Kalau Virus Corona Mewabah, Ini Dampaknya Bagi Pasar Saham

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 January 2020 14:28
Kalau Virus Corona Mewabah, Ini Dampaknya Bagi Pasar Saham
Foto: Wall Street (AP Photo/Richard Drew)
Jakarta, CNBC Indonesia - Belum juga bulan pertama di tahun 2020 usai, berbagai kabar kurang mengenakan sudah menghampiri pelaku pasar keuangan dunia, salah satunya penyebaran virus Corona.

Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.

Pemerintah China mengungkapkan virus ini bisa menular melalui kontak antar-manusia. Sebelumnya, Wali Kota Wuhan Zhou Xianwang mengungkapkan bahwa enam orang warganya meninggal akibat virus Corona. Wuhan sendiri merupakan daerah yang terdampak paling parah, di mana terjadi sebanyak 300 kasus serangan virus Corona di sana.

Tidak hanya di China, kasus serangan virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, Taiwan, hingga Thailand, semuanya melibatkan turis China asal Wuhan.

Kemarin (21/1/2020), US Centers for Disease Control and Prevention mengonfirmasi diagnosis pertama atas infeksi virus Corona di AS. Kasus ini terjadi di Seattle, di mana pengidapnya adalah seorang pria yang baru saja mengunjungi China.

Kini, penyebaran virus Corona sudah bertambah parah. Pada hari ini, Rabu (22/1/2020), Komisi Kesehatan Nasional menggelar konferensi pers di Beijing dan menginformasikan bahwa jumlah korban meninggal akibat Virus Corona telah bertambah menjadi sembilan orang.

Per 21 Januari, terdapat 440 kasus infeksi virus Corona yang tersebar di 13 provinsi di China. Sebanyak 1.394 pasien kini berada dalam observasi medis, seperti dilansir dari Bloomberg.

Hingga kini, belum jelas seberapa parah dampak dari infeksi virus Corona, namun akselerasi infeksinya telah menyebabkan kekhawatiran bahwa wabah seperti virus severe acute respiratory syndrome (SARS) yang merebak pada akhir 2002 hingga tahun 2003 di China, akan terulang.
Jika benar virus Corona menjadi wabah seperti SARS, perekonomian China bisa kian tertekan. Pasalnya, sebentar lagi masyarakat China akan merayakan hari raya Tahun Baru China atau yang dikenal dengan istilah Imlek di Indonesia.

Di China, perdagangan di bursa sahamnya akan diliburkan mulai dari tanggal 24 Januari hingga 30 Januari guna memperingati Tahun Baru China.

Selama libur Tahun Baru China, masyarakat China biasanya kembali ke kampung halamannya, sama seperti yang dilakukan masyarakat Indonesia pada hari raya Idul Fitri. Dalam periode tersebut, konsumsi masyarakat China biasanya akan meningkat drastis.

Pemerintah China sendiri memperkirakan akan ada sebanyak tiga miliar perjalanan pada Tahun Baru China kali ini, naik dibandingkan tahun lalu yaitu 2,99 miliar perjalanan. Dari tiga miliar perjalanan tersebut, 2,43 miliar diperkirakan ditempuh dengan mobil, 440 juta dengan kereta api, 79 juta dengan pesawat terbang, dan 45 juta dengan kapal laut.

Dengan meluasnya infeksi virus Corona, bisa jadi akan ada banyak masyarakat China yang mengurungkan niatnya untuk berpergian. Apalagi, meluasnya infeksi virus Corona hingga ke negara-negara lain berpotensi membuat World Health Organziation (WHO) mendeklarasikan darurat kesehatan publik internasional atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).

Sebagai catatan, PHEIC merupakan deklarasi formal dari WHO terkait kejadian luar biasa yang ditetapkan sebagai risiko kesehatan bagi masyarakat negara lain dan berpotensi memerlukan respons internasional yang terkoordinasi untuk menanggulanginya.

Pada hari ini, WHO akan memutuskan apakah akan mendeklarasikan PHEIC atau tidak.

Kini, otoritas China telah mengumumkan kebijakan untuk membatasi arus transportasi dari dan ke Wuhan, wilayah yang terdampak paling parah oleh virus Corona. Kemarin, Civil Aviation Administration of China mengumumkan bahwa maskapai penerbangan harus memproses pengembalian dana (refund) terkait penerbangan ke Wuhan tanpa mengenakan biaya.

Pada akhir 2002 hingga tahun 2003 kala wabah SARS merebak di China, laju pertumbuhan ekonominya jelas tertekan. Pada kuartal III-2002, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 9,6% secara tahunan, mengutip data dari Refinitiv. Pada kuartal IV-2002 kala wabah SARS mulai merebak, pertumbuhannya melemah menjadi 9,1% saja.

Pada kuartal I-2003, pertumbuhan ekonomi China berhasil naik hingga 11,1% secara tahunan, namun diikuti oleh penurunan yang tajam pada kuartal berikutnya. Pada kuartal II-2003, perekonomian China hanya mampu tumbuh 9,1% secara tahunan. Pada dua kuartal terakhir di tahun 2003, perekonomian China tumbuh masing-masing sebesar 10% secara tahunan.

Untuk diketahui, pada hari Senin waktu Indonesia (20/1/2020) International Monetary Fund (IMF) merilis proyeksi pertumbuhan ekonomi terbaru dalam publikasi bertajuk “World Economic Outlook Update, January 2020: Tentative Stabilization, Sluggish Recovery?”.

Terkait dengan China, proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2021 dipangkas sebesar 0,1 persentase poin, walaupun proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2020 dikerek naik 0,2 persentase poin.

Walaupun proyeksi untuk tahun 2020 dinaikkan, angka pertumbuhan ekonomi China pada tahun ini masih berada di level 6%, yang berarti perekonomian Negeri Panda masih akan tumbuh melambat. Pada tahun 2019, perekonomian China diketahui tumbuh 6,1%.

Melansir CNBC International yang mengutip Reuters, pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2019 merupakan yang terlemah sejak tahun 1990. Berkaca kepada kasus merebaknya wabah SARS pada akhir tahun 2002 hingga tahun 2003 di China, pasar sahamnya jelas menjadi bulan-bulanan.

Jika dihitung dari titik tertingginya di tahun 2002 yang dicapai pada tanggal 8 Juli hingga titik terendahnya di tahun 2003 yang dicapai pada tanggal 18 November, indeks Shanghai selaku indeks saham acuan di China melemah hingga 24,03%.

Dalam periode yang sama, indeks SXXP 600 yang beranggotakan 600 perusahaan dari 17 negara di wilayah Eropa terkoreksi 12,91%. Sementara itu, indkes S&P 500 selaku indeks saham acuan di AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia menguat masing-masing sebesar 5,85% dan 25%.



Walaupun pasar saham Indonesia masih bisa menguat kala wabah SARS merebak, pelaku pasar saham Tanah Air kini harus lebih berhati-hati. Pasalnya, jika menjadi wabah, virus Corona bisa lebih berbahaya bagi perekonomian China ketimbang SARS.

Pasalnya, kini perekonomian China sudah semakin tergantung kepada sektor jasa. Melansir CNBC International, sektor jasa menyumbang sebesar 59,4% dari total produk domestik bruto (PDB) China pada tahun 2019, sementara pada tahun 2003 kala wabah SARS merambah China, kontribusi dari sektor jasa hanyalah sebesar 39%.

Melansir CNBC International, pasca tumbuh 12% pada tahun 2002, industri pariwisata China langsung terkontraksi pada tahun 2003 merespons merebaknya wabah SARS, menandai kontraksi pertama dalam satu dekade. Pemberitaan CNBC International tersebut mengutip publikasi riset dari Eric Lin selaku kepala riset di UBS Securities.

“Valuasi dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata terpangkas 20%-50% dari puncaknya dalam periode Januari-Juni 2003,” tulis Lin dalam risetnya, seperti dilansir dari CNBC International.

Sejauh ini, China merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di planet bumi, sementara pada tahun 2003 China bahkan tak menempati posisi lima besar. Lantas, dampak dari tekanan terhadap perekonomian China kini akan semakin terasa bagi perekonomian global, termasuk Indonesia.

Dampak dari infeksi virus Corona ke pasar saham Tanah Air bisa semakin bertambah parah jika virus tersebut sampai menjangkau Indonesia, di mana hal ini sangat mungkin terjadi.

Bagaimana tidak, sejauh ini China merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak di planet bumi. Pada tahun 2017, World Bank mencatat bahwa populasi China mencapai nyaris 1,4 miliar jiwa.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ikut buka suara mengomentari soal fenomena infeksi virus Corona. Menurutnya, pemerintah akan mengambil langkah-langkah antisipasi agar virus ini tidak masuk ke Indonesia.

"Untuk saat ini, dari penyakit dan ancaman kita minta Kemenkes, dan lakukan langkah-langkah antisipasi dan beberapa langkah di airport dan berbagai rumah sakit maupun lembaga, termasuk industri yang berhubungan dengan virus. Kami terus koordinasi," kata Sri Mulyani di kantornya, Rabu (22/1/2020).

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular