Dolar Melawan! Libas Mata Uang Asia, Kecuali Yuan & Rupiah

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 January 2020 17:51
Kesepakatan Dagang Fase I Jadi Sentimen Utama
Foto: Infografis/ Kronologi perang dagang AS-China belum temukan titik terang/Aristya Rahadian Krisabella
Sejak perdagangan pertama tahun 2020 hingga Senin kemarin rupiah sudah menguat 1,55% melawan dolar AS. Jika dilihat lebih ke belakang lagi, rupiah bahkan sudah mencatat penguatan enam pekan beruntun, dengan total 3,09%. 

Penguatan tajam tersebut tentunya menggiurkan bagi pelaku pasar untuk mencairkan cuan, dampaknya rupiah pun sempat terkoreksi, meski tidak berakhir di zona merah. 

Kesepakatan dagang fase I antara AS dan China menjadi headline utama pergerakan pasar hari ini. Kesepakatan dagang AS dengan China yang akan ditandatangani Rabu (15/1/2020) besok di Washington. 

Dalam kesepakatan dagang fase I, Presiden Trump mengatakan bahwa bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar nantinya akan dipangkas menjadi 7,5% saja sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu.

Sementara dari pihak China, Trump menyebut bahwa China akan segera memulai pembelian produk agrikultur asal AS yang jika ditotal akan mencapai US$ 50 miliar.

Ketika perang dagang AS-China berakhir atau setidaknya tidak lagi tereskalasi, laju pertumbuhan ekonomi global diharapkan akan lebih terakselerasi. Dalam kondisi tersebut sentimen pelaku pasar akan membuncah, dan masuk ke aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi, rupiah akan mendapat "rezeki". 



Selain itu ada dua data ekonomi yang ditunggu pelaku pasar, dari dalam negeri akan dirilis data neraca perdagangan Rabu besok, sementara dari AS akan dirilis data inflasi malam ini. Keduanya akan mempengaruhi pergerakan rupiah besok, mengingat kesepakatan dagang fase I baru akan diteken pada Rabu waktu AS, yang berarti setelah pasar dalam negeri ditutup. 

Konsensus yang dihimpun Trading Economics menunjukkan defisit neraca perdagangan RI diperkirakan akan membaik menjadi US$ 130 juta di bulan Desember, dari bulan sebelumnya defisit US$ 1,33 miliar. 

Sementara Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor masih akan mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 1,9% secara year-on-year (YoY). Sementara impor juga terkontraksi 4,4% YoY dan neraca perdagangan defisit US$ 456,5 juta.



Dari AS, data inflasi akan memberikan pengaruh besar ke dolar AS. Untuk diketahui, data inflasi dan data tenaga kerja merupakan dua acuan utama bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menentukan suku bunga.

Data tenaga kerja AS sudah dirilis pada Jumat (10/1/2020) pekan lalu. Hasilnya mengecewakan, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang bulan Desember perekonomian negeri Paman Sam menyerap 145.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian, atau yang dikenal dengan istilah non-farm payroll. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya sebanyak 256.000 tenaga kerja.

Data lain yang tidak kalah mengecewakan adalah rata-rata upah per jam yang hanya naik 0,1% month-on-month (MoM), lebih rendah dibandingkan kenaikan bulan sebelumnya 0,3%. 

Jika data inflasi hari ini juga mengecewakan, bukan tidak mungkin The Fed akan membuka lagi peluang pemangkasan suku bunga di tahun ini, dan dolar akan kembali tertekan, rupiah bisa berjaya lagi. 

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/tas)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular