Virus Corona & RDG BI Bikin IHSG Menyerah di Akhir Pekan
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
24 January 2020 16:33

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (24/1/2020), di zona merah.
Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,1% ke level 6.242,84. IHSG kemudian bergerak bolak-balik di antara zona hijau dan merah. Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut terkoreksi sebesar 0,06% ke level 6.245,32.
Pada perdagangan sesi dua, IHSG kembali bolak-balik di antara zona hijau dan merah, sebelum akhirnya ditutup melemah tipis 0,08% ke level 6.244,11.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam menekan kinerja IHSG di antaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-1,8%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,44%), PT Astra International Tbk/ASII (-1,06%), PT Diamond Food Indonesia Tbk/DMND (-11,76%), dan PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-2,22%).
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang justru kompak ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,13%, indeks Hang Seng menguat 0,15%, dan indeks Straits Times terkerek 0,17%.
Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham China pada hari ini diliburkan seiring dengan perayaan hari raya Tahun Baru China, sementara perdagangan di bursa saham Korea Selatan diliburkan seiring dengan Tahun Baru Korea.
Bursa saham Benua Kuning berhasil bangkit pasca diterpa aksi jual dengan intensitas yang begitu besar pada perdagangan kemarin, Kamis (23/1/2020). Pada penutupan perdagangan kemarin, indeks Nikkei turun 0,98%, indeks Shanghai terkoreksi 2,75%, indeks Hang Seng melemah 1,52%, indeks Straits Times terpangkas 0,6%, dan indeks Kospi berkurang 0,93%.
Aksi jual menerpa bursa saham Asia pada perdagangan kemarin seiring dengan meluasnya infeksi virus Corona. Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.
Berpusat di China, kasus serangan virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, Taiwan, hingga Thailand, semuanya melibatkan turis China asal Wuhan.
Kini, infeksi virus Corona telah resmi menyebar ke Makau dan Hong Kong. Lagi-lagi, virus tersebut dibawa oleh orang yang baru saja mengunjungi China.
Sejatinya, perkembangan terkait dengan penyebaran infeksi virus Corona tak bisa dibilang menggembirakan. Perkembangan terbaru, total infeksi virus Corona di seluruh dunia telah mencapai lebih dari 800 kasus, sementara jumlah korban meninggal di China telah mencapai 25 orang.
Hingga kini, belum jelas seberapa parah dampak dari infeksi virus Corona, namun akselerasi infeksinya telah menyebabkan kekhawatiran bahwa wabah seperti virus severe acute respiratory syndrome (SARS) yang merebak pada akhir 2002 hingga tahun 2003 di China, akan terulang.
Meluasnya infeksi virus Corona hingga ke negara-negara lain berpotensi membuat World Health Organziation (WHO) mendeklarasikan darurat kesehatan publik internasional atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
Sebagai catatan, PHEIC merupakan deklarasi formal dari WHO terkait kejadian luar biasa yang ditetapkan sebagai risiko kesehatan bagi masyarakat negara lain dan berpotensi memerlukan respons internasional yang terkoordinasi untuk menanggulanginya.
Jika benar virus Corona menjadi wabah seperti SARS, perekonomian China bisa kian tertekan. Pasalnya, kini masyarakat China akan merayakan hari raya Tahun Baru China atau yang dikenal dengan istilah Imlek di Indonesia.
Di China, perdagangan di bursa sahamnya akan diliburkan mulai dari tanggal 24 Januari hingga 30 Januari guna memperingati Tahun Baru China.
Selama libur Tahun Baru China, masyarakat China biasanya kembali ke kampung halamannya, sama seperti yang dilakukan masyarakat Indonesia pada hari raya Idul Fitri. Dalam periode tersebut, konsumsi masyarakat China biasanya akan meningkat drastis.
Pemerintah China sendiri memperkirakan akan ada sebanyak tiga miliar perjalanan pada Tahun Baru China kali ini, naik dibandingkan tahun lalu yaitu 2,99 miliar perjalanan. Dari tiga miliar perjalanan tersebut, 2,43 miliar diperkirakan ditempuh dengan mobil, 440 juta dengan kereta api, 79 juta dengan pesawat terbang, dan 45 juta dengan kapal laut.
Pada akhir 2002 hingga tahun 2003 kala wabah SARS merebak di China, laju pertumbuhan ekonominya jelas tertekan. Pada kuartal III-2002, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 9,6% secara tahunan, mengutip data dari Refinitiv. Pada kuartal IV-2002 kala wabah SARS mulai merebak, pertumbuhannya melemah menjadi 9,1% saja.
Pada kuartal I-2003, pertumbuhan ekonomi China berhasil naik hingga 11,1% secara tahunan, namun diikuti oleh penurunan yang tajam pada kuartal berikutnya. Pada kuartal II-2003, perekonomian China hanya mampu tumbuh 9,1% secara tahunan. Pada dua kuartal terakhir di tahun 2003, perekonomian China tumbuh masing-masing sebesar 10% secara tahunan.
Tampaknya, koreksi bursa saham Asia yang sudah begitu dalam pada perdagangan kemarin kini membuka ruang bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli.
Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,1% ke level 6.242,84. IHSG kemudian bergerak bolak-balik di antara zona hijau dan merah. Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut terkoreksi sebesar 0,06% ke level 6.245,32.
Pada perdagangan sesi dua, IHSG kembali bolak-balik di antara zona hijau dan merah, sebelum akhirnya ditutup melemah tipis 0,08% ke level 6.244,11.
Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang justru kompak ditransaksikan di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,13%, indeks Hang Seng menguat 0,15%, dan indeks Straits Times terkerek 0,17%.
Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham China pada hari ini diliburkan seiring dengan perayaan hari raya Tahun Baru China, sementara perdagangan di bursa saham Korea Selatan diliburkan seiring dengan Tahun Baru Korea.
Bursa saham Benua Kuning berhasil bangkit pasca diterpa aksi jual dengan intensitas yang begitu besar pada perdagangan kemarin, Kamis (23/1/2020). Pada penutupan perdagangan kemarin, indeks Nikkei turun 0,98%, indeks Shanghai terkoreksi 2,75%, indeks Hang Seng melemah 1,52%, indeks Straits Times terpangkas 0,6%, dan indeks Kospi berkurang 0,93%.
Aksi jual menerpa bursa saham Asia pada perdagangan kemarin seiring dengan meluasnya infeksi virus Corona. Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.
Berpusat di China, kasus serangan virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, Taiwan, hingga Thailand, semuanya melibatkan turis China asal Wuhan.
Kini, infeksi virus Corona telah resmi menyebar ke Makau dan Hong Kong. Lagi-lagi, virus tersebut dibawa oleh orang yang baru saja mengunjungi China.
Sejatinya, perkembangan terkait dengan penyebaran infeksi virus Corona tak bisa dibilang menggembirakan. Perkembangan terbaru, total infeksi virus Corona di seluruh dunia telah mencapai lebih dari 800 kasus, sementara jumlah korban meninggal di China telah mencapai 25 orang.
Hingga kini, belum jelas seberapa parah dampak dari infeksi virus Corona, namun akselerasi infeksinya telah menyebabkan kekhawatiran bahwa wabah seperti virus severe acute respiratory syndrome (SARS) yang merebak pada akhir 2002 hingga tahun 2003 di China, akan terulang.
Meluasnya infeksi virus Corona hingga ke negara-negara lain berpotensi membuat World Health Organziation (WHO) mendeklarasikan darurat kesehatan publik internasional atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
Sebagai catatan, PHEIC merupakan deklarasi formal dari WHO terkait kejadian luar biasa yang ditetapkan sebagai risiko kesehatan bagi masyarakat negara lain dan berpotensi memerlukan respons internasional yang terkoordinasi untuk menanggulanginya.
Jika benar virus Corona menjadi wabah seperti SARS, perekonomian China bisa kian tertekan. Pasalnya, kini masyarakat China akan merayakan hari raya Tahun Baru China atau yang dikenal dengan istilah Imlek di Indonesia.
Di China, perdagangan di bursa sahamnya akan diliburkan mulai dari tanggal 24 Januari hingga 30 Januari guna memperingati Tahun Baru China.
Selama libur Tahun Baru China, masyarakat China biasanya kembali ke kampung halamannya, sama seperti yang dilakukan masyarakat Indonesia pada hari raya Idul Fitri. Dalam periode tersebut, konsumsi masyarakat China biasanya akan meningkat drastis.
Pemerintah China sendiri memperkirakan akan ada sebanyak tiga miliar perjalanan pada Tahun Baru China kali ini, naik dibandingkan tahun lalu yaitu 2,99 miliar perjalanan. Dari tiga miliar perjalanan tersebut, 2,43 miliar diperkirakan ditempuh dengan mobil, 440 juta dengan kereta api, 79 juta dengan pesawat terbang, dan 45 juta dengan kapal laut.
Pada akhir 2002 hingga tahun 2003 kala wabah SARS merebak di China, laju pertumbuhan ekonominya jelas tertekan. Pada kuartal III-2002, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 9,6% secara tahunan, mengutip data dari Refinitiv. Pada kuartal IV-2002 kala wabah SARS mulai merebak, pertumbuhannya melemah menjadi 9,1% saja.
Pada kuartal I-2003, pertumbuhan ekonomi China berhasil naik hingga 11,1% secara tahunan, namun diikuti oleh penurunan yang tajam pada kuartal berikutnya. Pada kuartal II-2003, perekonomian China hanya mampu tumbuh 9,1% secara tahunan. Pada dua kuartal terakhir di tahun 2003, perekonomian China tumbuh masing-masing sebesar 10% secara tahunan.
Tampaknya, koreksi bursa saham Asia yang sudah begitu dalam pada perdagangan kemarin kini membuka ruang bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli.
Next Page
Tak Ada Kejutan dari Bank Indonesia
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular