Neraca Dagang 2019 Masih Berdarah-darah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 January 2020 12:29
Semua Gara-gara Perang Dagang
Foto: The Straits Times
Apa mau dikata, memang sulit untuk berharap kinerja perdagangan internasional bisa membaik pada 2019. Ekspor tidak bisa diandalkan seiring penurunan harga komoditas andalan Indonesia.

"(Nilai ekspor) bahan bakar mineral sepanjang 2019 itu turun 9,7%. Batu bara volume sebenarnya naik 7,05%, tetapi nilai turun 9,7% karena harga turun 34,7% YoY. Kemudian sawit, nilainya turun 13,44%. Volume naik 2,03%, harga naik 43,91% YoY, tetapi pergerakan awalnya rendah dan sekarang baru naik. Jadi sangat tergantung fluktuasi harga," papar Suhariyanto, Kepala BPS, dalam jumpa pers hari ini.


Well, 2019 memang bukan tahun yang mudah. Seperti 2018, perang dagang Amerika Serikat (AS) vs China masih menjadi faktor utama yang membebani kinerja perdagangan.

"Sebetulnya yang sekarang melambat ini salah satu penyebabnya adalah persaingan antara Tiongkok dengan Amerika," ujar Kecuk, sapaan akrab Suhariyanto.

Selama sekira 18 bulan terakhir, dua kekuatan ekonomi terbesar di planet Bumi tersebut saling hambat dengan 'berbalas pantun' mengenakan bea masuk. AS mengenakan bea masuk terhadap importasi produk China senilai US$ 550 miliar. Ini dibalas oleh China dengan membebankan bea masuk terhadap impor produk AS senilai US$ 185 miliar.

Saat barang China sulit masuk ke AS gara-gara ada bea masuk dan begitu pula sebaliknya, maka dunia usaha di kedua negara tentu akan mengurangi produksi. Sepanjang 2019 terlihat bahwa pertumbuhan produksi industri di AS dan China terus melambat, bahkan AS sudah masuk ke zona kontraksi.



Ketika pengusaha di AS dan China mengurangi produksi maka permintaan bahan baku dan barang modal tentu menurun. Tentu saja termasuk permintaan dari negara lain. Inilah yang disebut dengan rantai pasok.

Dengan status sebagai dua pasar terbesar di dunia, penurunan permintaan di AS dan China tentu menyebabkan ekspor global ikut seret. Jadi tidak cuma di Indonesia, perdagangan dunia juga kedodoran pada 2019.

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan pertumbuhan perdagangan global pada 2019 hanya 1,2%. Jauh memburuk ketimbang 2018 yang mampu tumbuh 3%.

"Proyeksi yang lebih buruk ini memang mengkhawatirkan, tetapi bukan tidak terduga. Konflik perdagangan meningkatkan kadar ketidakpastian sehingga membuat dunia usaha mengurangi produksi. Ini tentunya bisa berdampak terhadap kehidupan masyarakat, karena penciptaan lapangan kerja akan terpukul. Menyelesaikan perselisihan dagang adalah kunci untuk menghindari risiko tersebut," tegas Roberto Azevedo, Direktur Jenderal WTO, sebagaimana dikutip dari siaran pers.



(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular