Penjualan Ritel Lesu, Langkah IHSG jadi Kurang Meyakinkan

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 January 2020 12:13
Penjualan Ritel Lesu, Langkah IHSG jadi Kurang Meyakinkan
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (10/1/2020), di zona hijau.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,2% ke level 6.287,17. IHSG kemudian terus memperlebar penguatannya. Titik tertinggi IHSG pada hari ini berada di level 6.295,37, mengimplikasikan apresiasi sebesar 0,33% jika dibandingkan dengan posisi pada penutupan perdagangan kemarin, Kamis (9/1/2020).

Namun, per akhir sesi satu apresiasi IHSG tinggal tersisa 0,02% ke level 6.275,996.

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga sedang bergerak di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei terapresiasi 0,15%, indeks Hang Seng naik 0,06%, indeks Straits Times terkerek 0,14%, dan indeks Kospi bertambah 0,43%.

Aura damai dagang AS-China yang kian terasa menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Kemarin, China mengumumkan bahwa Wakil Perdana Menteri Liu He akan berkunjung ke Washington pada pekan depan untuk meneken kesepakatan dagang tahap satu.

"Karena undangan dari AS, Liu He akan memimpin delegasi ke Washington dari tanggal 13 hingga 15 Januari untuk menandatangani perjanjian fase I," kata Menteri Pertanian China Gao Feng, sebagaimana dikutip AFP, Kamis (9/1/2020).

Sebelumnya, tanda-tanda bahwa kesepakatan dagang tahap satu akan bisa diteken pada pekan depan sudah sempat terasa. Melansir Global Times, AS dan China berada di jalur yang tepat untuk meneken kesepakatan dagang tahap satu.

Menurut para sumber dan analis yang diwawancarai oleh Global Times, seremoni penandatanganan kesepakatan dagang kedua negara bisa diselenggarakan pada pekan depan.

Sebagai informasi, Global Times merupakan media yang dimiliki dan dijalankan oleh Partai Komunis sehingga informasi yang diberikan terkait perkembangan perang dagang AS-China memang biasanya akurat.

Seperti yang diketahui, belum lama ini AS dan China mengumumkan bahwa mereka telah berhasil mencapai kesepakatan dagang tahap satu.

Dengan adanya kesepakatan dagang tahap satu tersebut, Presiden AS Donald Trump membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China pada tanggal 15 Desember. Untuk diketahui, nilai produk impor asal China yang akan terdampak oleh kebijakan ini sejatinya mencapai US$ 160 miliar.

Tak sampai di situ, Trump mengatakan bahwa bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar nantinya akan dipangkas menjadi 7,5% saja sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu. Di sisi lain, China membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk balasan yang disiapkan guna membalas bea masuk dari AS pada tanggal 15 Desember.

Masih sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu, China akan meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS secara signifikan. Trump menyebut bahwa China akan segera memulai pembelian produk agrikultur asal AS yang jika ditotal akan mencapai US$ 50 miliar.
Sektor konsumer menjadi sektor yang membebani langkah IHSG. Pada pembukaan perdagangan, indeks sektor barang konsumsi menguat 0,2%. Per akhir sesi satu, indeks sektor barang konsumsi justru terkoreksi 0,11%.

Saham-saham konsumer yang dilego pelaku pasar di antaranya: PT Mayora Indah Tbk/MYOR (-1,44%), PT Garuda Putra Putri Jaya Tbk/GOOD (-1%), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-0,61%), PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-0,31%), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,3%).

Saham-saham konsumer dilego pelaku pasar menyusul rilis survei penjualan eceran periode November 2019 oleh Bank Indonesia (BI). Sepanjang November 2019, BI mencatat bahwa penjualan barang-barang ritel hanya tumbuh sebesar 1,3% secara tahunan, jauh di bawah pertumbuhan pada periode Oktober 2019 yang sebesar 3,6%.

Capaian tersebut juga jauh di bawah capaian periode yang sama tahun sebelumnya (November 2018) kala penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 3,4% secara tahunan.

Untuk periode Desember 2019, angka sementara dari BI menunjukkan bahwa penjualan barang-barang ritel justru terkontraksi sebesar 0,2% secara tahunan, jauh di bawah capaian Desember 2018 yakni pertumbuhan sebesar 7,7%.

Lantas, lagi-lagi pertumbuhan penjualan barang-barang ritel berada di bawah capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Sebagai catatan, dalam periode Mei-September 2019 (lima bulan beruntun), pertumbuhan penjualan barang-barang ritel selalu berada di bawah capaian periode yang sama tahun sebelumnya.

Bahkan pada bulan Juni, penjualan barang-barang ritel terkontraksi 1,8% secara tahunan. Pada Juni 2018, diketahui ada pertumbuhan sebesar 2,3% YoY.

Barulah pada periode Oktober 2019 pertumbuhan penjualan barang-barang ritel bisa berada di atas capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Oktober 2019, penjualan barang-barang diketahui tumbuh sebesar 3,6% secara tahunan, sementara pada Oktober 2018 pertumbuhannya adalah sebesar 2,9%.



Lesunya pertumbuhan penjualan barang-barang ritel pada bulan November dan Desember lantas kembali membuat kekhawatiran terkait dengan lemahnya konsumsi masyarakat Indonesia mencuat.

Sebelumnya, kekhawatiran terkait dengan lemahnya konsumsi masyarakat mencuat pasca Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi periode Desember 2019, sekaligus angka inflasi untuk keseluruhan tahun 2019.

BPS mencatat bahwa pada bulan Desember terjadi inflasi sebesar 0,34% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan yang juga merupakan inflasi untuk keseluruhan tahun 2019 berada di level 2,72%.

"Dengan inflasi Desember 2019 0,34% maka inflasi 2019 secara keseluruhan 2,72%," kata Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS, Kamis (2/1/2020).

Capaian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,51%, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,93%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular