Jiwasraya-Asabri Tersangkut Saham Gorengan, Ini Ciri-cirinya

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
11 January 2020 20:45
Jiwasraya-Asabri Tersangkut Saham Gorengan, Ini Ciri-cirinya
Foto: Jiwasraya. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah kasus Jiwasraya yang gagal bayar investasi terhadap sejumlah nasabahnya, kini terungkap kasus Yayasan Asuransi ABRI (Asabri) yang mulai banyak dibicarakan publik.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD bicara soal dugaan kasus korupsi di Yayasan Asuransi ABRI (Asabri). Ia menduga korupsinya hingga Rp 10 triliun dari yayasan yang dikumpulkan dari para prajurit TNI.

"Saya mendengar ada isu korupsi di Asabri yang mungkin itu tidak kalah fantastisnya dengan kasus Jiwasraya. Di atas Rp 10 triliun itu," kata Mahfud di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020).

"Asabri itu punyanya orang kecil. Itu punyanya prajurit. Polisi, tentara yang pensiun-pensiun yang pangkatnya kecil. Itu kan banyak yang nggak punya rumah, nggak bisa keluar," sambung Mahfud dilansir dari detikcom.

Dari kompilasi 15 data saham Asabri yang sahamnya sempat dimiliki periode Desember 2018 hingga September 2019. Nilai investasi PT Asabri (Persero) di 12 perusahaan berpotensi turun sebesar Rp 7,46 triliun (-73,14%) menjadi Rp 2,13 triliun dari awal penghitungan Rp 10,2 triliun.

Ke-12 perusahaan yang sempat dimiliki Asabri adalah PT Bank Yudha Bhakti Tbk (BBYB), PT Hanson International Tbk (MYRX), PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP), PT Indofarma Tbk (INAF), PT Pelat Timah Nusantara Tbk (NIKL), PT Prima Cakrawala Abadi Tbk (PCAR), dan PT Alfa Energi Investama Tbk (FIRE).

Perusahaan lain adalah PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA), PT SMR Utama Tbk (SMRU), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Sidomulyo Selaras Tbk (SDMU), dan PT Island Concepts Indonesia Tbk (ICON).

Foto: Portofolio Asabri 2019/BEI

Saham-saham tersebut sering mengalami kenaikan harga yang sangat tinggi tanpa disertai fundamental yang jelas, Otoritas bursa bursa pun pernah memasukkan saham tersebut ke dalam deretan saham berkategori tidak wajar atau Unusual Market Activity (UMA).

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, hanya empat saham yang pergerakan sahamnya tidak pernah mendapat predikat tidak wajar dari Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni: BBYB, MYRX, HRTA, dan SDMU.

Sedangkan 8 kode saham lainnya pernah masuk list UMA yakni: IIKP, INAF, NIKL, PCAR, FIRE, SMRU, KEAF, dan ICON. Dengan demikian sebagian besar saham-saham tersebut pernah bergerak tidak wajar dan berpotensi dilabeli saham gorengan.


Pelaku pasar tentu sering melihat saham-saham yang bergerak meletup-letup di bursa seperti makanan yang digoreng. Saham gorengan tersebut terlihat renyah seolah-olah dapat memberikan keuntungan (return) yang membuat mata terbelalak.

Akan tetapi jangan senang dulu, di balik itu semua perlu kewaspadaan tinggi karena sebenarnya ada pihak-pihak yang menggerakkan saham tersebut alias ada bandarnya. Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan pernah memeriksa 21 transaksi efek yang diduga terindikasi perdagangan semu (wash sale).

Wash sale merupakan salah satu cara dari sang bandar memanipulasi transaksi seolah-olah bergerak wajar layaknya transaksi saham pada umumnya. Namun, sebenarnya proses tersebut dilakukan oleh satu atau beberapa oknum yang sama.

Para pihak atau bandar ini bertujuan untuk menarik minat para investor terutama yang belum mengerti. Tujuan utamanya tentu saja memperoleh keuntungan dengan menjual saham di harga tinggi.

Ciri-ciri saham gorengan

Sebaiknya hindari bertransaksi di saham-saham gorengan agar terhindar dari kerugian investasi. Untuk itu ada beberapa ciri-ciri saham gorengan yang patut untuk dicermati, yakni:

1. Terindikasi Unusual Market Activity (UMA)

merupakan aktifitas perdagangan dan/atau pergerakan harga suatu Efek yang tidak biasa pada suatu kurun waktu tertentu di Bursa yang menurut penilaian Bursa dapat berpotensi mengganggu terselenggaranya perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien

2. Volumenya Turun-Naik Secara Drastis

Seringkali volume perdagangannya naik sangat tinggi seolah-olah sahamnya banyak diburu para pelaku pasar. Padahal dalam kesehariannya, saham tersebut terbilang sepi atau jarang diperdagangkan.

Volume tersebut biasanya terlihat pada grafik batang yang mencerminkan banyaknya transaksi dibawah grafik harga saham.

3. Berasal dari saham-saham lapis dua dan tiga

Umumnya saham-saham non blue chip yang berasal dari lapis dua dan tiga menjadi sasaran para bandar untuk dimanfaatkan. Saham lapis tiga (peny stock) umumnya yang paling berisiko dijadikan sasaran oleh para bandar.

4. Tidak Didukung  Fundamental Perusahaan.

Umumnya pergerakan saham-saham gorengan tidak didasarkan faktor fundamental yang dapat membuat perusahaan semakin melambungkan bisnisnya.

Contohny: laba yang meningkat pesat, aksi korporasi yang berpengaruh positif bagi perusahaan.

TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular