Pak Ahok, Ini Kata Bos Medco Biar RI Bisa Jadi 'Raja Minyak'

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
04 February 2020 11:34
Belakangan, pemerintah ingin produksi minyak kembali ke 1 juta barel sehari. Ini saran dari Bos Medco agar investasi migas atraktif.
Foto: Hilmi Panigoro/Wahyu Daniel/CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan, pemerintah ingin Indonesia kembali berjaya lagi di sektor migas. Target 1 juta barel sehari produksi minyak yang semula ingin dicapai di 2030, dipercepat menjadi 2025. 

Untuk percepatan ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bahkan sudah menggelar rapat dan memanggil beberapa pemangku kepentingan pekan lalu. Salah satunya adalah Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ia mengakui Menko Luhut memanggilnya untuk menggenjot lifting minyak.

Bicara lifting minyak, tentu saja tak bisa lepas dari investasi untuk meningkatkan eksplorasi di sektor hulu. Sampai saat ini, investasi di hulu migas menjadi pekerjaan rumah pemerintah demi mendorong ekplorasi. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan membebaskan investor untuk memilih skema bagi hasil migas cost recovery dan gross split.

Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) Hilmi Panigoro mengatakan dua pilihan ini hanya sistem saja, yang terpenting adalah split buat kontraktor. Cost recovery, merupakan penetapan bagi hasil setelah dikurangi, First Tranche Petroleum (FTP) dan pengembalian biaya operasi (cost recovery) kepada KKKS. Hitungannya 85:15 untuk minyak.

"Yang penting magnitude berapa split buat kontraktor, 85:15 paling tidak 50:50 sudah beberapa kali disampaikan, mudah-mudahan didengarkan," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa, (4/02/2020).

Lebih lanjut dirinya menerangkan produksi minyak dalam negeri baru mencapai 750.000 barel per hari, dan 800.000 barel kekurangannya masih impor. Satu-satunya jalan keluar adalah dengan meningkatkan produksi di dalam negeri. "Yang penting splitnya secara komersial harus menarik," imbuhnya.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana melelang 12 blok migas tahun ini. Terdiri dari 10 blok konvensional dan 2 blok non konvensional. Dirinya menyarankan agar dilakukan studi khusus melibatkan pihak luar untuk membuat patokan. Namun Hilmi tidak mau menyebut perusahaan mana yang kompeten.

Hanya saja, imbuhnya, jika dilakukan oleh perusahaan yang punya reputasi akan memberikan pandangan yang tidak bias. "Yang harus dilakukan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) atau Departemen Pertambangan studi khusus melibatkan pihak luar membuat bechmark seberapa atraktif, kita rubah dari 20% terburuk menjadi yang terbaik," terangnya.

Terkait eksplorasi menurutnya orang asing masih dibutuhkan. Seperti diketahui potensi migas saat saat ini ada di Indonesia bagian timur. Bicara laut dalam menurutnya untuk satu sumur saja dibutuhkan U$S 100 juta. "Ini bukan porsi sekelas Medco," tandasnya.


[Gambas:Video CNBC]




KINERJA DAN TARGET MEDCO

Adanya gejolak harga minyak tahun lalu menurut Hilmi Panigoro cukup mempengaruhi figur di 2019. Namun dirinya belum bisa menyampaian kinerja keuangan selama satu tahun 2019 karena masih diaudit.

Terkait target, Hilmi menyampaikan tahun 2019 produksi minyak mecapai 85.000 barel per hari, tahun ini ditargetkan 110.000 barel per hari atau naik 30% dari tahun sebelumnya. Terkait target pendapatan dirinya tidak bisa memastikan karena sangat dipengaruhi oleh fluktiasi harga minyak.

"Berapa komersial kita nggak pernah tahu karena penentunya harga minyak," imbuhnya.

Terkait 12 blok migas yang akan dilelang tahun ini pihaknya masih akan melihat seberapa menarik bagi Medco. "Kalau usaha migas kita kan bicara resources. Kita harus eksplorasi dan akuisisi, dua-duanya kita lakukan, tapi yang akuisisi kita selalu cari sumber-sumber baru," paparnya. 


(gus) Next Article Harga Minyak Ambrol, Ini Curhat Bos Medco Soal Bisnisnya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular