
Ini Strategi Move On Sriwijaya Air Usai 'Cerai' dengan Garuda
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
21 January 2020 09:19

Tangerang, CNBC Indonesia - Manajemen baru Sriwijaya Air blak-blakan mengenai kondisi terkini perusahaan setelah memutuskan hubungan kerja sama manajemen (KSM) dengan Garuda Indonesia Group.
Direktur Utama Sriwijaya Air, Jefferson Irwin Jauwena, mengatakan pada masa-masa awal 'perceraian', ada kendala berat pada aspek produksi. Dia menyebut, peralatan produksi banyak berkurang jauh setelah tak lagi KSM dengan Garuda Indonesia Group.
"Awal November banyak sekali kendala, dari sisi alat produksi memang mengalami penurunan drastis," ungkapnya dalam acara media gatheringdi Sriwijaya Air Tower, Tangerang, Senin (20/1/20).
Kendati begitu, dia optimistis masih bisa mengembalikan kepercayaan pelanggan. Karena itu sejumlah langkah diambil untuk menyelesaikan satu per satu pekerjaan rumah (PR) perusahaan.
"Kita berhasil mengembalikan jumlah alat produksi yang tadinya 9 pesawat, sekarang Sriwijaya 14 pesawat dan NAM Air 11 pesawat," bebernya.
Dalam waktu dekat, pihaknya juga bakal mengoperasikan kembali 3 pesawat tambahan yang saat ini masih dalam proses maintenance.
"Akhir Januari mudah-mudahan ada penambahan 3 lagi. Secara bertahap kita coba mengembalikan kepercayaan masyarakat," kata Jefferson.
Sriwijaya Air memiliki jumlah armada sebanyak 24 pesawat, sedangkan maskapai dalam satu grup yakni NAM Air punya 16 pesawat. Dari jumlah tersebut, saat ini tidak semua bisa digunakan karena masih banyak yang dalam proses maintenance.
Selain dari aspek produksi, dia mengaku bahwa citra perusahaan juga sempat merosot.
"Sampai hari ini masih ada beberapa imageyang cukup negatif dari Sriwijaya akibat pemutusan sepihak oleh GMF [anak usaha Garuda di bidang hanggar pesawat, GMF AeroAsia]. Kita sedang perbaiki dan citra kita lebih baik," lanjutnya.
Untungnya, dia bilang, segenap karyawan juga punya optimisme serupa. Hal ini membuat manajemen kian leluasa untuk melakukan aksinya.
"Dari sisi karyawan sendiri semuanya berjalan cukup baik, kondusif, karyawan mendukung independensi Sriwijaya air, kita kelola sendiri, ini adalah modal utama manajemen, karena kalau tidak ada dukungan penuh karyawan akan sangat sulit," urainya.
Sejalan dengan itu, Sriwijaya Air mengincar para milenial untuk meningkatkan market share rute penerbangan domestik. Pada 2020 ini, Sriwijaya mematok target menguasai 8% pasar domestik.
Jefferson Irwin Jauwena mengatakan, target tersebut memang tak terlalu muluk. Pihaknya sengaja memasang target cukup realistis mengingat pangsa pasar Sriwijaya Air pada 2019 turun menjadi sekitar 7% dibandingkan pada 2018 yang mencapai 10%.
"Kami mencoba realistis saja, dengan alat produksi saat ini. Target utama ke depan kami adalah generasi milenial," kata Jefferson.
Dia juga tengah mengkaji beberapa rute yang sempat dihapus dalam beberapa bulan terakhir. Selain itu, dari aspek tarif pihaknya ogah menerapkan perang tarif.
"Kami tidak menginginkan adanya perang tarif. Semua maskapai pasti ingin tetap terus beroperasi dengan kinerja keuangan yang sehat, untuk kemajuan industri penerbangan nasional," urainya.
Direktur Utama Sriwijaya Air, Jefferson Irwin Jauwena, mengatakan pada masa-masa awal 'perceraian', ada kendala berat pada aspek produksi. Dia menyebut, peralatan produksi banyak berkurang jauh setelah tak lagi KSM dengan Garuda Indonesia Group.
"Awal November banyak sekali kendala, dari sisi alat produksi memang mengalami penurunan drastis," ungkapnya dalam acara media gatheringdi Sriwijaya Air Tower, Tangerang, Senin (20/1/20).
Kendati begitu, dia optimistis masih bisa mengembalikan kepercayaan pelanggan. Karena itu sejumlah langkah diambil untuk menyelesaikan satu per satu pekerjaan rumah (PR) perusahaan.
"Kita berhasil mengembalikan jumlah alat produksi yang tadinya 9 pesawat, sekarang Sriwijaya 14 pesawat dan NAM Air 11 pesawat," bebernya.
Dalam waktu dekat, pihaknya juga bakal mengoperasikan kembali 3 pesawat tambahan yang saat ini masih dalam proses maintenance.
"Akhir Januari mudah-mudahan ada penambahan 3 lagi. Secara bertahap kita coba mengembalikan kepercayaan masyarakat," kata Jefferson.
Sriwijaya Air memiliki jumlah armada sebanyak 24 pesawat, sedangkan maskapai dalam satu grup yakni NAM Air punya 16 pesawat. Dari jumlah tersebut, saat ini tidak semua bisa digunakan karena masih banyak yang dalam proses maintenance.
Selain dari aspek produksi, dia mengaku bahwa citra perusahaan juga sempat merosot.
"Sampai hari ini masih ada beberapa imageyang cukup negatif dari Sriwijaya akibat pemutusan sepihak oleh GMF [anak usaha Garuda di bidang hanggar pesawat, GMF AeroAsia]. Kita sedang perbaiki dan citra kita lebih baik," lanjutnya.
Untungnya, dia bilang, segenap karyawan juga punya optimisme serupa. Hal ini membuat manajemen kian leluasa untuk melakukan aksinya.
"Dari sisi karyawan sendiri semuanya berjalan cukup baik, kondusif, karyawan mendukung independensi Sriwijaya air, kita kelola sendiri, ini adalah modal utama manajemen, karena kalau tidak ada dukungan penuh karyawan akan sangat sulit," urainya.
Sejalan dengan itu, Sriwijaya Air mengincar para milenial untuk meningkatkan market share rute penerbangan domestik. Pada 2020 ini, Sriwijaya mematok target menguasai 8% pasar domestik.
Jefferson Irwin Jauwena mengatakan, target tersebut memang tak terlalu muluk. Pihaknya sengaja memasang target cukup realistis mengingat pangsa pasar Sriwijaya Air pada 2019 turun menjadi sekitar 7% dibandingkan pada 2018 yang mencapai 10%.
"Kami mencoba realistis saja, dengan alat produksi saat ini. Target utama ke depan kami adalah generasi milenial," kata Jefferson.
Dia juga tengah mengkaji beberapa rute yang sempat dihapus dalam beberapa bulan terakhir. Selain itu, dari aspek tarif pihaknya ogah menerapkan perang tarif.
"Kami tidak menginginkan adanya perang tarif. Semua maskapai pasti ingin tetap terus beroperasi dengan kinerja keuangan yang sehat, untuk kemajuan industri penerbangan nasional," urainya.
Next Page
Rencana IPO Sriwijaya Air
Pages
Most Popular