
Katanya Damai Itu Indah, Tapi Kok Rupiah Melemah?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 January 2020 08:14

Namun faktor eksternal tampaknya juga menjadi batu sandungan bagi rupiah. Buktinya pelemahan tidak hanya dialami oleh rupiah, tetapi mayoritas mata uang utama Asia pun bernasib serupa.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:06 WIB:
Â
Hari ini, AS-China dijadwalkan meneken perjanjian damai dagang Fase I di Gedung Putih. Dokumen setebal 86 halaman itu akan ditandatangani oleh Presiden AS Donald Trump dan Wakil Perdana Menteri China Liu He.
Namun belum-belum sudah ada suara skeptis soal perjanjian ini. China disebut-sebut berkomitmen untuk membeli produk manufaktur AS senilai hampir US$ 80 miliar dalam dua tahun ke depan. Beberapa kalangan menilai target tersebut tidak realistis.
Apalagi sejauh ini AS dan China masih mempertahankan bea masuk yang dikenakan selama masa perang dagang. Sebagai informasi, AS mengenakan bea masuk terhadap impor produk China senilai US$ 550 miliar. China membalas dengan membebankan bea masuk terhadap impor produk made in the USA senilai US$ 185 miliar.
"Kalau Bapak Presiden ingin (kesepakatan) Fase II segera mulai dibahas, maka beliau baru akan mempertimbangkan untuk mencabut bea masuk," kata Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, seperti diberitakan Reuters.
Artinya penurunan atau penghapusan bea masuk baru akan terjadi setelah perjanjian damai dagang Fase II ditandatangani. Sebelum itu, produk AS yang masuk ke China akan menjadi lebih mahal karena pengenaan bea masuk.
Oleh karena itu, agak sulit bagi dunia usaha China untuk menambah pembelian produk AS jika harganya masih mahal. Tidak heran banyak yang tidak yakin China bisa memenuhi komitmen untuk membeli produk manufaktur AS senilai US$ 80 miliar.
Belum lagi katanya ada klausul bahwa China akan menambah pembelian komoditas energi dari AS senilai US$ 50 miliar, impor jasa US$ 35 miliar, plus produk pertanian US$ 24 miliar. Semuanya dilakukan dalam tempo dua tahun ke depan.
Apabila China sampai gagal melaksanakan komitmen tersebut, maka bukan tidak mungkin Trump akan berubah pikiran, Bisa saja tidak akan ada kesepakatan Fase II karena China dinilai ingkar janji. Bukan tidak mungkin perang dagang bakal berkobar kembali.
Masih adanya ketidakpastian meski AS-China sudah di ambang damai dagang membuat pelaku pasar menjaga jarak dengan aset-aset berisiko. Sebelum semuanya jelas dan terang-benderang, lebih baik bermain aman dulu. Maka tidak heran rupiah dkk di Asia terjeblos ke zona merah.
Damai memang indah, tetapi belum cukup untuk membuat rupiah tidak melemah...
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:06 WIB:
Â
Namun belum-belum sudah ada suara skeptis soal perjanjian ini. China disebut-sebut berkomitmen untuk membeli produk manufaktur AS senilai hampir US$ 80 miliar dalam dua tahun ke depan. Beberapa kalangan menilai target tersebut tidak realistis.
Apalagi sejauh ini AS dan China masih mempertahankan bea masuk yang dikenakan selama masa perang dagang. Sebagai informasi, AS mengenakan bea masuk terhadap impor produk China senilai US$ 550 miliar. China membalas dengan membebankan bea masuk terhadap impor produk made in the USA senilai US$ 185 miliar.
"Kalau Bapak Presiden ingin (kesepakatan) Fase II segera mulai dibahas, maka beliau baru akan mempertimbangkan untuk mencabut bea masuk," kata Steven Mnuchin, Menteri Keuangan AS, seperti diberitakan Reuters.
Artinya penurunan atau penghapusan bea masuk baru akan terjadi setelah perjanjian damai dagang Fase II ditandatangani. Sebelum itu, produk AS yang masuk ke China akan menjadi lebih mahal karena pengenaan bea masuk.
Oleh karena itu, agak sulit bagi dunia usaha China untuk menambah pembelian produk AS jika harganya masih mahal. Tidak heran banyak yang tidak yakin China bisa memenuhi komitmen untuk membeli produk manufaktur AS senilai US$ 80 miliar.
Belum lagi katanya ada klausul bahwa China akan menambah pembelian komoditas energi dari AS senilai US$ 50 miliar, impor jasa US$ 35 miliar, plus produk pertanian US$ 24 miliar. Semuanya dilakukan dalam tempo dua tahun ke depan.
Apabila China sampai gagal melaksanakan komitmen tersebut, maka bukan tidak mungkin Trump akan berubah pikiran, Bisa saja tidak akan ada kesepakatan Fase II karena China dinilai ingkar janji. Bukan tidak mungkin perang dagang bakal berkobar kembali.
Masih adanya ketidakpastian meski AS-China sudah di ambang damai dagang membuat pelaku pasar menjaga jarak dengan aset-aset berisiko. Sebelum semuanya jelas dan terang-benderang, lebih baik bermain aman dulu. Maka tidak heran rupiah dkk di Asia terjeblos ke zona merah.
Damai memang indah, tetapi belum cukup untuk membuat rupiah tidak melemah...
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular