
AS-Iran Perang, Pasar Saham AS Malah To The Moon
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
13 January 2020 16:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Aksi saling balas serangan antara Amerika Serikat (AS) dengan Iran terus menjadi perbincangan hangat sejak awal tahun. Namun pengaruhnya ke pasar saham AS tak terlalu signifikan malah dari awal tahun, kinerja tiga indeks utama di Wall Street cenderung positif.
Indeks Dow Jones secara year to date tercatat naik 1,47%, lalu indeks Nasdaq menguat 2,3% dan indeks S&P 500 naik 1,07%.
Ketegangan antara kedua negara meningkat pasca AS melakukan serangan pesawat tanpa awak (drone) ke bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari lalu. Dalam serangan yang diperintahkan Presiden AS Donald Trump itu, salah satu tokoh penting Iran yakni Jenderal Qassem Soleimani tewas.
Akibatnya, Iran melakukan serangan balasan. Serangan pertama diluncurkan Iran pada Rabu lalu, di mana Iran disebut meluncurkan belasan rudal ke dua pangkalan militer AS di Irak, yaitu pangkalan Irbil dan Al Asad.
Serangan itu tidak ditanggapi AS, meski pada keesokan harinya Iran kembali melakukan serangan ke zona hijau di Irak. Saat itu Trump hanya mengatakan akan membalas Iran dengan menjatuhkan sanksi ekonomi.
Terbaru, pada Minggu, Iran disebut telah kembali menyerang pangkalan militer AS di Irak dengan sebuah rudal. Meski belum ada pengakuan resmi dari Iran, AS menuding serangan dilakukan kelompok milisi yang didukung Iran di Irak.
Namun ternyata, di tengah konflik yang memanas ini, tak berpengaruh besar ke Bursa AS, khususnya saham sektor pertahan. Sebagaimana dilaporkan CNBC International pada Senin, saham perusahaan di sektor pertahanan berhasil mencatatkan kinerja yang baik dalam enam bulan terakhir setelah terjadi konflik di Timur Tengah.
Menurut analisis CNBC International, yang mengutip laporan hedge fund Kensho, kinerja baik saham-saham sektor pertahanan ini diperkirakan akan terus berlanjut selama enam bulan ke depan. Mereka mendasarkan hasil analisis tersebut pada sejarah, di mana pada awal Perang Teluk 1990 pengembalian pasar menjadi sangat tinggi.
Analis menyebut saham-saham terkait pertahanan memberikan pengembalian yang dua kali lipat lebih besar dari pada pengembalian S&P 500 dalam enam bulan setelah peristiwa krisis terjadi.
Harga minyak juga naik setelah serangan udara terjadi. Analisis yakin kenaikan akan terus berlanjut dari waktu ke waktu. Sementara itu, harga emas yang baru-baru ini mencapai rekor tertingginya, malah cenderung kembali normal setelah peristiwa serupa terjadi.
"Persepsi risiko yang meningkat cenderung mendukung peningkatan (sektor) pertahanan secara menyeluruh," kata analis Citi Jonathan Raviv.
Sebelumnya pada Rabu lalu, saat serangan balasan Iran diluncurkan, kinerja Wall Street tercatat menguat dan menyentuh level psikologis tertingginya yang baru.
Kenaikan itu terjadi setelah sebelumnya indeks Dow Jones sempat anjlok 200 poin. Namun pada Rabu (pekan lalu), Dow Jones berbalik menguat (rebound) dengan kenaikan sebesar 161,4 poin ke 28,745.
Tenangnya sikap Trump dalam menghadapi serangan Iran, juga telah membuat indeks Dow Jones terus menguat dan sempat menembus level psikologis tertinggi barunya 29.000, menjadi yang pertama sepanjang sejarah. Saham-saham teknologi dan layanan kesehatan menjadi penopangnya, sebelum kemudian terkoreksi dan berakhir di 28.823,77.
Trump bahkan langsung memuji baiknya kinerja saham. Hal itu diungkapkannya dalam postingan twitter.
"PASAR SAHAM DI LEVEL TERTINGGI SEPANJANG MASA! APA YANG ANDA 401K LAKUKAN? 70%, 80%, 90% naik? Hanya 50% naik! Apa yang salah yang Anda lakukan?" cuitnya, Kamis.
Pada Kamis, saham ditutup pada rekor tertinggi di mana rata-rata indeks Dow Jones melonjak 212 poin di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dan Iran. Sementara S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing naik 0,7% dan 0,8%, yang mana merupakan rekor penutupan tertinggi sepanjang masa kedua indeks tersebut, sebagaimana dilaporkan USA Today, Kamis.
(hps/hps) Next Article Digitalisasi Picu Investor Ritel Domestik Bursa RI 'Meledak'
Indeks Dow Jones secara year to date tercatat naik 1,47%, lalu indeks Nasdaq menguat 2,3% dan indeks S&P 500 naik 1,07%.
Ketegangan antara kedua negara meningkat pasca AS melakukan serangan pesawat tanpa awak (drone) ke bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari lalu. Dalam serangan yang diperintahkan Presiden AS Donald Trump itu, salah satu tokoh penting Iran yakni Jenderal Qassem Soleimani tewas.
Akibatnya, Iran melakukan serangan balasan. Serangan pertama diluncurkan Iran pada Rabu lalu, di mana Iran disebut meluncurkan belasan rudal ke dua pangkalan militer AS di Irak, yaitu pangkalan Irbil dan Al Asad.
Serangan itu tidak ditanggapi AS, meski pada keesokan harinya Iran kembali melakukan serangan ke zona hijau di Irak. Saat itu Trump hanya mengatakan akan membalas Iran dengan menjatuhkan sanksi ekonomi.
Terbaru, pada Minggu, Iran disebut telah kembali menyerang pangkalan militer AS di Irak dengan sebuah rudal. Meski belum ada pengakuan resmi dari Iran, AS menuding serangan dilakukan kelompok milisi yang didukung Iran di Irak.
Namun ternyata, di tengah konflik yang memanas ini, tak berpengaruh besar ke Bursa AS, khususnya saham sektor pertahan. Sebagaimana dilaporkan CNBC International pada Senin, saham perusahaan di sektor pertahanan berhasil mencatatkan kinerja yang baik dalam enam bulan terakhir setelah terjadi konflik di Timur Tengah.
Menurut analisis CNBC International, yang mengutip laporan hedge fund Kensho, kinerja baik saham-saham sektor pertahanan ini diperkirakan akan terus berlanjut selama enam bulan ke depan. Mereka mendasarkan hasil analisis tersebut pada sejarah, di mana pada awal Perang Teluk 1990 pengembalian pasar menjadi sangat tinggi.
Analis menyebut saham-saham terkait pertahanan memberikan pengembalian yang dua kali lipat lebih besar dari pada pengembalian S&P 500 dalam enam bulan setelah peristiwa krisis terjadi.
Harga minyak juga naik setelah serangan udara terjadi. Analisis yakin kenaikan akan terus berlanjut dari waktu ke waktu. Sementara itu, harga emas yang baru-baru ini mencapai rekor tertingginya, malah cenderung kembali normal setelah peristiwa serupa terjadi.
"Persepsi risiko yang meningkat cenderung mendukung peningkatan (sektor) pertahanan secara menyeluruh," kata analis Citi Jonathan Raviv.
Sebelumnya pada Rabu lalu, saat serangan balasan Iran diluncurkan, kinerja Wall Street tercatat menguat dan menyentuh level psikologis tertingginya yang baru.
Kenaikan itu terjadi setelah sebelumnya indeks Dow Jones sempat anjlok 200 poin. Namun pada Rabu (pekan lalu), Dow Jones berbalik menguat (rebound) dengan kenaikan sebesar 161,4 poin ke 28,745.
Tenangnya sikap Trump dalam menghadapi serangan Iran, juga telah membuat indeks Dow Jones terus menguat dan sempat menembus level psikologis tertinggi barunya 29.000, menjadi yang pertama sepanjang sejarah. Saham-saham teknologi dan layanan kesehatan menjadi penopangnya, sebelum kemudian terkoreksi dan berakhir di 28.823,77.
Trump bahkan langsung memuji baiknya kinerja saham. Hal itu diungkapkannya dalam postingan twitter.
"PASAR SAHAM DI LEVEL TERTINGGI SEPANJANG MASA! APA YANG ANDA 401K LAKUKAN? 70%, 80%, 90% naik? Hanya 50% naik! Apa yang salah yang Anda lakukan?" cuitnya, Kamis.
Pada Kamis, saham ditutup pada rekor tertinggi di mana rata-rata indeks Dow Jones melonjak 212 poin di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dan Iran. Sementara S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing naik 0,7% dan 0,8%, yang mana merupakan rekor penutupan tertinggi sepanjang masa kedua indeks tersebut, sebagaimana dilaporkan USA Today, Kamis.
(hps/hps) Next Article Digitalisasi Picu Investor Ritel Domestik Bursa RI 'Meledak'
Most Popular