Nggak Ada Matinya, Rupiah Jawara Asia!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 January 2020 11:02
Nggak Ada Matinya, Rupiah Jawara Asia!
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah pun berjaya di perdagangan pasar spot.

Pada Kamis (23/1/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 13.626. Rupiah menguat 0,38% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Penguatan ini mengakhiri tren depresiasi rupiah di kurs tengah BI yang sudah terjadi selama tiga hari beruntun. Tidak hanya itu, rupiah juga menyentuh posisi terkuat sejak Februari 2018.

Sedangkan di pasar spot, rupiah juga mantap menguat. Pada pukul 10:33 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 13.610 di mana rupiah menguat 0,22% dan berada di posisi terbaik sejak Februari dua tahun lalu.




Lebih hebat lagi, penguatan rupiah terjadi saat mata uang utama Asia mayoritas melemah di hadapan dolar AS. Penguatan 0,22% pun membuat rupiah menjadi mata uang terkuat di Asia.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:36 WIB:





Performa rupiah memang luar biasa. Tahun lalu, rupiah menguat hampir 3,5% di hadapan dolar AS. Keperkasaan rupiah berlanjut tahun ini, di mana secara year-to-date terjadi apresiasi 1,95%. Rupiah masih berstatus sebagai mata uang terbaik dunia.

Refinitiv


Helmi Arman, Ekonom Citi, penguatan rupiah disebabkan oleh derasnya arus modal ke pasar keuangan Indonesia. Di pasar saham, investor asing membukukan beli bersih Rp 2,56 triliun secara year-to-date.

Sementara di pasar obligasi pemerintah, investor asing memegang Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 1.084,31 triliun. Bertambah Rp 2245 triliun (2,11%) dibandingkan posisi akhir tahun lalu.

"Permintaan valas korporasi juga masih sedikit karena baru awal tahun. Oleh karena itu, para pengambil kebijakan untuk saat ini boleh tenang dan Bank Indonesia (BI) tidak perlu melakukan intervensi yang belebihan," kata Helmi dalam risetnya.


Penguatan rupiah, lanjut Helmi, akan berdampak positif terhadap perekonomian nasional. Laju pertumbuhan ekonomi domestik yang masih lemah membutuhkan suntikan 'adrenalin' dan itu bisa datang dari investasi.

Dengan apresiasi rupiah, maka impor bahan baku/penolong dan barang modal akan lebih murah. Impor barang jenis ini akan meningkatkan investasi dan produktivitas sehingga pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi.

Akan tetapi, Helmi memperkirakan bahwa keperkasaan rupiah akan mulai memudar pada kuartal II-2019. Saat itu, kebutuhan valas korporasi mulai tinggi seiring aktivitas ekonomi yang sudah 'panas'.

"Belum lagi ada musim pembayaran dividen. Jadi ada alasan untuk waspada pada kuartal II," sebutnya.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular