Analisis

Mulai Bangkit, Sektor Konsumer Dilirik di Awal Tahun

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
07 January 2020 17:36
Mulai Bangkit, Sektor Konsumer Dilirik di Awal Tahun
Foto: foto: foto : Giant Mampang Tutup (foto : Rehia Sebayang)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sektor konsumer sepertinya patut dijadikan pilihan portofolio investasi tahun ini mengingat naiknya tingkat kepercayaan konsumen dan potensi daya beli masyarakat berpotensi meningkat.

Data bursa pada Selasa (7/1/2019) sektor konsumer naik 1,31%, naik paling tinggi dibandingkan indeks sektoral lainnya dan menyumbang 13 poin bagi penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Saham-saham yang paling mendorong kenaikan ialah PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk/HMSP (+4,65%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+2,99%), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (+2,5%), PT Mayora Indah Tbk/MYOR (+0,5%).

Sejak awal tahun 2020, sektor berbobot terbesar kedua setelah keuangan tersebut mengalami penguatan 2,4%. Tahun lalu, sektor konsumer anjlok 20,11% dan menjadi sektor paling anjlok di bursa.

Seiring berjalannya waktu, sinyal positif mulai terlihat seiring naiknya angka survei Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang diumumkan Bank Indonesia (BI). Keyakinan konsumen Indonesia pada bulan Desember 2019 naik 2,2 poin menjadi 126,4 dan menjadi yang tertinggi dalam 6 bulan terakhir. 

BI mengatakan konsumen lebih optimis terhadap kondisi ekonomi dalam negeri kedepannya, hal ini dipicu persepsi akan ketersediaan lapangan kerja, penghasilan saat ini, dan pembelian barang tahan lama (durable goods).



Tidak hanya dari sisi konsumen yang optimis, dunia usaha juga optimis. Hal ini tercermin dari data IHS Markit yang mengumumkan angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia periode Desember yang naik 1,3 poin menjadi 49,5.

PMI manufaktur Indonesia mengalami kontraksi selama enam bulan beruntun. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal, di bawah 50 berarti dunia usaha belum melakukan ekspansi, namun demikian titik cerah mulai terlihat dengan adanya kenaikan data PMI tersebut.

Beberapa hal berikut ini berpotensi meningkatkan daya beli masyarakat dalam negeri. Pertama, Pemerintah akan mempercepat akselerasi belanja terutama pada pos belanja modal.

"Saya ingin kembali lagi menyampaikan, mengingatkan kepada seluruh Kementerian Lembaga (KL) agar belanja di bulan-bulan awal ini dipercepat" kata Jokowi, Senin (6/1/2020).

"Terutama yang berkaitan dengan anggaran-anggaran modal, belanja modal. Sekali lagi agar belanjanya dipercepat, ini berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi," jelasnya.

Dengan pengeluaran yang dipercepat maka perekonomian akan berputar lebih cepat dan sektor rumah tangga berpotensi mendapatkan income untuk berbelanja dalam rangka memenuhi kebutuhan.

Kedua, Pemerintah resmi menurunkan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan untuk jenis bahan bakar umum memang telah diatur harganya mengikuti formula baru yang dituangkan dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 187 K/10/MEM/2019 yang dibuat oleh Menteri ESDM terdahulu, Ignasius Jonan.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menjelaskan dengan berlakunya Kepmen per 1 Januari 2020, maka konstanta batas atas formula harga jual BBM Jenis Umum jenis RON di bawah 95 dan Minyak Solar CN 48 yang semula Rp2.542 per liter kini menjadi hanya Rp1.000 per liter.

Hal ini tentunya dapat membuat pengeluaran rumah tangga semakin efisien karena adanya tambahan dana yang tersedia yang diperoleh dari penghematan pembelian BBM, tentunya uang yang ada dapat digunakan untuk menambah konsumsi.

Ketiga, Harga minyak sawit mentah (CPO) di Bursa Malaysia Derivatif Exchange cenderung mengalami kenaikan. Harga CPO kontrak pengiriman tiga bulan diperdagangkan RM 3.068/ton, naik lebih dari 30% dalam setahun.

Harganya bahkan berpotensi semakin melesat jika tensi hubungan Amerika Serikat (AS) dengan Iran meningkat. "Jika perang terjadi antara AS dan Iran, maka jalur pengiriman minyak sawit akan terganggu dan harga pengiriman menjadi naik." Kata Paramalingam Supramaliam direktur broker komoditas, Pelindung Bestari Sdn Bhd.

Isu penurunan output juga menjadi risiko tersendiri dari sisi suplai yang membuat harga CPO kokoh berada di atas. Penurunan output ini dipicu oleh kekeringan yang melanda Asia Tenggara dan rendahnya penggunaan pupuk oleh petani karena harga yang sempat tertekan.

Keempat, Hal terakhir yang erat kaitannya dengan harga ialah kenaikan pada harga barang itu sendiri atau inflasi. Pemerintah pada tahun 2019 dapat dikatakan berhasil mengendalikan kenaikan harga-harga dengan inflasi tahunan pada angka 2,72%, terendah sejak 1999.

Angka tersebut jelas lebih kecil dibandingkan dengan angka BI 7 Day RR yang berada di angka 5%, sehingga investasi masyarakat juga tidak tergerus karena suku bunga riil masih surplus 2,28%. Dampak positifnya masyarakat dapat menjangkau harga barang maupun jasa yang dibutuhkan.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular