
Apakah Penguatan Rupiah Sudah Kebablasan?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
14 January 2020 13:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar diwarnai dengan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Selain menguntungkan, ternyata penguatan rupiah juga memiliki dampak negatif.
Pada pukul 12.00 WIB hari ini, Selasa (14/1/2020) nilai tukar rupiah dihargai di Rp 13.655/US$. Level tersebut merupakan terkuat sejak 22 Februari 2018 atau hampir dua tahun lalu.
Terhitung sejak akhir tahun 2019, rupiah telah menguat 1,62% di hadapan dolar. Penguatan rupiah yang tak terbendung ini membuat mata uang Sang Garuda ini layak dinobatkan sebagai jawara di Asia.
Penguatan rupiah juga ditopang oleh berbagai sentimen global. Pertama dari poros Washington-Beijing. Keduanya akan menandatangani kesepakatan dagang fase pertama esok hari.
Sejak Senin, delegasi dagang China sudah berada di Washington untuk menghadiri seremoni penandatanganan perjanjian dagang tersebut. Setelah berseteru selama 18 bulan terakhir ini, keduanya beritikad untuk damai.
Inisiatif itu tercermin dari disepakatinya perjanjian dagang fase pertama antara AS dan China. Melalui perjanjian tersebut, AS akan mendiskon tarif untuk berbagai produk impor asal China, sementara China berjanji akan beli produk pertanian AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar.
Selain itu, ketegangan antara AS dan Iran yang terjadi dua pekan ini juga mereda. AS dan Iran berjanji untuk melakukan deeskalasi dari konflik tersebut. Hubungan AS-Iran sempat memanas setelah Jenderal Qasim Soleimani tewas dalam serangan udara AS di kawasan Bandara Internasional Baghdad.
Selang tak berapa lama, Iran membalas tindakan tersebut dengan menbombardir pangkalan militer AS yang berada di Al Asad Irak. Basis dan fasilitas militer AS di Irak itu dihujani dengan belasan rudal.
Setelah kejadian itu, ketegangan sedikit mereda. Apalagi setelah Trump menyampaikan tak akan menyerang balik Iran dalam pidatonya minggu lalu. Setidaknya kedua sentimen di atas membuat risk appetite investor kembali naik.
Pada pukul 12.00 WIB hari ini, Selasa (14/1/2020) nilai tukar rupiah dihargai di Rp 13.655/US$. Level tersebut merupakan terkuat sejak 22 Februari 2018 atau hampir dua tahun lalu.
Terhitung sejak akhir tahun 2019, rupiah telah menguat 1,62% di hadapan dolar. Penguatan rupiah yang tak terbendung ini membuat mata uang Sang Garuda ini layak dinobatkan sebagai jawara di Asia.
Baca:Rupiah Number One! |
Penguatan rupiah juga ditopang oleh berbagai sentimen global. Pertama dari poros Washington-Beijing. Keduanya akan menandatangani kesepakatan dagang fase pertama esok hari.
Sejak Senin, delegasi dagang China sudah berada di Washington untuk menghadiri seremoni penandatanganan perjanjian dagang tersebut. Setelah berseteru selama 18 bulan terakhir ini, keduanya beritikad untuk damai.
Inisiatif itu tercermin dari disepakatinya perjanjian dagang fase pertama antara AS dan China. Melalui perjanjian tersebut, AS akan mendiskon tarif untuk berbagai produk impor asal China, sementara China berjanji akan beli produk pertanian AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar.
Selain itu, ketegangan antara AS dan Iran yang terjadi dua pekan ini juga mereda. AS dan Iran berjanji untuk melakukan deeskalasi dari konflik tersebut. Hubungan AS-Iran sempat memanas setelah Jenderal Qasim Soleimani tewas dalam serangan udara AS di kawasan Bandara Internasional Baghdad.
Selang tak berapa lama, Iran membalas tindakan tersebut dengan menbombardir pangkalan militer AS yang berada di Al Asad Irak. Basis dan fasilitas militer AS di Irak itu dihujani dengan belasan rudal.
Setelah kejadian itu, ketegangan sedikit mereda. Apalagi setelah Trump menyampaikan tak akan menyerang balik Iran dalam pidatonya minggu lalu. Setidaknya kedua sentimen di atas membuat risk appetite investor kembali naik.
Next Page
Waspada Penguatan Rupiah
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular