
Internasional
AS-China Teken Janji Damai Besok, Perang Dagang Berakhir?
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
14 January 2020 08:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Perwakilan perdagangan Amerika Serikat (AS) dan China akan menandatangani kesepakatan dagang Fase I pada hari Rabu (15/1/2020). Itu berarti kedua ekonomi terbesar di dunia itu akan mengakhiri perang dagang panjang yang telah mereka lakukan selama dua tahun terakhir.
Salah satu isi kesepakatan yang sangat banyak diharapkan berbagai pihak itu termasuk pembelian produk-produk AS oleh China senilai miliaran dolar, yang mencakup makanan, produk pertanian, dan produk makanan laut.
Selain itu, dalam kesepakatan juga ada perjanjian reformasi dalam praktik transfer teknologi paksa China, sebagaimana tercantum dalam dokumen Perwakilan Dagang AS (USTR), yang dilaporkan CNBC International, Selasa.
Langkah itu, menurut pengacara Clete Willems, adalah kunci dari masalah perdagangan kedua negara.
"Ada banyak pembicaraan tentang penjualan pertanian spesifik. Tetapi China sedang melalui dan mengatasi hambatan sistemik yang lama untuk produk AS, termasuk bioteknologi," kata Willems.
Seperti diketahui, China telah lama dikenal suka 'memaksa' perusahaan asing untuk mentransfer teknologi mereka ke perusahaan China jika ingin bisa berbisnis di Negeri Panda itu.
USTR juga mengatakan kesepakatan itu menegaskan kembali sikap AS yang menentang manipulasi mata uang oleh China dan komitmen negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu untuk membeli setidaknya US$ 200 miliar produk ekspor AS selama dua tahun ke depan.
Dalam hal manipulasi mata uang, AS disebut telah mengeluarkan China dari daftar negara-negara yang dianggap sebagai manipulator mata uang tepat dua hari sebelum perunding dagang dimulai. Hal itu diumumkan Departemen Keuangan, Senin.
AS telah memasukkan China ke daftar negara manipulator mata uang sejak lima bulanan lalu. Saat ini China dimasukkan ke dalam "daftar pemantauan" untuk praktik mata uang-nya bersama sembilan negara lain, termasuk Jerman, Italia, dan Jepang.
"Departemen Keuangan telah membantu mengamankan perjanjian Fase Satu yang signifikan dengan China yang akan mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang lebih besar dan peluang bagi pekerja dan bisnis Amerika," kata Menteri Keuangan Steven Mnuchin dalam sebuah pernyataan.
"China telah membuat komitmen yang dapat ditegakkan untuk menahan diri dari devaluasi kompetitif, sembari mempromosikan transparansi dan akuntabilitas."
Dalam penandatanganan kesepakatan dagang, negosiator utama, termasuk Mnuchin, Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, dan yang lainnya diperkirakan akan hadir pada hari Rabu besok di Washington.
"Kami telah menyelesaikan proses penerjemahan yang saya pikir kami sebelumnya sebut sebagai masalah teknis," kata Menteri Keuangan Steven Mnuchin kepada Fox News, Minggu.
"Dan orang-orang bisa melihat. Ini adalah perjanjian yang sangat, sangat luas."
Namun begitu, saat persiapan penandatanganan sudah semakin matang, ternyata banyak pihak yang masih tidak yakin apa persisnya yang disepakati kedua negara.
"Hal ini menjadi roller coaster gila sejak dimulai. Banyak orang menjadi pesimis karena banyak pembelian yang menurut mereka akan sulit dicapai," kata P.J. Quaid, pialang corn options di CME Group di Chicago.
Apalagi, sebelumnya ada laporan media China yang mengatakan bahwa negara itu tidak optimis pada prospek pembicaraan perdagangan di masa depan. Laporan itu ditulis oleh Taoran Notes Minggu lalu. Taoran Notes adalah sebuah blog yang dikelola oleh surat kabar milik pemerintah, Economic Daily.
"Kita harus ingat bahwa perang perdagangan belum berakhir. AS belum menghapus semua tarif impor China dan China masih mengenakan bea pembalasan," tulis blog itu menurut terjemahan CNBC International.
"Masih ada banyak ketidakpastian di masa depan."
(sef/sef) Next Article Belum Ketemu Xi Jinping, Trump Ogah Teken Deal Perang Dagang?
Salah satu isi kesepakatan yang sangat banyak diharapkan berbagai pihak itu termasuk pembelian produk-produk AS oleh China senilai miliaran dolar, yang mencakup makanan, produk pertanian, dan produk makanan laut.
Selain itu, dalam kesepakatan juga ada perjanjian reformasi dalam praktik transfer teknologi paksa China, sebagaimana tercantum dalam dokumen Perwakilan Dagang AS (USTR), yang dilaporkan CNBC International, Selasa.
"Ada banyak pembicaraan tentang penjualan pertanian spesifik. Tetapi China sedang melalui dan mengatasi hambatan sistemik yang lama untuk produk AS, termasuk bioteknologi," kata Willems.
Baca:Rupiah Number One! |
Seperti diketahui, China telah lama dikenal suka 'memaksa' perusahaan asing untuk mentransfer teknologi mereka ke perusahaan China jika ingin bisa berbisnis di Negeri Panda itu.
USTR juga mengatakan kesepakatan itu menegaskan kembali sikap AS yang menentang manipulasi mata uang oleh China dan komitmen negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu untuk membeli setidaknya US$ 200 miliar produk ekspor AS selama dua tahun ke depan.
Dalam hal manipulasi mata uang, AS disebut telah mengeluarkan China dari daftar negara-negara yang dianggap sebagai manipulator mata uang tepat dua hari sebelum perunding dagang dimulai. Hal itu diumumkan Departemen Keuangan, Senin.
AS telah memasukkan China ke daftar negara manipulator mata uang sejak lima bulanan lalu. Saat ini China dimasukkan ke dalam "daftar pemantauan" untuk praktik mata uang-nya bersama sembilan negara lain, termasuk Jerman, Italia, dan Jepang.
"Departemen Keuangan telah membantu mengamankan perjanjian Fase Satu yang signifikan dengan China yang akan mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang lebih besar dan peluang bagi pekerja dan bisnis Amerika," kata Menteri Keuangan Steven Mnuchin dalam sebuah pernyataan.
"China telah membuat komitmen yang dapat ditegakkan untuk menahan diri dari devaluasi kompetitif, sembari mempromosikan transparansi dan akuntabilitas."
Dalam penandatanganan kesepakatan dagang, negosiator utama, termasuk Mnuchin, Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, dan yang lainnya diperkirakan akan hadir pada hari Rabu besok di Washington.
"Kami telah menyelesaikan proses penerjemahan yang saya pikir kami sebelumnya sebut sebagai masalah teknis," kata Menteri Keuangan Steven Mnuchin kepada Fox News, Minggu.
"Dan orang-orang bisa melihat. Ini adalah perjanjian yang sangat, sangat luas."
Namun begitu, saat persiapan penandatanganan sudah semakin matang, ternyata banyak pihak yang masih tidak yakin apa persisnya yang disepakati kedua negara.
"Hal ini menjadi roller coaster gila sejak dimulai. Banyak orang menjadi pesimis karena banyak pembelian yang menurut mereka akan sulit dicapai," kata P.J. Quaid, pialang corn options di CME Group di Chicago.
Apalagi, sebelumnya ada laporan media China yang mengatakan bahwa negara itu tidak optimis pada prospek pembicaraan perdagangan di masa depan. Laporan itu ditulis oleh Taoran Notes Minggu lalu. Taoran Notes adalah sebuah blog yang dikelola oleh surat kabar milik pemerintah, Economic Daily.
"Kita harus ingat bahwa perang perdagangan belum berakhir. AS belum menghapus semua tarif impor China dan China masih mengenakan bea pembalasan," tulis blog itu menurut terjemahan CNBC International.
"Masih ada banyak ketidakpastian di masa depan."
(sef/sef) Next Article Belum Ketemu Xi Jinping, Trump Ogah Teken Deal Perang Dagang?
Most Popular