi akibat penyebaran (outbreak) virus Corona memang tidak bisa dianggap remeh. Pasalnya, virus ini membuat aktivitas ekonomi di China seret.

Kalau ada virus mematikan sedang bergentayangan, tentu masyarakat berpikir ribuan kali untuk beraktivitas di luar rumah. Akibatnya, aktivitas produksi dan konsumsi pasti berkurang drastis.

"Awalnya pemerintah China menambah masa libur Imlek selama tiga hari. Namun sesudah itu, jumlah pabrik yang tidak berproduksi semakin banyak. Berbagai provinsi di China menunda aktivitas bisnis," sebut laporan IHS Markit yang dirilis 31 Januari lalu.



Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi China hampir pasti melambat. Bahkan risiko pertumbuhan ekonomi di bawah 5% adalah sesuatu yang sangat nyata.

"Untuk saat ini, sulit melihat penyebaran virus Corona akan melambat. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi China pada kuartal I-2020 bisa turun ke bawah 5% dan ini kemungkinan masih berlanjut pada kuartal berikutnya," kata Wang Jun, Kepala Ekonom Zhongyuan Bank, seperti diberitakan Reuters.

Berdasarkan pendekatan Purchasing Power Parity (PPP), Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat China menyumbang 19,24% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia pada 2019. Hampir seperlima. Kalau ekonomi China melambat, maka tentu dampaknya akan terasa ke seluruh dunia. 


Jadi kalau penyebaran virus Corona semakin luas dan mengkhawatirkan, bukan cuma ekonomi China yang terpukul. Seluruh dunia akan merasakan akibatnya, cepat atau lambat.

Hal ini membuat pelaku pasar sempat menjauhi aset-aset berisiko. Namun sejak kemarin, risk appetite investor sudah kembali. Maklum, harga aset-aset berisiko sudah 'murah'.

Dini hari tadi waktu Indonesia, bursa saham New York kembali menguat bahkan lumayan tajam. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melonjak 1,44%, S&P 500 melesat 1,49%, dan Nasdaq Composite meroket 2,1%.


"Pasar melihat di luar penyebaran virus Corona, dan mereka bersuka-cita. Sejarah menunjukkan ketika ada ancaman global akibat virus, pasar akan menyentuh dasarnya. Namun pada akhirnya investor akan melalui itu," kata Lindsay Bell, Chief Investment Strategist Ally Invest, seperti diberitakan Reuters.

Kembalinya hasrat pelaku pasar membuat arus modal kembali deras mengalir ke pasar keuangan negara-negara berkembang Asia. Akibatnya rupiah bisa menguat lagi.


TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular