
OJK Buka Kronologis Masalah yang Menimpa Jiwasraya
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
08 January 2020 13:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan kronologi kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero). OJK mencatat, poin krusial yang menyebabkan masalah Jiwasraya antara lain memberikan jaminan imbal hasil (guarantee return) yang tinggi yang dilakukan bertahun-tahun.
Deputi Komisioner OJK Bidang Industri Keuangan Non Bank Muhammad Ichsanudin mengungkapkan, kasus yang melanda Jiwasraya sangat pelik dan berlangsung cukup lama.
"Sejak krisis moneter tahun 1997 dan 1998, pembinaan dan pengawasan industri asuransi mewajibkan risk based capital atau RBC atau rasio solvabilitas," terang Ichsanudin, dalam salah satu acara talkshow di televisi swasta nasional, Selasa (7/01/2020).
Saat ini, rasio kecukupan modal Jiwasraya atau Risk Based Capital (RBC) minus hingga 850%. RBC adalah rasio solvabilitas yang menunjukkan kesehatan keuangan perusahaan asuransi, di mana semakin besar maka makin sehat pula kondisi finansialnya.
Angka ini jauh dari ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengharuskan modal minimum yang harus dipenuhi oleh perusahaan asuransi baik umum atau jiwa adalah 120%.
Dalam Dokumen Penyelamatan Jiwasraya yang diperoleh CNBC Indonesia, disebutkan untuk mencapai nilai RBC sampai 120%, dibutuhkan dana sebesar Rp 32,89 triliun.
Puncaknya, kata dia, terjadi kala Jiwasraya mengalami gagal bayar atas produk JS Saving Plan pada 1 Oktober 2018. Manajemen tidak mampu membayar polis asuransi JS Saving Plan yang jatuh tempo sebesar Rp 802 miliar.
Ichsanuddin menuturkan, selaku otoritas yang mengawasi Jiwasraya, OJK sudah memanggil direksi Jiwasraya pada April 2018 untuk mendiskusikan jalan terbaik mengenai masalah Jiwasraya.
"Pertemuan ini bukan konteks solvensi yang jadi viral, tapi penerimaan premi yang turun drastis," katanya menjelaskan.
Kasus ini pun membuat stakeholder turun tangan mulai dari Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Kejaksaan Agung hingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Perkembangan terbaru, BPK menurunkan tim untuk melakukan investigasi terkait kasus Jiwasraya. BPK segera akan melakukan audit investigasi terhadap perusahaan asuransi pelat merah tersebut yang memiliki gagal bayar polis mencapai Rp 12,4 triliun.
(hps/hps) Next Article Update Terbaru Kasus Jiwasraya dan Indosurya dari OJK
Deputi Komisioner OJK Bidang Industri Keuangan Non Bank Muhammad Ichsanudin mengungkapkan, kasus yang melanda Jiwasraya sangat pelik dan berlangsung cukup lama.
"Sejak krisis moneter tahun 1997 dan 1998, pembinaan dan pengawasan industri asuransi mewajibkan risk based capital atau RBC atau rasio solvabilitas," terang Ichsanudin, dalam salah satu acara talkshow di televisi swasta nasional, Selasa (7/01/2020).
Saat ini, rasio kecukupan modal Jiwasraya atau Risk Based Capital (RBC) minus hingga 850%. RBC adalah rasio solvabilitas yang menunjukkan kesehatan keuangan perusahaan asuransi, di mana semakin besar maka makin sehat pula kondisi finansialnya.
Dalam Dokumen Penyelamatan Jiwasraya yang diperoleh CNBC Indonesia, disebutkan untuk mencapai nilai RBC sampai 120%, dibutuhkan dana sebesar Rp 32,89 triliun.
Puncaknya, kata dia, terjadi kala Jiwasraya mengalami gagal bayar atas produk JS Saving Plan pada 1 Oktober 2018. Manajemen tidak mampu membayar polis asuransi JS Saving Plan yang jatuh tempo sebesar Rp 802 miliar.
Ichsanuddin menuturkan, selaku otoritas yang mengawasi Jiwasraya, OJK sudah memanggil direksi Jiwasraya pada April 2018 untuk mendiskusikan jalan terbaik mengenai masalah Jiwasraya.
"Pertemuan ini bukan konteks solvensi yang jadi viral, tapi penerimaan premi yang turun drastis," katanya menjelaskan.
Kasus ini pun membuat stakeholder turun tangan mulai dari Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Kejaksaan Agung hingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Perkembangan terbaru, BPK menurunkan tim untuk melakukan investigasi terkait kasus Jiwasraya. BPK segera akan melakukan audit investigasi terhadap perusahaan asuransi pelat merah tersebut yang memiliki gagal bayar polis mencapai Rp 12,4 triliun.
(hps/hps) Next Article Update Terbaru Kasus Jiwasraya dan Indosurya dari OJK
Most Popular