
2 Hari Berkubang di Zona Merah, IHSG Dibuka dari Zona Hijau

Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,36% ke level 6.306,19. Pada pukul 09:30 WIB, apresiasi indeks saham acuan di Indonesia tersebut telah bertambah lebar menjadi 0,54% ke level 6.317,21.
Jika apresiasinya bertahan hingga akhir perdagangan, maka IHSG akan resmi memutus rantai pelemahan yang sudah terjadi selama dua hari beruntun.
Bursa saham Benua Kuning sukses mengekor kinerja pasar saham AS alias Wall Street yang mencetak rekor pada perdagangan kemarin, Kamis (2/1/2019). Pada penutupan perdagangan kemarin, indeks Dow Jones naik 1,16%, indeks S&P 500 menguat 0,84%, dan indeks Nasdaq Composite terapresiasi 1,33%. Ketiga indeks saham acuan di AS tersebut ditutup di level tertinggi sepanjang masa.
Wall Street masih menunjukkan performa yang kuat pasca sudah meroket di tahun 2019. Di sepanjang tahun lalu, indeks Dow Jones naik 22,3%, indeks S&P 500 menguat 28,9%, dan indeks Nasdaq Composite terapresiasi lebih dari 35%.
Tingginya ekspektasi bahwa AS dan China akan segera meneken kesepakatan dagang tahap satu menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham AS dan Asia. Menjelang tahun baru kemarin, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa kesepakatan dagang tahap satu dengan China akan diteken di Gedung Putih pada tanggal 15 Januari.
Hal tersebut diumumkan oleh Trump melalui akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump. Menurut Trump, pejabat tingkat tinggi dari China akan menghadiri penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu. Kemudian, Trump juga mengungkapkan bahwa nantinya dirinya akan bertandang ke Beijing guna memulai negosiasi terkait kesepakatan dagang tahap dua.
Seperti yang diketahui, sebelumnya AS dan China mengumumkan bahwa mereka telah berhasil mencapai kesepakatan dagang tahap satu. Dengan adanya kesepakatan dagang tahap satu tersebut, Trump membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China pada tanggal 15 Desember. Untuk diketahui, nilai produk impor asal China yang akan terdampak oleh kebijakan ini sejatinya mencapai US$ 160 miliar.
Tak sampai di situ, Trump mengatakan bahwa bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar nantinya akan dipangkas menjadi 7,5% saja sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu. Di sisi lain, China membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk balasan yang disiapkan guna membalas bea masuk dari AS pada tanggal 15 Desember.
Masih sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu, China akan meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS secara signifikan. Trump menyebut bahwa China akan segera memulai pembelian produk agrikultur asal AS yang jika ditotal akan mencapai US$ 50 miliar.
Lebih lanjut, kesepakatan dagang tahap satu AS-China juga mengatur mengenai komplain dari AS terkait pencurian hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa yang sering dialami oleh perusahaan-perusahaan asal Negeri Paman Sam.
Jika kesepakatan dagang tahap satu benar diteken nantinya, laju perekonomian AS dan China di tahun-tahun mendatang bisa terus dipertahankan di level yang relatif tinggi.
Mengingat posisi AS dan China sebagai dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi, tentu prospek ditekennya kesepakatan dagang yang semakin nyata menjadi kabar yang baik bagi perekonomian dunia.
Di sisi lain, rilis angka inflasi periode Desember 2019, sekaligus angka inflasi untuk keseluruhan tahun 2019, masih menjadi negatif yang menyelimuti perdagangan di bursa saham Indonesia.
Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pada bulan Desember terjadi inflasi sebesar 0,34% secara bulanan (month-on-month/MoM), sementara inflasi secara tahunan (year-on-year/YoY) yang juga merupakan inflasi untuk keseluruhan tahun 2019 berada di level 2,72%.
"Dengan inflasi Desember 2019 0,34% maka inflasi 2019 secara keseluruhan 2,72%," kata Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS, Kamis (2/1/2020).
Capaian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,51%, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,93%.
Untuk diketahui, dalam beberapa waktu terakhir terdapat kekhawatiran yang besar bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia sedang berada di level yang rendah. Hal ini tercermin dari rendahnya angka inflasi.
Pada awal bulan Desember, BPS mengumumkan bahwa sepanjang bulan November terjadi inflasi sebesar 0,14% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan tercatat di level 3%.
Inflasi pada bulan November berada di bawah konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia. Median dari 12 ekonom yang ikut berpartisipasi dalam pembentukan konsensus memproyeksikan tingkat inflasi secara bulanan di level 0,2%, sementara inflasi secara tahunan diperkirakan berada di angka 3,065%.
Lantas, lagi-lagi inflasi Indonesia berada di bawah ekspektasi. Sebelumnya pada bulan Oktober, BPS mencatat bahwa terjadi inflasi sebesar 0,02% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 3,13%.
Inflasi pada bulan Oktober berada di posisi yang lebih rendah ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan adanya inflasi sebesar 0,12% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan diperkirakan sebesar 3,23%.
Rilis angka inflasi di bulan Desember yang kembali berada di bawah ekspektasi praktis membuat kekhawatiran bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia sedang berada di level yang rendah menjadi bertambah besar.
Jika lemahnya konsumsi masyrakat berlanjut, bisa dipastikan bahwa lesunya laju pertumbuhan ekonomi akan berlanjut. Pasalnya, konsumsi rumah tangga membentuk lebih dari 50% perekonomian Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Besok AS-China Deal! IHSG Nyaman di Zona Hijau
