
Round Up
Kasus Jiwasraya, 5 Tersangka & Mercy Hingga Tanah Disita
Arif Budiansyah, CNBC Indonesia
18 January 2020 17:25

Kuasa Hukum Benny Tjokrosaputro, Muchtar Arifin, menilai ada kejanggalan pada penahanan kliennya. Jaksa tidak mengungkap alasan ataupun memberikan penjelasan terkait penahanan dari Bentjok, bahkan alat bukti yang digunakan pun tidak jelas.
"Bagi saya itu aneh. Saya tidak mengerti alat buktinya. Tidak mengerti saya. Tidak ada penjelasan, katanya nanti di pengadilan saja," kata Muchtar sebelumnya berkarir sebagai jaksa dan pernah menjabat Wakil Jaksa Agung, Selasa (14/01/2020).
Bentjok awalnya diperiksa oleh Kejagung sebagai saksi dalam dugaan korupsi Asuransi Jiwasraya. Namun, beberapa jam kemudian ternyata Benny Tjokro langsung ditahan tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Menurut Muchtar, kliennya tidak terlibat dengan skandal Jiwasraya. Benny hanya sebatas pemilik perusahaan Hanson, di mana perusahaan tersebut pernah menerbitkan medium term notes (MTN) senilai Rp 680 miliar pada 2015.
Saat itu, Jiwasraya menjadi salah satu pembeli MTN tersebut. Namun pada 2016 menurut Muchtar, Hanson sudah menyelesaikan MTN tersebut sehingga tidak ada hubungannya lagi dengan perusahaan asuransi tersebut.
"Kalau klien saya sebatas dia punya perusahaan Hanson International, dan mengeluarkan MTN Rp 680 miliar 2015, dan di 2016 sudah diselesaikan. Jadi tidak ada sangkut paut apa-apa lagi," kata Muchtar.
Muchtar juga melihat kejanggalan dalam penahanan kliennya, karena Jiwasraya yang bermasalah malah tidak ada direksi yang ditangkap.
"Orang Jiwasraya saja yang harusnya bertanggung jawab tidak diapa-apain," ujarnya.
Dalam penyelidikan menurutnya tim pemeriksa telah mengambil dokumen-dokumen pendukung dan dimintai penjelasan. Muchtar juga mengatakan transaksi yang dilakukan bersifat wajar dan normal, dan bisa dipertanggungjawabkan dengan status Hanson sebagai perusahaan terbuka.
"Tapi transaksi yang wajar dan normal, karena dia perusahaan terbuka ya beri lah kesempatan supaya bisa cepat menyelesaikan," katanya.
Muchtar juga menyangkal Benny sebagai penanam modal terbesar di Jiwasraya, dan masih banyak yang lebih besar. Apalagi MTN yang diterbitkan MYRX hanya senilai Rp 680 miliar dan sudah diselesaikan.
"Banyak lagi yang lebih besar. Penanam modal terbesar kerugian Rp 13,5 T dia cuma Rp 680 Miliar itu pun sudah selesai. Kita lihat saja nanti," katanya.
Tim pengacara pun berupaya agar hak-hak kliennya tetap terpenuhi. Bentjok ditahan oleh Kejaksaan Agung selama 20 hari.
Menanggapi hal tersebut, Adi mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa menanggapi pendapat seorang pengacara melalui media. "Kami tak bisa tanggapi pendapat seorang lawyer di forum ini," jelasnya.
Adi menambahkan bahwa Kejagung masih fokus pada proses substansi perkara, termasuk perhitungan kerugian keuangan negara. "Kami sedang bekerja untuk meluruskan itu semua," ujarnya.
Sebelumnya, dari hasil temuan awal Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara oleh Jiwasraya mencapai Rp 10,4 triliun yang diinvestasikan dalam instrumen saham dan reksa dana.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyebut ada dampak sistemik dari kasus Jiwasraya, sehingga pengambilan keputusan terhadap Jiwasraya harus dilakukan secara hati-hati.
"Kondisi kita sekarang, mengharuskan pilihan kebijakan yang berhati-hati, AJS [Jiwasraya] ini besar sehingga memiliki risiko sistemik," ujar Agung Fdalam konferensi pers bersama Kejaksaan Agung, Rabu (8/1/2020).
"PT AJS melakukan investasi yang berkualitas rendah. Analisis tidak didasarkan data valid dan objektif. Berdekatan unrealized lost dan jual beli ditentukan dengan negosiasi tertentu dan investasi langsung yang tidak likuid dan tidak wajar," kata Agung.
(hps/hps)
"Bagi saya itu aneh. Saya tidak mengerti alat buktinya. Tidak mengerti saya. Tidak ada penjelasan, katanya nanti di pengadilan saja," kata Muchtar sebelumnya berkarir sebagai jaksa dan pernah menjabat Wakil Jaksa Agung, Selasa (14/01/2020).
Bentjok awalnya diperiksa oleh Kejagung sebagai saksi dalam dugaan korupsi Asuransi Jiwasraya. Namun, beberapa jam kemudian ternyata Benny Tjokro langsung ditahan tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Saat itu, Jiwasraya menjadi salah satu pembeli MTN tersebut. Namun pada 2016 menurut Muchtar, Hanson sudah menyelesaikan MTN tersebut sehingga tidak ada hubungannya lagi dengan perusahaan asuransi tersebut.
"Kalau klien saya sebatas dia punya perusahaan Hanson International, dan mengeluarkan MTN Rp 680 miliar 2015, dan di 2016 sudah diselesaikan. Jadi tidak ada sangkut paut apa-apa lagi," kata Muchtar.
Muchtar juga melihat kejanggalan dalam penahanan kliennya, karena Jiwasraya yang bermasalah malah tidak ada direksi yang ditangkap.
"Orang Jiwasraya saja yang harusnya bertanggung jawab tidak diapa-apain," ujarnya.
Dalam penyelidikan menurutnya tim pemeriksa telah mengambil dokumen-dokumen pendukung dan dimintai penjelasan. Muchtar juga mengatakan transaksi yang dilakukan bersifat wajar dan normal, dan bisa dipertanggungjawabkan dengan status Hanson sebagai perusahaan terbuka.
"Tapi transaksi yang wajar dan normal, karena dia perusahaan terbuka ya beri lah kesempatan supaya bisa cepat menyelesaikan," katanya.
Muchtar juga menyangkal Benny sebagai penanam modal terbesar di Jiwasraya, dan masih banyak yang lebih besar. Apalagi MTN yang diterbitkan MYRX hanya senilai Rp 680 miliar dan sudah diselesaikan.
"Banyak lagi yang lebih besar. Penanam modal terbesar kerugian Rp 13,5 T dia cuma Rp 680 Miliar itu pun sudah selesai. Kita lihat saja nanti," katanya.
Tim pengacara pun berupaya agar hak-hak kliennya tetap terpenuhi. Bentjok ditahan oleh Kejaksaan Agung selama 20 hari.
Menanggapi hal tersebut, Adi mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa menanggapi pendapat seorang pengacara melalui media. "Kami tak bisa tanggapi pendapat seorang lawyer di forum ini," jelasnya.
Adi menambahkan bahwa Kejagung masih fokus pada proses substansi perkara, termasuk perhitungan kerugian keuangan negara. "Kami sedang bekerja untuk meluruskan itu semua," ujarnya.
Sebelumnya, dari hasil temuan awal Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara oleh Jiwasraya mencapai Rp 10,4 triliun yang diinvestasikan dalam instrumen saham dan reksa dana.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyebut ada dampak sistemik dari kasus Jiwasraya, sehingga pengambilan keputusan terhadap Jiwasraya harus dilakukan secara hati-hati.
"Kondisi kita sekarang, mengharuskan pilihan kebijakan yang berhati-hati, AJS [Jiwasraya] ini besar sehingga memiliki risiko sistemik," ujar Agung Fdalam konferensi pers bersama Kejaksaan Agung, Rabu (8/1/2020).
"PT AJS melakukan investasi yang berkualitas rendah. Analisis tidak didasarkan data valid dan objektif. Berdekatan unrealized lost dan jual beli ditentukan dengan negosiasi tertentu dan investasi langsung yang tidak likuid dan tidak wajar," kata Agung.
(hps/hps)
Next Page
Harta 5 Tersangka Disita Kejagung
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular