Rupiah Bandel! 'Disemprit' Jokowi Malah Jadi Terbaik di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 January 2020 17:26
Trade Deal dan Data Dalam Negeri Topang Penguatan Rupiah
Foto: Presiden Donald Trump di acara penandatanganan perjanjian perdagangan dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He. ((AP Photo/Evan Vucci))
Kesepakatan dagang fase I AS-China menjadi salah satu faktor utama terus menguatnya rupiah. Kesepakatan tersebut sudah diteken pada hari Rabu di Washington.

Meski damai dagang belum terjadi sepenuhnya, tetapi risiko eskalasi perang dagang kedua negara setidaknya sudah menurun dengan kesepakatan fase I. Pertumbuhan ekonomi global diharapkan bisa bangkit di tahun ini, yang membuat risk appetite pelaku pasar meningkat. Dampaknya, rupiah terus menguat.

Selain itu data dari dalam negeri juga mendukung penguatan rupiah. Bank Indonesia (BI) merilis data cadangan devisa Indonesia bulan Desember 2019 yang naik menjadi US$ 129,18 miliar, dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat US$ 126,63 miliar. Cadangan devisa di bulan Desember tersebut sekaligus menjadi yang tertinggi sejak Januari 2018.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,6 bulan impor atau 7,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," tulis BI dalam keterangannya, Rabu (8/1/2020) pekan lalu. 

Dengan cadangan devisa yang meningkat, BI akan lebih leluasa menstabilkan nilai tukar rupiah ketika mengalami gejolak, sehingga investor akan merasa nyaman menanamkan modalnya di Indonesia.



Sementara kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan realisasi ekspor selama 2019, mencapai US$ 167,53 miliar atau turun 6,94% dari 2018 lalu yang mencapai US$ 180,01 miliar. Sementara total impor selama 2019, tercatat US$ 178,72 miliar atau turun 9,53% dibandingkan di 2018 yang sebesar US$ 188,71 miliar.

Sehingga neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2019 mengalami defisit US$ 3,2 miliar.

"Angka ini jauh lebih baik dari 2018 yang defisitnya US$ 8,6 miliar," kata Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS, Rabu (15/1/2020).

Selain itu BPS juga melaporkan persentase penduduk miskin pada September 2019 sebesar 9,22%, angka ini menurun 0,19% poin terhadap Maret 2019 dan menurun 0,44% poin terhadap September 2018.

Tak cuma angka kemiskinan yang turun, pada September 2019 tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio juga turun. Gini Ratio pada September 2019 sebesar 0,380, turun 0,002 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2019 yang sebesar 0,382 dan menurun 0,004 poin dibandingkan dengan Gini Ratio September 2018 yang sebesar 0,384. 

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/tas)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular