Corona Jadi Darurat Dunia, Rupiah Ikut-ikutan Tak Berdaya

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 January 2020 10:16
Corona Jadi Darurat Dunia, Rupiah Ikut-ikutan Tak Berdaya
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah juga sulit menandingi keperkasaan dolar AS di perdagangan pasar spot.

Pada Jumat (31/1/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 13.662. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Sementara di pasar spot, rupiah juga masih tersangkut di zona merah. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 13.645 di mana rupiah melemah tipis 0,04%.

Kala pembukaan pasar, rupiah stagnan di Rp 13.640/US$. Namun selepas itu, rupiah masuk jalur merah meski pelemahannya terbatas.


Pergerakan rupiah serupa dengan mata uang utama Asia lainnya, melemah tipis di hadapan dolar AS. Sejauh ini hanya won Korea Selatan, peso Filipina, dan dolar Taiwan yang bisa menguat.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 10:10 WIB:

 


Lagi-lagi pelaku pasar dibikin cemas oleh penyebaran virus Corona. Jumlah pengidap virus ini semakin bertambah, begitu pula korban jiwa.

Mengutip situs pemetaan satelit ArcGis pukul 10:10 WIB, sudah ada 8,236 kasus virus Corona di seluruh dunia, terbanyak terjadi di China dengan 8.124 kasus. Sudah ada 171 orang yang meninggal dunia, seluruhnya di Negeri Tirai Bambu.

Perkembangan ini membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akhirnya mendeklarasikan penyebaran virus Corona sebagai darurat internasional. Sebelumnya wabah ini baru berstatus darurat di China.

"Alasan utama penetapan ini bukan hanya melihat apa yang terjadi di China, tetapi juga di negara-negara lain. Perhatian utama kami adalah risiko penyebaran virus ke negara-negara dengan sistem jaminan kesehatan yang lemah," tegas Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, seperti dikutip dari Reuters.


Berbagai pihak memperkirakan dampak ekonomi dari penyebaran virus Corona bakal lebih parah ketimbang SARS pada 2002-2003. Kala itu, SARS menyebabkan sekitar 800 orang meninggal dan menimbulkan kerugian ekonomi US$ 800 miliar.

"Masalahnya adalah, pelaku pasar belum bisa mengukur seberapa jauh risiko penyebaran virus ini. Begitu banyak ketidakpastian." Ujar Chris Weston, Kepala Riset Pepperstone yang berbasis di Melbourne, seperti diwartakan Reuters.

Ketidakpastian tersebut membuat investor memilih untuk bermain aman dan menjauhi aset-aset berisiko. Akibatnya jelas, rupiah dkk di Asia sulit menghindar dari zona merah.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular