Kebal Isu Virus Corona, Rupiah Terbukti 'Kesayangan' Pasar

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 January 2020 17:17
Virus Corona Bikin Sentimen Memburuk, Rupiah Jadi
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Virus Corona merupakan keluarga besar virus yang biasanya menginfeksi hewan, namun lambat laun dapat berevolusi dan menyebar ke manusia. Gejala pertama yang akan terlihat pada manusia yang terinfeksi virus tersebut yaitu demam, batuk dan sesak napas, yang dapat berkembang menjadi pneumonia. 

Virus tersebut pertama kali muncul di China dan telah menyebar ke negara-negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Thailand, hingga AS. Semuanya melibatkan turis China asal Wuhan.

Hingga saat ini jumlah korban meningggal akibat virus Corona kini mencapai 17 orang, dan 540 orang telah terjangkit, sebagaimana dilansir CNBC International.


Meluasnya infeksi virus Corona hingga ke negara-negara lain berpotensi membuat World Health Organziation (WHO) mendeklarasikan darurat kesehatan publik internasional atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).

Sebagai catatan, PHEIC merupakan deklarasi formal dari WHO terkait kejadian luar biasa yang ditetapkan sebagai risiko kesehatan bagi masyarakat negara lain dan berpotensi memerlukan respons internasional yang terkoordinasi untuk menanggulanginya.

Penyebaran virus Corona kembali membuat sentimen pelaku pasar memburuk, yang tercermin dari melemahnya bursa utama Asia serta Eropa pada hari ini. Dampaknya mata uang Asia juga berguguran, kecuali yen yang menyandang status safe haven, serta rupiah. 

Arus modal yang deras masuk ke Indonesia menjadi penopang penguatan rupiah. Di pasar saham, investor membukukan beli bersih Rp 2,26 triliun di all market secara year-to-date (ytd). Sementara di pasar obligasi pemerintah, investor asing memegang Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 1.084,31 triliun. Bertambah Rp 22,45 triliun (2,11%) dibandingkan posisi akhir tahun lalu.



Rupiah memang sedang menjadi "kesayangan" para pelaku pasar, hal tersebut diungkapkan oleh analis Bank of America Merril Lynch, Rohit Garg, dalam sebuah wawancara dengan CNBC International Selasa (21/1/2020) kemarin.

"Salah satu mata uang yang saya sukai adalah rupiah, yang pastinya menjadi 'kesayangan' pasar, dan ada banyak alasan untuk itu," kata Garg. Dia menambahkan rupiah menjadi mata uang yang paling diuntungkan dari pemulihan ekonomi global serta kenaikan harga komoditas.

Gard juga mengatakan selain karena pemulihan ekonomi global, Bank Indonesia (BI) yang terbuka pada tren penguatan rupiah juga menjadi salah satu alasan rupiah menjadi "kesayangan" pelaku pasar, dan menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia sepanjang tahun 2020.



BI pada hari ini mengumumkan kebijakan moneter dan tetap mempertahankan suku bunga 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 5%. 

Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers mengatakan penguatan rupiah adalah hal yang wajar karena fundamental Indonesia terus membaik. Defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) pada 2019 diperkirakan berada di kisaran 2,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan tetap stabil di level 2,5-3% pada 2020.

"Penguatan rupiah didorong pasokan valas dari para eksportir dan aliran modal asing sejalan prospek ekonomi Indonesia yang terjaga dan ketidakpastian global yang menurun," kata Perry, Kamis (23/1/2020).

"BI memandang penguatan rupiah sejalan dengan kondisi fundamental yang membaik, membaiknya mekanisme pasar, dan keyakinan pasar terhadap kebijakan BI dan pemerintah. Penguatan rupiah memberikan dampak positif terhadap momentum pertumbuhan ekonomi dan terjaganya stabilitas makroekonomi," papar Perry.


TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular