
Analisis
Black Marubozu, Bisa Bawa Rupiah ke Rp 13.500/US$ Pekan Ini?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 January 2020 13:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (13/1/2020), hingga menembus ke bawah Rp 13.700/US$. Sebelum hari ini, rupiah juga sudah membukukan penguatan enam pekan beruntun.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung menguat 0,18% di level Rp 13.730/US$. Rupiah terus mempertajam penguatannya hingga menjebol Rp 13.700/US$ ke dan mencapai Rp 13.665/US$, menguat 0,65% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak Februari 2018.
Dengan banyaknya sentimen di pekan ini, rupiah memiliki peluang ke level Rp 13.500/US$. Selain sentimen pelaku pasar yang sedang bagus-bagusnya, penguatan rupiah hari ini juga terbantu buruknya data tenaga kerja AS yang dirilis pada Jumat (10/1/2020) lalu. Data tersebut dirilis pada Jumat malam saat pasar Indonesia sudah ditutup, sehingga baru akan berdampak pada perdagangan hari ini.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang bulan Desember perekonomian negeri Paman Sam menyerap 145.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian, atau yang dikenal dengan istilah non-farm payroll. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya sebanyak 256.000 tenaga kerja.
Data lain yang tidak kalah mengecewakan adalah rata-rata upah per jam yang hanya naik 0,1% month-on-month (MoM), lebih rendah dibandingkan kenaikan bulan sebelumnya 0,3%.
Rendahnya kenaikan rata-rata upah tentunya akan berdampak pada daya beli masyarakat, dan tentunya mempengaruhi prospek inflasi.
Indeks dolar pada perdagangan Jumat melemah 0,1% usai rilis data tersebut padahal tiga hari sebelumnya menguat 0,81%. Rupiah bisa memanfaatkan dolar yang sedang loyo untuk kembali menguat.
Untuk diketahui, data tenaga kerja dan inflasi merupakan dua acuan utama bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menentukan suku bunga. Jika kedua data tersebut terus menunjukkan pelemahan, bukan tidak mungkin The Fed akan kembali memangkas suku bunga di tahun ini.
Data inflasi AS akan dirilis pada Selasa (14/1/2020), hasil polling Reuters menunjukkan kenaikan harga di AS bulan Desember tersebut diprediksi tumbuh 0,3% sama dengan pertumbuhan bulan sebelumnya. Inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan diperkirakan tumbuh 0,2% sama dengan bulan November.
Kemudian di hari Rabu (15/1/2020), dari dalam negeri akan dilaporkan data neraca perdagangan. Konsensus yang dihimpun Trading Economics menunjukkan defisit neraca perdagangan RI diperkirakan akan membaik menjadi US$ 130 juta di bulan Desember, dari bulan sebelumnya defisit US$ 1,33 miliar.
Membaiknya defisit tentunya akan memberikan suntikan tenaga bagi rupiah untuk kembali menguat. Di hari yang sama waktu Washington, AS dan China akan meneken kesepakatan dagang fase I.
Seluruh dunia menanti penandatanganan tersebut, perang dagang kedua negara yang sudah berlangsung sejak pertengahan 2018 akhirnya selesai, atau setidaknya risiko tereskalasi kembali mengecil.
Ketika perang dagang AS-China tidak lagi tereskalasi, laju pertumbuhan ekonomi global diharapkan akan lebih terakselerasi. Dalam kondisi tersebut sentimen pelaku pasar akan membuncah, dan masuk ke aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi.
Banyaknya sentiment tersebut terlihat mendukung rupiah untuk menyentuh Rp 13.500an per dollar di pekan ini.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung menguat 0,18% di level Rp 13.730/US$. Rupiah terus mempertajam penguatannya hingga menjebol Rp 13.700/US$ ke dan mencapai Rp 13.665/US$, menguat 0,65% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak Februari 2018.
Dengan banyaknya sentimen di pekan ini, rupiah memiliki peluang ke level Rp 13.500/US$. Selain sentimen pelaku pasar yang sedang bagus-bagusnya, penguatan rupiah hari ini juga terbantu buruknya data tenaga kerja AS yang dirilis pada Jumat (10/1/2020) lalu. Data tersebut dirilis pada Jumat malam saat pasar Indonesia sudah ditutup, sehingga baru akan berdampak pada perdagangan hari ini.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang bulan Desember perekonomian negeri Paman Sam menyerap 145.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian, atau yang dikenal dengan istilah non-farm payroll. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya sebanyak 256.000 tenaga kerja.
Data lain yang tidak kalah mengecewakan adalah rata-rata upah per jam yang hanya naik 0,1% month-on-month (MoM), lebih rendah dibandingkan kenaikan bulan sebelumnya 0,3%.
Rendahnya kenaikan rata-rata upah tentunya akan berdampak pada daya beli masyarakat, dan tentunya mempengaruhi prospek inflasi.
Indeks dolar pada perdagangan Jumat melemah 0,1% usai rilis data tersebut padahal tiga hari sebelumnya menguat 0,81%. Rupiah bisa memanfaatkan dolar yang sedang loyo untuk kembali menguat.
Untuk diketahui, data tenaga kerja dan inflasi merupakan dua acuan utama bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menentukan suku bunga. Jika kedua data tersebut terus menunjukkan pelemahan, bukan tidak mungkin The Fed akan kembali memangkas suku bunga di tahun ini.
Data inflasi AS akan dirilis pada Selasa (14/1/2020), hasil polling Reuters menunjukkan kenaikan harga di AS bulan Desember tersebut diprediksi tumbuh 0,3% sama dengan pertumbuhan bulan sebelumnya. Inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan diperkirakan tumbuh 0,2% sama dengan bulan November.
Kemudian di hari Rabu (15/1/2020), dari dalam negeri akan dilaporkan data neraca perdagangan. Konsensus yang dihimpun Trading Economics menunjukkan defisit neraca perdagangan RI diperkirakan akan membaik menjadi US$ 130 juta di bulan Desember, dari bulan sebelumnya defisit US$ 1,33 miliar.
Membaiknya defisit tentunya akan memberikan suntikan tenaga bagi rupiah untuk kembali menguat. Di hari yang sama waktu Washington, AS dan China akan meneken kesepakatan dagang fase I.
Seluruh dunia menanti penandatanganan tersebut, perang dagang kedua negara yang sudah berlangsung sejak pertengahan 2018 akhirnya selesai, atau setidaknya risiko tereskalasi kembali mengecil.
Ketika perang dagang AS-China tidak lagi tereskalasi, laju pertumbuhan ekonomi global diharapkan akan lebih terakselerasi. Dalam kondisi tersebut sentimen pelaku pasar akan membuncah, dan masuk ke aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi.
Banyaknya sentiment tersebut terlihat mendukung rupiah untuk menyentuh Rp 13.500an per dollar di pekan ini.
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular