AS Adem dengan China dan Iran, IHSG Hijau Lagi di Januari

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 January 2020 13:18
AS Adem dengan China dan Iran, IHSG Hijau Lagi di Januari
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2019 telah terlewati dan kini kita berada di minggu kedua di tahun 2020.

Di sepanjang bulan Desember, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia terbilang menggembirakan. Di sepanjang bulan Desember, IHSG meroket hingga 4,79%.

Seiring dengan terdongraknya IHSG di bulan Desember, imbal hasil untuk keseluruhan tahun 2019 menjadi positif, tepatnya sebesar 1,7%. Sebagai catatan, hingga akhir November 2019 IHSG masih membukukan koreksi sebesar 2,95%.

Memasuki bulan Januari, kinerja IHSG tak bisa dibilang menggembirakan. Jika dihitung semenjak posisi akhir 2019 hingga penutupan perdagangan hari Rabu (8/1/2020), IHSG membukukan koreksi sebesar 1,17%.

Namun, pada perdagangan hari Kamis (9/1/2020), IHSG membukukan apresiasi sebesar 0,78%, menandai apresiasi terbesar di tahun 2020. Pada perdagangan hari ini, Jumat (10/1/2020), IHSG menguat menguat tipis 0,01% ke level 6.274,94.

Lantas, koreksi IHSG di sepanjang bulan Januari telah menipis menjadi 0,39% saja.

Jika berkaca kepada sejarah, ternyata bulan Januari bisa dikatakan sebagai bulan yang bersahabat bagi pelaku pasar saham tanah air. Dalam 10 tahun terakhir (2010-2019), IHSG hanya dua kali membukukan imbal hasil negatif secara bulanan pada bulan Januari, yakni pada tahun 2011 dan 2017.

Apresiasi terbaik IHSG pada bulan Januari terjadi pada tahun 2019 atau tahun lalu. Per akhir Januari 2019, IHSG melejit hingga 5,46% jika dibandingkan dengan posisi per akhir Desember 2018.

Jika dirata-rata, IHSG membukukan imbal hasil sebesar 1,58% secara bulanan pada bulan Januari.


Jadi, jika berkaca kepada sejarah, sejatinya bulan Januari merupakan bulan yang baik untuk mengoleksi saham-saham di Tanah Air.

Kini pertanyaannya, akankah IHSG kembali mengulangi capaian apiknya di bulan Januari?
Pada awal tahun ini, pasar saham dunia dibebani oleh memanasnya tensi antara AS dan Iran.

Seperti yang diketahui, pada Jumat pagi waktu Indonesia (3/1/2020) AS menembak mati petinggi pasukan militer Iran. Jenderal Qassim Soleimani yang merupakan pemimpin dari Quds Force selaku satuan pasukan khusus yang dimiliki Revolutionary Guards (salah satu bagian dari pasukan bersenjata Iran), tewas dalam serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad.

Selain itu, Abu Mahdi al-Muhandis yang merupakan wakil komandan dari Popular Mobilization Forces selaku kelompok milisi Irak yang dibekingi oleh Iran, juga meninggal dunia.

Sebagai balasan, pada Rabu pagi waktu Indonesia Iran menembakkan misil ke dua markas militer AS di Irak. Diketahui, lebih dari selusin misil balistik diluncurkan oleh Iran ke dua markas militer AS tersebut.

"Jelas bahwa rudal ini diluncurkan dari Iran dan menargetkan setidaknya dua pangkalan militer Irak yang menampung personel militer dan koalisi AS di Al-Assad dan Irbil," kata juru bicara Pentagon pasca serangan.

Melansir CNBC International, setelah serangan Iran terjadi, Presiden AS Donald Trump mengadakan pertemuan dengan para penasihat utamanya di Gedung Putih. Pertemuan tersebut dihadiri Wakil Presiden Mike Pence, Menteri Pertahanan Mark Esper, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, dan Jenderal Angkatan Darat Mark Milley.

Namun, kini tensi antara AS dan Iran sudah mereda. Pada Rabu malam waktu Indonesia, Trump memberikan konferensi pers terkait serangan yang diluncurkan oleh Iran. Dirinya membantah klaim pemerintah Iran yang mengatakan bahwa ada sebanyak 80 tentara AS yang tewas dalam serangan tersebut. Dirinya pun menyakini bahwa serangan tersebut merupakan serangan terakhir dari Iran.

"Tidak ada warga AS yang terluka dalam serangan rudal Iran," ujar Trump di Gedung Putih, sebagaimana dilansir dari AFP.

"Iran tampaknya akan mundur, yang mana ini baik untuk semua pihak terkait," katanya.

Trump menegaskan tidak akan menyerang balik Iran. Menurutnya, meski memiliki kekuatan militer terbaik di dunia, AS tak selamanya harus menggunakan itu.

"Fakta bahwa kita memiliki militer dan peralatan terbaik tidak berarti membuat kita harus menggunakannya."

Trump lantas memilih untuk menjatuhkan sanksi ekonomi baru terhadap Iran. Sanksi yang tidak dijelaskan secara detail ini, disebut Trump, nantinya akan berlaku sampai Iran mengubah perilakunya, terutama soal pengembangan nuklir.

"Iran harus meninggalkan ambisi nuklirnya dan mengakhiri dukungannya untuk terorisme," sebut Trump.

Perkembangan tersebut jelas memberikan kelegaan bagi pelaku pasar. Pasalnya, sebelumnya terdapat kekhawatiran bahwa AS akan balik menggempur Iran.
Untuk diketahui, sebelumnya pada Minggu pagi waktu Indonesia (5/1/2020) atau Sabtu malam waktu AS (4/1/2020), Trump memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas pembunuhan Soleimani yang diotorisasi sendiri oleh dirinya. Kalau sampai peringatan tersebut tak diindahkan, Trump menyatakan akan menyerang sebanyak 52 wilayah sebagai balasan.

Hal tersebut diumumkan oleh Trump melalui serangkaian cuitan di akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump. Menurut Trump, beberapa dari 52 wilayah tersebut merupakan lokasi yang sangat penting bagi Iran. Dipilihnya 52 wilayah tersebut melambangkan jumlah tawanan asal AS yang disandera oleh Iran di masa lalu.

AS-Iran & AS-China Adem, Akankah IHSG Hijau Lagi di Januari?Foto: Twitter Donald Trump
Lebih lanjut, aura damai dagang AS-China yang kian terasa ikut menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Tanah Air dalam dua hari terakhir. Kemarin, China mengumumkan bahwa Wakil Perdana Menteri Liu He akan berkunjung ke Washington pada pekan depan untuk meneken kesepakatan dagang tahap satu.

"Karena undangan dari AS, Liu He akan memimpin delegasi ke Washington dari tanggal 13 hingga 15 Januari untuk menandatangani perjanjian fase I," kata Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng, sebagaimana dikutip dari AFP.

Sebelumnya, tanda-tanda bahwa kesepakatan dagang tahap satu akan bisa diteken pada pekan depan sudah sempat terasa. Melansir Global Times, AS dan China berada di jalur yang tepat untuk meneken kesepakatan dagang tahap satu.

Menurut para sumber dan analis yang diwawancarai oleh Global Times, seremoni penandatanganan kesepakatan dagang kedua negara bisa diselenggarakan pada pekan depan.

Sebagai informasi, Global Times merupakan media yang dimiliki dan dijalankan oleh Partai Komunis sehingga informasi yang diberikan terkait perkembangan perang dagang AS-China memang biasanya akurat.

Seperti yang diketahui, belum lama ini AS dan China mengumumkan bahwa mereka telah berhasil mencapai kesepakatan dagang tahap satu.

Dengan adanya kesepakatan dagang tahap satu tersebut, Trump membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China pada tanggal 15 Desember. Untuk diketahui, nilai produk impor asal China yang akan terdampak oleh kebijakan ini sejatinya mencapai US$ 160 miliar.

Tak sampai di situ, Trump mengatakan bahwa bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar nantinya akan dipangkas menjadi 7,5% saja sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu. Di sisi lain, China membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk balasan yang disiapkan guna membalas bea masuk dari AS pada tanggal 15 Desember.

Masih sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu, China akan meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS secara signifikan. Trump menyebut bahwa China akan segera memulai pembelian produk agrikultur asal AS yang jika ditotal akan mencapai US$ 50 miliar.

Sejauh ini, AS dan China masih merupakan dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi. Ketika keduanya bisa meneken kesepakatan dagang tahap satu, arus perdagangan dan investasi dunia bisa pulih. Hal ini praktis menjadi kabar positif bagi bursa saham dunia. Di sisi lain, pelaku pasar saham Tanah Air perlu mewaspadai rilis data penjualan barang-barang ritel periode November 2019. Data penjualan barang-barang ritel periode November 2019 dirilis oleh Bank Indonesia (BI) pada hari ini.

Sepanjang November 2019, BI mencatat bahwa penjualan barang-barang ritel hanya tumbuh sebesar 1,3% secara tahunan, jauh di bawah pertumbuhan pada periode Oktober 2019 yang sebesar 3,6%.

Capaian tersebut juga jauh di bawah capaian periode yang sama tahun sebelumnya (November 2018) kala penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 3,4% secara tahunan.

Untuk periode Desember 2019, angka sementara dari BI menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel justru terkontraksi sebesar 0,2% secara tahunan, jauh di bawah capaian Desember 2018 yakni pertumbuhan sebesar 7,7%.

Lantas, lagi-lagi pertumbuhan penjualan barang-barang ritel berada di bawah capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Sebagai catatan, dalam periode Mei-September 2019 (lima bulan beruntun), pertumbuhan penjualan barang-barang ritel selalu berada di bawah capaian periode yang sama tahun sebelumnya.

Bahkan pada bulan Juni, penjualan barang-barang ritel terkontraksi 1,8% secara tahunan. Pada Juni 2018, diketahui ada pertumbuhan sebesar 2,3% YoY.

Barulah pada periode Oktober 2019 pertumbuhan penjualan barang-barang ritel bisa berada di atas capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Oktober 2019, penjualan barang-barang diketahui tumbuh sebesar 3,6% secara tahunan, sementara pada Oktober 2018 pertumbuhannya adalah sebesar 2,9%.



Lesunya pertumbuhan penjualan barang-barang ritel pada bulan November dan Desember lantas kembali membuat kekhawatiran terkait dengan lemahnya konsumsi masyarakat Indonesia mencuat.

Sebelumnya, kekhawatiran terkait dengan lemahnya konsumsi masyarakat mencuat pasca Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi periode Desember 2019, sekaligus angka inflasi untuk keseluruhan tahun 2019.

BPS mencatat bahwa pada bulan Desember terjadi inflasi sebesar 0,34% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan yang juga merupakan inflasi untuk keseluruhan tahun 2019 berada di level 2,72%.

"Dengan inflasi Desember 2019 0,34% maka inflasi 2019 secara keseluruhan 2,72%," kata Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS, Kamis (2/1/2020).

Capaian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,51%, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,93%.

Pada perdagangan hari ini, indeks sektor barang konsumsi terkoreksi sebesar 0,33%. Saham-saham konsumer yang dilego pelaku pasar pada perdagangan hari ini di antaranya: PT Mayora Indah Tbk/MYOR (-1,44%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-1,2%), PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Co Tbk/ULTJ (-0,93%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-0,44%), dan PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk/SIDO (-0,39%).

Jika aksi jual atas saham-saham konsumer terus berlanjut, capaian apik yang biasanya dibukukan oleh IHSG pada bulan Januari bisa saja tak akan kita dapati di tahun 2019. Maklum, sektor barang konsumsi merupakan sektor dengan kontribusi terbesar kedua bagi IHSG setelah sektor jasa keuangan.

Per akhir penutupan perdagangan hari ini, sektor barang konsumsi berkontribusi sebesar 16,57% terhadap total kapitalisasi pasar IHSG.

Dengan melihat fakta bahwa tensi antara AS dan Iran sudah mereda, beserta dengan fakta bahwa kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China akan diteken pada pekan depan, ada peluang yang besar bahwa IHSG akan mampu mempertahankan kinerja apiknya di bulan Januari, dengan catatan aksi jual atas saham-saham konsumer tidak berlanjut.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Next Page
AS-Iran Adem
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular