
Seandainya Iran Tidak "Kirim" Rudal, Rupiah Bisa Saja Menguat
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 January 2020 18:03

Sebelum Iran menyerang pangkalan militer AS Selasa (7/1/2020) pagi tadi, Teheran sudah mengumumkan ancaman tersebut pada Senin sore, dengan mengatakan memiliki 13 skenario balas dendam kepada AS atas pembunuhan atasQassim Soleimani, Jenderal Quds Force, pasukan elite Iran.
Jenderal Soleimani adalah sosok penting nomor dua di Iran dan dikenal sebagai tokoh revolusioner. Dia dibunuh AS dengan rudal pesawat tanpa awak ketika sedang menunggalkan bandara internasional Baghdad.
Bloomberg yang mengutip Fars News Agency melaporkan Kepala Komite Pengamanan Nasional Iran Ali Shamkhani mengatakan Teheran sedang menyiapkan 13 skenario untuk membalas AS. Bahkan, ia mengatakan hal ini bisa menjadi "mimpi buruk bersejarah" bagi AS.
"Bahkan jika skenario terlemah kita disetujui, penerapannya bisa menjadi mimpi buruk bersejarah bagi Amerika," katanya. "Keseluruhan pasukan perlawanan akan membalas."
Kurang dari 24 jam setelah ancaman tersebut, Iran benar-benar melakukan balas dendam. Serangan misil sudah dilakukan pagi ini, meski belum ada laporan awal berapa korban luka-luka atau meninggal akibat serangan tersebut.
Presiden AS Donald Trump merespon serangan tersebut. "Semua baik-baik saja! Misil diluncurkan dari Iran ke dua pangkalan militer di Irak," kata Trump melalui akun Twitternya.
"Saat ini sedang dilakukan perhitungan jumlah korban dan kerusakan. Sejauh ini, cukup baik! Kita memiliki perlengkapan militer yang paling kuat di seluruh dunia! Saya akan membuat pernyataan besok pagi (Rabu pagi waktu AS)," tambah Trump.
Pelaku pasar kini dibuat cemas akan kemungkinan perang yang lebih luas, yang membuat rupiah tertekan. Presiden Trump akhir pekan lalu memperingatkan Iran untuk tidak balas dendam atas tewasnya Jendral Soleimani. Jika peringatan tersebut tidak dihiraukan, Trump akan menyerang sebanyak 52 wilayah Iran sebagai balasan.
Seandainya Iran tidak menyerang AS, rupiah sepertinya bisa kembali menguat melihat pergerakan di sore ini, dan sepanjang Selasa kemarin yang membentuk pola Black Marubozu secara teknikal.
(pap/pap)
Jenderal Soleimani adalah sosok penting nomor dua di Iran dan dikenal sebagai tokoh revolusioner. Dia dibunuh AS dengan rudal pesawat tanpa awak ketika sedang menunggalkan bandara internasional Baghdad.
Bloomberg yang mengutip Fars News Agency melaporkan Kepala Komite Pengamanan Nasional Iran Ali Shamkhani mengatakan Teheran sedang menyiapkan 13 skenario untuk membalas AS. Bahkan, ia mengatakan hal ini bisa menjadi "mimpi buruk bersejarah" bagi AS.
Kurang dari 24 jam setelah ancaman tersebut, Iran benar-benar melakukan balas dendam. Serangan misil sudah dilakukan pagi ini, meski belum ada laporan awal berapa korban luka-luka atau meninggal akibat serangan tersebut.
Presiden AS Donald Trump merespon serangan tersebut. "Semua baik-baik saja! Misil diluncurkan dari Iran ke dua pangkalan militer di Irak," kata Trump melalui akun Twitternya.
"Saat ini sedang dilakukan perhitungan jumlah korban dan kerusakan. Sejauh ini, cukup baik! Kita memiliki perlengkapan militer yang paling kuat di seluruh dunia! Saya akan membuat pernyataan besok pagi (Rabu pagi waktu AS)," tambah Trump.
Pelaku pasar kini dibuat cemas akan kemungkinan perang yang lebih luas, yang membuat rupiah tertekan. Presiden Trump akhir pekan lalu memperingatkan Iran untuk tidak balas dendam atas tewasnya Jendral Soleimani. Jika peringatan tersebut tidak dihiraukan, Trump akan menyerang sebanyak 52 wilayah Iran sebagai balasan.
Seandainya Iran tidak menyerang AS, rupiah sepertinya bisa kembali menguat melihat pergerakan di sore ini, dan sepanjang Selasa kemarin yang membentuk pola Black Marubozu secara teknikal.
Apalagi dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) merilis data cadangan devisa Indonesia bulan Desember 2019 yang naik menjadi US$ 129,18 miliar, dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat US$ 126,63 miliar. Cadangan devisa di bulan Desember tersebut sekaligus menjadi yang tertinggi sejak Januari 2018.
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,6 bulan impor atau 7,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," tulis BI dalam keterangannya, Rabu (8/1/2020).
(pap/pap)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular