Corona Jadi Darurat Dunia, Rupiah Ikut-ikutan Tak Berdaya
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 January 2020 10:16

Lagi-lagi pelaku pasar dibikin cemas oleh penyebaran virus Corona. Jumlah pengidap virus ini semakin bertambah, begitu pula korban jiwa.
Mengutip situs pemetaan satelit ArcGis pukul 10:10 WIB, sudah ada 8,236 kasus virus Corona di seluruh dunia, terbanyak terjadi di China dengan 8.124 kasus. Sudah ada 171 orang yang meninggal dunia, seluruhnya di Negeri Tirai Bambu.
Perkembangan ini membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akhirnya mendeklarasikan penyebaran virus Corona sebagai darurat internasional. Sebelumnya wabah ini baru berstatus darurat di China.
"Alasan utama penetapan ini bukan hanya melihat apa yang terjadi di China, tetapi juga di negara-negara lain. Perhatian utama kami adalah risiko penyebaran virus ke negara-negara dengan sistem jaminan kesehatan yang lemah," tegas Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, seperti dikutip dari Reuters.
Berbagai pihak memperkirakan dampak ekonomi dari penyebaran virus Corona bakal lebih parah ketimbang SARS pada 2002-2003. Kala itu, SARS menyebabkan sekitar 800 orang meninggal dan menimbulkan kerugian ekonomi US$ 800 miliar.
"Masalahnya adalah, pelaku pasar belum bisa mengukur seberapa jauh risiko penyebaran virus ini. Begitu banyak ketidakpastian." Ujar Chris Weston, Kepala Riset Pepperstone yang berbasis di Melbourne, seperti diwartakan Reuters.
Ketidakpastian tersebut membuat investor memilih untuk bermain aman dan menjauhi aset-aset berisiko. Akibatnya jelas, rupiah dkk di Asia sulit menghindar dari zona merah.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Mengutip situs pemetaan satelit ArcGis pukul 10:10 WIB, sudah ada 8,236 kasus virus Corona di seluruh dunia, terbanyak terjadi di China dengan 8.124 kasus. Sudah ada 171 orang yang meninggal dunia, seluruhnya di Negeri Tirai Bambu.
Perkembangan ini membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akhirnya mendeklarasikan penyebaran virus Corona sebagai darurat internasional. Sebelumnya wabah ini baru berstatus darurat di China.
Berbagai pihak memperkirakan dampak ekonomi dari penyebaran virus Corona bakal lebih parah ketimbang SARS pada 2002-2003. Kala itu, SARS menyebabkan sekitar 800 orang meninggal dan menimbulkan kerugian ekonomi US$ 800 miliar.
"Masalahnya adalah, pelaku pasar belum bisa mengukur seberapa jauh risiko penyebaran virus ini. Begitu banyak ketidakpastian." Ujar Chris Weston, Kepala Riset Pepperstone yang berbasis di Melbourne, seperti diwartakan Reuters.
Ketidakpastian tersebut membuat investor memilih untuk bermain aman dan menjauhi aset-aset berisiko. Akibatnya jelas, rupiah dkk di Asia sulit menghindar dari zona merah.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular