
Ini Penyebab China Tak Ikutan 'Panas' dalam Konflik Iran-AS

Penjelasan pertama atas sikap lunak China tak lain adalah fakta bahwa negeri tersebut masih bergantung pada minyak dan gas, yang porsinya mencapai 26% dari bauran energinya. Jika Beijing ikut keras seperti Rusia, berpihak pada Iran, sama artinya mereka menggosok konflik itu.
Maka, perang dunia ketiga pun tak terhindarkan karena polarisasi kekuatan yang terbentuk. Jika perang benar terjadi, Daratan China mungkin tak luluh-lantak, karena lokasi konflik yang berpusar di wilayah Irak, Iran, Suriah, Lebanon, semenanjung Arab, dan Israel.
Namun perang tersebut bakal memukul keras perekonomian China, baik dari sisi anggaran perang yang tidak sedikit, dan juga bisa membawa ekonomi mereka ke jurang resesi karena harga minyak mentah meroket. Ini akan memperberat laju pertumbuhan ekonomi mereka.
CNBC International melaporkan harga minyak mentah dunia bakal meroket ke level US$ 100 per barel, dari posisi sekarang di kisaran US$60 per barel, karena pasokan minyak melewati Selat Hormuz bakal terhenti. Padahal, selat itu menyumbang 21% pasokan minyak dunia.
Secara total, konsumsi minyak China saat ini merupakan yang terbesar kedua dunia, mengekor AS. Namun berbeda dari AS yang mayoritas minyaknya berasal dari dalam negeri, China sangat bergantung pada impor energi fosil tersebut. Dus, kenaikan harga minyak dunia bakal membebani negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.
Di sisi lain, laju konsumsi minyak China saat ini menjadi yang tercepat. Laporan BP Statistical Review 2019 mencatat konsumsi minyak di China melonjak 680.000 barel minyak per hari (bph) per 2018, sedangkan AS naik 500.000 bph.
Penjelasan kedua terkait dengan isu terhangat saat ini yakni penandatanganan kesepakatan dagang fase pertama antara AS dan China yang dijadwalkan berlangsung pada 15 Januari, atau kurang dari sepekan ke depan.
China tentu tidak ingin mengambil risiko untuk membuat Trump meradang dengan komen-komen atau manuver politik China di kawasan. AS bakal memiliki alasan baru untuk membatalkan kesepakatan dagang yang negosiasinya berlangsung lebih dari setahun itu.
Tidak heran, mengutip Menteri avad Zarif sebagaimana diberitakan Xinhua, menyebutkan bahwa China memiliki peran penting untuk mencegah kenaikan tensi di kawasan tersebut. Jika terjadi perang, bukan hanya Iran dan negara di kawasan Teluk yang rugi. China juga rugi bahkan jikapun tak ikut berperang.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ags/ags)