
Harga Batu Bara Menguat, Saham BUMI Melesat
Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
10 January 2020 17:17

Jakarta, CNBC Indonesia- Kenaikan harga batu bara juga membuat harga saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menguat 4,41% menjadi Rp 71 pada penutupan pasar, Jumat (10/01/2019).
Bahkan saham emiten batu bara terbesar di Indonesia ini sempat menyentuh Rp 75, atau naik 10,29% dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya pada level Rp 68
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing mengakumulasi saham BUMI dengan nilai beli bersih Rp 771,42 juta. Adapun total transaksi saham BUMI pada hari ini mencapai Rp 74,54 miliar.
Melesatnya harga emiten batu bara ini juga tidak terlepas dari kenaikan harga batu bara dunia, setelah bergerak flat di awal tahun. Pada Kamis (9/1/2020) harga komoditas batu bara kontrak ICE Newcastle mengalami kenaikan sebesar 3,46% dibanding posisi penutupan perdagangan sehari sebelumnya. Harga batu bara menyentuh level US$ 71,8/ton.
Memang setelah akhir tahun, aktivitas perdagangan terutama komoditas batu bara belum pulih benar. Hal ini tercermin dari aktivitas pengiriman jalur laut yang diindikasikan dengan menurunnya permintaan terhadap kapal tanker yang mengangkut komoditas batu bara.
Salah satu faktor yang mendukung harga batu bara naik kemarin adalah penipisan stok batu bara di pelabuhan maupun unit pembangkit listrik di China.
Berdasarkan data Refinitiv, persediaan batu bara di pelabuhan utama China bagian utara yaitu Caofeidian, Qinhuangdao dan Jingtang berada di posisi 15,41 juta ton per 3 Januari 2020. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 16,57 juta ton.
Sektor industri China yang mulai merangkak naik jadi sentimen positif untuk harga batu bara. Data Industrial Production China bulan November 2019 menunjukkan pertumbuhan di angka 6,2% (yoy) jauh melebihi konsensus yang meramal kenaikan hanya 5% saja.
Dengan peningkatan aktivitas industri di China maka konsumsi batu bara berpotensi naik di saat persediaan batu bara China mulai menipis.
Konsumsi batu bara global masih akan ditopang oleh Asia terutama dari China, India dan Vietnam. Sementara konsumsi batu bara Eropa dan AS akan terus turun, konsisten dengan upaya mereka untuk menurunkan carbon footprint penyebab perubahan iklim. IEA meramal permintaan batu bara masih cenderung stabil hingga 2024.
(dob/dob) Next Article Jokowi Larang Ekspor Minerba, Ini Respons dari BUMI
Bahkan saham emiten batu bara terbesar di Indonesia ini sempat menyentuh Rp 75, atau naik 10,29% dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya pada level Rp 68
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing mengakumulasi saham BUMI dengan nilai beli bersih Rp 771,42 juta. Adapun total transaksi saham BUMI pada hari ini mencapai Rp 74,54 miliar.
Melesatnya harga emiten batu bara ini juga tidak terlepas dari kenaikan harga batu bara dunia, setelah bergerak flat di awal tahun. Pada Kamis (9/1/2020) harga komoditas batu bara kontrak ICE Newcastle mengalami kenaikan sebesar 3,46% dibanding posisi penutupan perdagangan sehari sebelumnya. Harga batu bara menyentuh level US$ 71,8/ton.
Memang setelah akhir tahun, aktivitas perdagangan terutama komoditas batu bara belum pulih benar. Hal ini tercermin dari aktivitas pengiriman jalur laut yang diindikasikan dengan menurunnya permintaan terhadap kapal tanker yang mengangkut komoditas batu bara.
Salah satu faktor yang mendukung harga batu bara naik kemarin adalah penipisan stok batu bara di pelabuhan maupun unit pembangkit listrik di China.
Berdasarkan data Refinitiv, persediaan batu bara di pelabuhan utama China bagian utara yaitu Caofeidian, Qinhuangdao dan Jingtang berada di posisi 15,41 juta ton per 3 Januari 2020. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 16,57 juta ton.
Sektor industri China yang mulai merangkak naik jadi sentimen positif untuk harga batu bara. Data Industrial Production China bulan November 2019 menunjukkan pertumbuhan di angka 6,2% (yoy) jauh melebihi konsensus yang meramal kenaikan hanya 5% saja.
Dengan peningkatan aktivitas industri di China maka konsumsi batu bara berpotensi naik di saat persediaan batu bara China mulai menipis.
Konsumsi batu bara global masih akan ditopang oleh Asia terutama dari China, India dan Vietnam. Sementara konsumsi batu bara Eropa dan AS akan terus turun, konsisten dengan upaya mereka untuk menurunkan carbon footprint penyebab perubahan iklim. IEA meramal permintaan batu bara masih cenderung stabil hingga 2024.
(dob/dob) Next Article Jokowi Larang Ekspor Minerba, Ini Respons dari BUMI
Most Popular