Rupiah Perkasa, Cadangan Devisa 2019 Nambah US$ 8,5 miliar

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
08 January 2020 10:54
Penguatan cadangan devisa 2019 terjadi bahkan di tengah defisit neraca perdagangan nasional, karena rupiah tak butuh
Foto: CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Cadangan devisa (Cadev) Republik ini menguat sebesar US$ 8,5 miliar (Rp 118,3 triliun) secara akumulatif, sepanjang tahun 2019. Penguatan terjadi bahkan di tengah defisit neraca perdagangan nasional, karena rupiah tak butuh "diinfus".

Bank Indonesia (BI) merilis data cadangan devisa Indonesia pada bulan Desember tahun lalu  sebesar US$ 129,18 miliar. Angka ini meningkat US$ 2,5 miliar dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat US$ 126,63 miliar.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,6 bulan impor atau 7,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," tulis BI dalam keterangannya, Rabu (8/1/2020).

Bank sentral menilai cadev tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Pembentuk cadev Desember adalah penerimaan devisa migas, penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, dan penerimaan valas lainnya.

Jika dilihat dalam tren tahunan, cadangan devisa Indonesia menguat signifikan dibandingkan posisi Desember 2018, hingga membawa cadev kembali mendekati posisi tertinggi Januari 2018 senilai US$132 miliar.

Sebagaimana diketahui, cadev sepanjang 2018 merosot hingga US$ 9,3 miliar, dari senilai US$ 130 miliar pada Desember 2017 menjadi hanya 120,7 miliar (Desember 2018). Penurunan tersebut terutama karena kebutuhan intervensi rupiah dan defisit neraca perdagangan.

Sepanjang tahun 2018, rupiah melemah hingga 7%, dari kisaran Rp 13 420 per dolar AS menjadi Rp 14.375 per dolarnya. Karenanya, bank sentral harus masuk ke pasar dengan memborong rupiah, alias melepas dan menukarkan cadangan dolar AS yang dimilikinya, agar nilai kurs Garuda tak begitu parah tertekan.

Tahun lalu, ceritanya jauh berbeda dan bahkan berkebalikan. Rupiah berada pada lingkungan yang mendukung penguatan menyusul masuknya pemodal asing ke pasar obligasi nasional menyusul perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang melunak. Karenanya, intervensi moneter tidak diperlukan guna menjaga kestabilan kurs nasional.

[Gambas:Video CNBC]



Menurut data Revinitif, rupiah pada Desember tercatat menguat 220 poin atau 1,56% dari Rp 14.100 (29 November 2019) ke Rp 13.880 per dolar AS (31 Desember 2019). Secara tahunan, rupiah menguat 3,4% dari level akhir 2018 (Rp 14.375 per dolar AS).

Devisa hasil ekspor (DHE) tahun lalu belum bisa menjadi andalan untuk memupuk cadev secara signifikan karena posisi perdagangan nasional yang masih defisit. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan November 2019 senilai US$ 1,33 miliar. Secara kumulatif dari Januari-November 2019, defisit neraca perdagangan mencapai US$ 3,11 miliar.

Lalu dari mana sumber lainnya? Jawabannya dari pinjaman luar negeri, atau emisi obligasi berdenominasi dolar AS. Harap dicatat, untuk membiayai APBN 2019 Kementerian Keuangan menyiapkan emisi global bond senilai Rp 120 triliun (US$ 8,44 miliar).



TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/dru) Next Article Rekor Lagi! Cadangan Devisa RI Sentuh US$ 138,8 Miliar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular