
Kalau Virus Corona Mewabah, Ini Dampaknya Bagi Pasar Saham
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 January 2020 14:28

Berkaca kepada kasus merebaknya wabah SARS pada akhir tahun 2002 hingga tahun 2003 di China, pasar sahamnya jelas menjadi bulan-bulanan.
Jika dihitung dari titik tertingginya di tahun 2002 yang dicapai pada tanggal 8 Juli hingga titik terendahnya di tahun 2003 yang dicapai pada tanggal 18 November, indeks Shanghai selaku indeks saham acuan di China melemah hingga 24,03%.
Dalam periode yang sama, indeks SXXP 600 yang beranggotakan 600 perusahaan dari 17 negara di wilayah Eropa terkoreksi 12,91%. Sementara itu, indkes S&P 500 selaku indeks saham acuan di AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia menguat masing-masing sebesar 5,85% dan 25%.
Walaupun pasar saham Indonesia masih bisa menguat kala wabah SARS merebak, pelaku pasar saham Tanah Air kini harus lebih berhati-hati. Pasalnya, jika menjadi wabah, virus Corona bisa lebih berbahaya bagi perekonomian China ketimbang SARS.
Pasalnya, kini perekonomian China sudah semakin tergantung kepada sektor jasa. Melansir CNBC International, sektor jasa menyumbang sebesar 59,4% dari total produk domestik bruto (PDB) China pada tahun 2019, sementara pada tahun 2003 kala wabah SARS merambah China, kontribusi dari sektor jasa hanyalah sebesar 39%.
Melansir CNBC International, pasca tumbuh 12% pada tahun 2002, industri pariwisata China langsung terkontraksi pada tahun 2003 merespons merebaknya wabah SARS, menandai kontraksi pertama dalam satu dekade. Pemberitaan CNBC International tersebut mengutip publikasi riset dari Eric Lin selaku kepala riset di UBS Securities.
“Valuasi dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata terpangkas 20%-50% dari puncaknya dalam periode Januari-Juni 2003,” tulis Lin dalam risetnya, seperti dilansir dari CNBC International.
Sejauh ini, China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di planet bumi, sementara pada tahun 2003 China bahkan tak menempati posisi lima besar. Lantas, dampak dari tekanan terhadap perekonomian China kini akan semakin terasa bagi perekonomian global, termasuk Indonesia.
Dampak dari infeksi virus Corona ke pasar saham Tanah Air bisa semakin bertambah parah jika virus tersebut sampai menjangkau Indonesia, di mana hal ini sangat mungkin terjadi.
Bagaimana tidak, sejauh ini China merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak di planet bumi. Pada tahun 2017, World Bank mencatat bahwa populasi China mencapai nyaris 1,4 miliar jiwa.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ikut buka suara mengomentari soal fenomena infeksi virus Corona. Menurutnya, pemerintah akan mengambil langkah-langkah antisipasi agar virus ini tidak masuk ke Indonesia.
"Untuk saat ini, dari penyakit dan ancaman kita minta Kemenkes, dan lakukan langkah-langkah antisipasi dan beberapa langkah di airport dan berbagai rumah sakit maupun lembaga, termasuk industri yang berhubungan dengan virus. Kami terus koordinasi," kata Sri Mulyani di kantornya, Rabu (22/1/2020).
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Jika dihitung dari titik tertingginya di tahun 2002 yang dicapai pada tanggal 8 Juli hingga titik terendahnya di tahun 2003 yang dicapai pada tanggal 18 November, indeks Shanghai selaku indeks saham acuan di China melemah hingga 24,03%.
Dalam periode yang sama, indeks SXXP 600 yang beranggotakan 600 perusahaan dari 17 negara di wilayah Eropa terkoreksi 12,91%. Sementara itu, indkes S&P 500 selaku indeks saham acuan di AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia menguat masing-masing sebesar 5,85% dan 25%.
Walaupun pasar saham Indonesia masih bisa menguat kala wabah SARS merebak, pelaku pasar saham Tanah Air kini harus lebih berhati-hati. Pasalnya, jika menjadi wabah, virus Corona bisa lebih berbahaya bagi perekonomian China ketimbang SARS.
Pasalnya, kini perekonomian China sudah semakin tergantung kepada sektor jasa. Melansir CNBC International, sektor jasa menyumbang sebesar 59,4% dari total produk domestik bruto (PDB) China pada tahun 2019, sementara pada tahun 2003 kala wabah SARS merambah China, kontribusi dari sektor jasa hanyalah sebesar 39%.
Melansir CNBC International, pasca tumbuh 12% pada tahun 2002, industri pariwisata China langsung terkontraksi pada tahun 2003 merespons merebaknya wabah SARS, menandai kontraksi pertama dalam satu dekade. Pemberitaan CNBC International tersebut mengutip publikasi riset dari Eric Lin selaku kepala riset di UBS Securities.
“Valuasi dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata terpangkas 20%-50% dari puncaknya dalam periode Januari-Juni 2003,” tulis Lin dalam risetnya, seperti dilansir dari CNBC International.
Sejauh ini, China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di planet bumi, sementara pada tahun 2003 China bahkan tak menempati posisi lima besar. Lantas, dampak dari tekanan terhadap perekonomian China kini akan semakin terasa bagi perekonomian global, termasuk Indonesia.
Dampak dari infeksi virus Corona ke pasar saham Tanah Air bisa semakin bertambah parah jika virus tersebut sampai menjangkau Indonesia, di mana hal ini sangat mungkin terjadi.
Bagaimana tidak, sejauh ini China merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak di planet bumi. Pada tahun 2017, World Bank mencatat bahwa populasi China mencapai nyaris 1,4 miliar jiwa.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ikut buka suara mengomentari soal fenomena infeksi virus Corona. Menurutnya, pemerintah akan mengambil langkah-langkah antisipasi agar virus ini tidak masuk ke Indonesia.
"Untuk saat ini, dari penyakit dan ancaman kita minta Kemenkes, dan lakukan langkah-langkah antisipasi dan beberapa langkah di airport dan berbagai rumah sakit maupun lembaga, termasuk industri yang berhubungan dengan virus. Kami terus koordinasi," kata Sri Mulyani di kantornya, Rabu (22/1/2020).
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular