
Rayuan Malaysia ke India Tak Bikin Harga CPO Melejit
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
24 January 2020 14:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah kembali menguat pada Rabu (22/1/2020) lalu, harga minyak sawit mentah (CPO) kontrak kembali mengalami koreksi. Hubungan India dan Malaysia yang belum menemukan resolusi dan penguatan ringgit terhadap dolar AS jadi biang keladinya.
Pada Jumat (24/1/2020), harga CPO kontrak pengiriman tiga bulan di Bursa Malaysia Derivatif (BMD) menyentuh level RM 2.879/ton. Harga turun 46 ringgit atau terpangkas 1,6% dibanding posisi penutupan perdagangan kemarin.
Hubungan India dan Malaysia memang masih belum akur. Namun, Malaysia mencoba untuk 'merayu India. Terakhir Malaysia mencoba melakukan pembelian gula dari India lebih banyak dari tahun lalu. Pada 2019 Malaysia membeli 88.000 ton gula mentah dari India.
Pada kuartal pertama 2020, Malaysia akan membeli gula mentah dari India sebanyak 130.000 ton senilai US$ 49,2 juta. Hal ini diungkapkan langsung oleh MSM Malaysia Holding Berhad yang bergerak di bidang pengolahan gula.
Aksi pembelian ini dinilai untuk menurunkan ketegangan yang terjadi antara India dan Malaysia. Namun pihak perusahaan tak mengatakan hal ini sebagai alasan di balik aksi pembelian gula yang dilakukan.
Harga CPO sempat rebound pada Rabu ketika output minyak sawit diprediksi anjlok lebih dalam serta tersiar kabar bahwa pajak impor minyak sawit akan dipangkas oleh India.
Walaupun ekspor Malaysia untuk periode 1-20 Januari 2020 diramal turun 7,4% - 9,9%, penurunan produksi yang lebih dalam dari perkiraan mampu mengimbangi turunnya kinerja ekspor.
Asosiasi Minyak Sawit Malaysia (MPOA) memprediksi bahwa produksi untuk periode 1-20 Januari 2020 turun 17%. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding konsensus pasar yang dihimpun Reuters di kisaran 5-10%.
Terkait dengan pemangkasan pajak impor, dua sumber yang familiar dengan hal ini menyebut bahwa pemangkasan pajak impor kemungkinan tak dimaksudkan untuk komoditas minyak sawit.
Hubungan India dan Malaysia memang belum bisa dikatakan akur. Ketegangan yang terjadi antara kedua pihak diakibatkan oleh kritik Perdana Menteri Malaysia terhadap sikap India yang dicap 'anti-Islam'. Kritik tersebut berbuntut pada aksi boikot minyak sawit Negeri Jiran.
Pada 8 Januari lalu, India menetapkan pelarangan impor minyak sawit olahan. Namun secara informal pemerintah India juga telah memberikan instruksi agar para pelaku industri tak membeli minyak sawit dari Malaysia.
Sejak kritik dilayangkan oleh Mahathir Mohamad ke India Oktober lalu, ekspor minyak sawit Malaysia ke India juga turun drastis. Pihak kementerian perdagangan Malaysia saat ini sedang terus mencoba berkoordinasi dengan India melalui kedutaan besarnya.
Faktor lain yang juga memberatkan hargaCPO adalah penguatan ringgit terhadap dolar AS. Ketika ringgit menguat di hadapan dolar AS maka hargaCPO jadi lebih mahal untuk pemegang dolar, karena komoditas inidibanderol dalam mata uang Negeri Jiran. Ringgit telah menguat 0,2% pada perdagangan hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Revenge! Setelah Anjlok 10%, Hari Ini Harga CPO Melesat 5,9%
Pada Jumat (24/1/2020), harga CPO kontrak pengiriman tiga bulan di Bursa Malaysia Derivatif (BMD) menyentuh level RM 2.879/ton. Harga turun 46 ringgit atau terpangkas 1,6% dibanding posisi penutupan perdagangan kemarin.
Hubungan India dan Malaysia memang masih belum akur. Namun, Malaysia mencoba untuk 'merayu India. Terakhir Malaysia mencoba melakukan pembelian gula dari India lebih banyak dari tahun lalu. Pada 2019 Malaysia membeli 88.000 ton gula mentah dari India.
Aksi pembelian ini dinilai untuk menurunkan ketegangan yang terjadi antara India dan Malaysia. Namun pihak perusahaan tak mengatakan hal ini sebagai alasan di balik aksi pembelian gula yang dilakukan.
Harga CPO sempat rebound pada Rabu ketika output minyak sawit diprediksi anjlok lebih dalam serta tersiar kabar bahwa pajak impor minyak sawit akan dipangkas oleh India.
Walaupun ekspor Malaysia untuk periode 1-20 Januari 2020 diramal turun 7,4% - 9,9%, penurunan produksi yang lebih dalam dari perkiraan mampu mengimbangi turunnya kinerja ekspor.
Asosiasi Minyak Sawit Malaysia (MPOA) memprediksi bahwa produksi untuk periode 1-20 Januari 2020 turun 17%. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding konsensus pasar yang dihimpun Reuters di kisaran 5-10%.
Terkait dengan pemangkasan pajak impor, dua sumber yang familiar dengan hal ini menyebut bahwa pemangkasan pajak impor kemungkinan tak dimaksudkan untuk komoditas minyak sawit.
Hubungan India dan Malaysia memang belum bisa dikatakan akur. Ketegangan yang terjadi antara kedua pihak diakibatkan oleh kritik Perdana Menteri Malaysia terhadap sikap India yang dicap 'anti-Islam'. Kritik tersebut berbuntut pada aksi boikot minyak sawit Negeri Jiran.
Pada 8 Januari lalu, India menetapkan pelarangan impor minyak sawit olahan. Namun secara informal pemerintah India juga telah memberikan instruksi agar para pelaku industri tak membeli minyak sawit dari Malaysia.
Sejak kritik dilayangkan oleh Mahathir Mohamad ke India Oktober lalu, ekspor minyak sawit Malaysia ke India juga turun drastis. Pihak kementerian perdagangan Malaysia saat ini sedang terus mencoba berkoordinasi dengan India melalui kedutaan besarnya.
Faktor lain yang juga memberatkan hargaCPO adalah penguatan ringgit terhadap dolar AS. Ketika ringgit menguat di hadapan dolar AS maka hargaCPO jadi lebih mahal untuk pemegang dolar, karena komoditas inidibanderol dalam mata uang Negeri Jiran. Ringgit telah menguat 0,2% pada perdagangan hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Revenge! Setelah Anjlok 10%, Hari Ini Harga CPO Melesat 5,9%
Most Popular