
Apakah Penguatan Rupiah Sudah Kebablasan?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
14 January 2020 13:29

Bank Indonesia (BI) mencatat sejak awal tahun aliran modal asing masuk neto ke tanah air mencapai Rp 10,1 triliun. Selama periode tersebut aliran masuk singgah ke Surat Berharga Negara (SBN) dan saham.
Pada 2019, capital inflow di Indonesia melonjak hingga lebih dari 1.500% dibanding tahun sebelumnya. Jika pada 2018 capital inflow adalah Rp 13,9 triliun maka di 2019 jumlahnya meningkat puluhan kali lipat menjadi Rp 224,2 triliun.
Sebagai rincian, uang tersebut masuk ke berbagai instrumen investasi yang ada di Indonesia. Sebesar Rp 168,6 triliun singgah di SBN, Rp 50 triliun masuk ke saham, obligasi korporasi Rp 3 triliun, dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) mencapai Rp 2,6 triliun.
BI berharap dengan adanya aliran masuk tersebut dapat memperkuat stabilitas eksternal RI. Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo penguatan nilai tukar rupiah mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia yang kuat.
Tak dapat dipungkiri, penguatan rupiah memiliki sisi positif. Penguatan rupiah dapat menurunkan biaya produksi berbagai produk Indonesia yang masih tergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Jika biaya produksi mengalami penurunan maka harga jual produk tersebut dapat menjadi lebih murah dengan produk serupa lainya yang ada di pasar dari negara lain.
Namun yang perlu diwaspadai adalah jika penguatan rupiah berada di atas fundamentalnya. Jika hal itu terjadi maka selain membuat berbagai produk yang berbasis bahan dari dalam negeri jadi kurang kompetitif.
Selain itu, penguatan rupiah yang masih ditopang oleh aliran masuk portofolio ini rentan balik kampung. Pasalnya porsi investor asing di surat utang pemerintah mencapai hampir 40%, di saham pun juga demikian. Jadi bayangkan saja jika uang ini balik kampung. Rupiah bisa tertekan lagi.
Jadi jangan terlalu senang dulu kalau rupiah menguat. Cermati betul faktor pendorong penguatan itu dan fundamentalnya....
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
Pada 2019, capital inflow di Indonesia melonjak hingga lebih dari 1.500% dibanding tahun sebelumnya. Jika pada 2018 capital inflow adalah Rp 13,9 triliun maka di 2019 jumlahnya meningkat puluhan kali lipat menjadi Rp 224,2 triliun.
Sebagai rincian, uang tersebut masuk ke berbagai instrumen investasi yang ada di Indonesia. Sebesar Rp 168,6 triliun singgah di SBN, Rp 50 triliun masuk ke saham, obligasi korporasi Rp 3 triliun, dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) mencapai Rp 2,6 triliun.
Tak dapat dipungkiri, penguatan rupiah memiliki sisi positif. Penguatan rupiah dapat menurunkan biaya produksi berbagai produk Indonesia yang masih tergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Jika biaya produksi mengalami penurunan maka harga jual produk tersebut dapat menjadi lebih murah dengan produk serupa lainya yang ada di pasar dari negara lain.
Namun yang perlu diwaspadai adalah jika penguatan rupiah berada di atas fundamentalnya. Jika hal itu terjadi maka selain membuat berbagai produk yang berbasis bahan dari dalam negeri jadi kurang kompetitif.
Selain itu, penguatan rupiah yang masih ditopang oleh aliran masuk portofolio ini rentan balik kampung. Pasalnya porsi investor asing di surat utang pemerintah mencapai hampir 40%, di saham pun juga demikian. Jadi bayangkan saja jika uang ini balik kampung. Rupiah bisa tertekan lagi.
Jadi jangan terlalu senang dulu kalau rupiah menguat. Cermati betul faktor pendorong penguatan itu dan fundamentalnya....
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular