Analisis

Rupiah Sang Juara Dunia Babak Belur, Bakal Terkapar Hari Ini?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 February 2020 12:49
Rupiah Sang Juara Dunia Babak Belur, Bakal Terkapar Hari Ini?
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (3/2/2020), setelah pekan lalu mengakhiri reli 8 pekan beruntun. Rupiah langsung melemah 0,07% begitu perdagangan, dan semakin membesar hingga 0,55% ke level Rp 13.725/US$ sampai pukul 12:00 WIB. 

Sepanjang minggu lalu, rupiah melemah 0,63% sekaligus menjadi pelemahan mingguan pertama setelah mencatat penguatan 8 pekan beruntun. Akibat pelemahan pekan lalu, reli Januari terpangkas menjadi 1,66%. Meski demikian, rupiah masih mempertahankan posisinya sebagai juara dunia alias mata uang dengan kinerja terbaik di dunia sepanjang tahun berjalan di 2020.

Memang, penguatan tajam di bulan Januari rentang memicu koreksi teknikal yang dapat membuat rupiah melemah. Apalagi, penyebaran virus corona yang belum juga mereda membuat pelaku pasar khawatir dan menghindari aset-aset berisiko. Kondisi tersebut kurang menguntungkan bagi rupiah.



CNBC International melaporkan hingga Minggu kemarin, jumlah korban meninggal akibat virus corona mencapai 361 orang meninggal, dan menjangkiti lebih dari 17.000 orang.

Virus yang berasal dari kota Wuhan China tersebut kini sudah menyebar ke berbagai belahan dunia. Hingga saat ini, sudah 25 negara yang mengkonfirmasi pasien positif menderita virus corona. Semua pasien tersebut pernah ke China beberapa pekan terakhir atau baru datang dari Negeri Tiongkok.

Selain itu dari dalam negeri, pekan ini cukup "padat" rilis data ekonomi. Pagi ini, Markit melaporkan kontraksi sektor manufaktur RI semakin dalam. Purchasing Managers' Index (PMI) pada bulan Januari dilaporkan sebesar 49,3, lebih rendah dari bulan Desember 2019 sebesar 49,5.

Siang ini Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Januari sebesar 0,39% (bulanan). Secara year-on-year (YoY), inflasi sebesar 2,86%, dan inflasi inti 2,88% YoY. Angka itu lebih rendah dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi 0,46% secara month-on-month (MoM), inflasi tahunan 2,85%, dan inflasi inti 3,02%.

Untuk diketahui, mulai Januari 2020 BPS mengubah isi komponen perhitungan inflasi mulai tahun ini. Ada sejumlah komponen yang dibuang dan ada komponen baru yang dimasukkan.



Kepala BPS Suhariyanto, mengatakan beberapa komponen baru yang masuk perhitungan inflasi antara lain adalah aksesoris telepon seluler, tarif ojek online seperti Grab dan Gojek.

Selain itu, BPS juga menambah 8 kota baru dalam perhitungan inflasi mulai 2020. Saat ini ada 90 kabupaten/kota yang masuk dalam perhitungan inflasi, terdiri dari 34 ibu kota provinsi dan 56 kabupaten/kota.

Selain data manufaktur dan inflasi, pada Rabu (5/2/2020) akan dirilis data pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019, dan tingkat kepercayaan bisnis. Jadwal "padat" tersebut usai penguatan tajam rupiah Januari, memicu aksi ambil untung (profit taking). Dampaknya, rupiah akhirnya melemah.

Akibat pelemahan hingga siang ini, posisi rupiah sebagai juara dunia kini terancam dikudeta oleh pound Mesir yang berada di posisi kedua. Sejauh ini, pound Mesir masih menguat 1,63% sepanjang tahun ini, sehingga risiko rupiah "lengser keprabon" hari ini cukup besar.

Jika dilihat secara teknikal, penguatan rupiah terjadi setelah menembus ke batas bawah pola Descending Triangle, yang sebelumnya juga diikuti dengan munculnya pola Black Marubozu.

Pola Descending Triangle pada rupiah terbentuk sejak bulan Agustus 2019, yang artinya sudah berlangsung selama lima bulan sebelum batas bawah (support) Rp 13.885/US$ berhasil ditembus di awal bulan ini.

Sementara itu, pola Black Marubozu muncul pada Selasa (7/1/2020), rupiah saat itu membuka perdagangan di level Rp 13.930/US$, dan mengakhiri perdagangan di Rp 13.870/US$, atau menguat 0,47%. Black Marubozu kerap dijadikan sinyal harga suatu instrumen akan menurun lebih lanjut. Dalam hal ini, nilai tukar dolar AS melemah melawan rupiah.

Sejak saat itu, penguatan rupiah belum terbendung. Jika melihat Descending Triangle, dari titik atas Rp 14.525/US$ hingga ke batas bawah Rp 13.885/US$, ada jarak sebesar Rp 640.

Ketika pola Descending Triangle berhasil ditembus, maka target yang dituju juga sebesar jarak titik atas hingga ke batas bawah. Dengan demikian, berdasarkan pola tersebut, secara teknikal rupiah masih memiliki ruang menguat hingga ke Rp 13.245/US$ dalam jangka menengah.

Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Sumber: Refinitiv


Sementara indikator Stochastic begerak naik tetapi belum mencapai wilayah jenuh beli (overbought). Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought untuk pasangan USD/IDR, itu menjadi sinyal harga akan turun (rupiah akan menguat).

Jika indikator Stochastic belum mencapai wilayah overbought, itu artinya risiko pelemahan rupiah dalam beberapa hari ke depan masih cukup besar.

Area Rp 13.885/US$ kini menjadi resisten (tahanan atas) akan menjadi target sekaligus penahan pelemahan rupiah. Selama resisten tersebut tidak ditembus, rupiah masih berpeluang menguat menuju target Rp 13.245/US$ dalam jangka menengah.

Grafik: Rupiah (USD/IDR) 1 Jam
Sumber: investing.com


Sementara untuk hari ini, indikator Stochastic pada grafik 1 jam bergerak naik dan sudah mencapai wilayah overbought. Dengan demikian risiko pelemahan rupiah hari ini sudah terbatas.

Rupiah tertahan di resisten Rp 13.725/US$, selama tidak ditembus secara konsisten Mata Uang Garuda berpeluang memangkas pelemahan ke Rp 13.685/US$. Sementara itu, jika resisten mampu ditembus secara konsisten, rupiah berisiko melemah ke Rp 13.755/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular