Goreng Saham Disorot Jokowi, Perlukah Market Maker Legal?
Monica Wareza, CNBC Indonesia
02 January 2020 17:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengamat pasar modal menilai aturan mengenai market maker di pasar modal perlu diperjelas sehingga tak ada transaksi yang dapat merugikan pihak tertentu.
Pengamat pasar modal Satrio Utomo mengatakan dengan banyaknya muncul permasalahan akibat praktik pasar modal yang tak sesuai dengan aturan, seharusnya ada penegasan peraturan agar hal yang sama tak terjadi lagi.
"Bursa kita itu, bursa efek yang sedang berkembang. Tapi gak mau mengakui kalau dirinya itu bursa efek yang sedang berkembang. Aturan mengenai market making...itu tidak tegas...hampir gak ada. Orang bisa menggoreng saham seenaknya, penegakan hukumnya juga lemah," kata Satrio kepada CNBC Indonesia pekan ini.
Seperti contohnya masalah keuangan yang dialami oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) membuat perusahaan gagal bayar klaim dengan nilai mencapai Rp 13 triliun. Menurut dia, hal yang sama akan terjadi jika otoritas tak melakukan perubahan atas peraturan-peraturan yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi.
Sekedar informasi, masalah keuangan Jiwasraya ini disebabkan karena nilai investasi perusahaan di saham yang saat ini turun (undervalue) kembali lagi ke harga wajar dengan nilai mencapai Rp 5,6 triliun.
Saat ini, Jiwasraya tengah terjebak karena strategi investasi yang salah, yakni menyimpan aset saham dan reksa dana di saham-saham berkualitas rendah alias saham gorengan.
Porsi investasi saham Jiwasraya adalah sebesar 22,4% dari nilai investasi atau senilai Rp 7 triliun. Sebesar 5% dari investasi saham tersebut dialokasikan ke saham-saham anggota indeks LQ45 (45 saham unggulan dan paling likuid di Bursa Efek Indonesia), sementara sisanya ke saham-saham di luar indeks LQ45.
Nilai saham ini turun drastis di Desember 2018 menjadi Rp 3,77 triliun serta ambles lagi menjadi di Rp 2,48 triliun di pencatatan September 2019.
Hingga saat ini pemerintah pun belum memberikan keputusan untuk membantu perusahaan ini dari segi keuangan dengan memberikan dana segar alias bailout.
Satrio menilai memberikan bailout bukan menjadi satu-satu jalan, sebab setelah itu tetap harus ada perubahan perilaku.
"Saya sih tergolong yang setuju bahwa Jiwasraya itu Too Big Too Fail. Cuma gini, kalau ini di bail out lalu kedepan kita bagaimana? Harusnya kan ada perubahan perilaku, perubahan peraturan yang mendasar," tegas dia.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat pembukaan perdagangan awal tahun meminta BEI dan OJK membersihkan aktivitas goreng-menggoreng saham. Jokowi tampaknya benar-benar gerah dengan aksi goreng-menggoreng dan manipulasi di industri pasar modal Indonesia. Untuk itu, Jokowi mencanangkan pada 2020 menjadi tahun bersih-bersih pasar modal dari manipulator.
Jokowi menilai pasar modal Indonesia harus benar-benar transparan, terpercaya dan valid. Hal tersebut penting dilakukan untuk
"Kita harus bangun. Harus bangun ekosistem yang baik. 2020 saya harapkan bisa jadi momentum untuk canangkan tahun pembersihan pasar modal dari manipulator. Yang sering memanipulasi yang enggak benar dipoles-poles jadi benar. Yang 100 dipoles-poles jadi 4 ribu. Hati-hati. Bersihkan dan hentikan ini!" tegas Jokowi, saat membuka perdagangan awal tahun di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (2/1/2020).
(hps/hps) Next Article Digitalisasi Picu Investor Ritel Domestik Bursa RI 'Meledak'
Pengamat pasar modal Satrio Utomo mengatakan dengan banyaknya muncul permasalahan akibat praktik pasar modal yang tak sesuai dengan aturan, seharusnya ada penegasan peraturan agar hal yang sama tak terjadi lagi.
"Bursa kita itu, bursa efek yang sedang berkembang. Tapi gak mau mengakui kalau dirinya itu bursa efek yang sedang berkembang. Aturan mengenai market making...itu tidak tegas...hampir gak ada. Orang bisa menggoreng saham seenaknya, penegakan hukumnya juga lemah," kata Satrio kepada CNBC Indonesia pekan ini.
Seperti contohnya masalah keuangan yang dialami oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) membuat perusahaan gagal bayar klaim dengan nilai mencapai Rp 13 triliun. Menurut dia, hal yang sama akan terjadi jika otoritas tak melakukan perubahan atas peraturan-peraturan yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi.
Saat ini, Jiwasraya tengah terjebak karena strategi investasi yang salah, yakni menyimpan aset saham dan reksa dana di saham-saham berkualitas rendah alias saham gorengan.
Porsi investasi saham Jiwasraya adalah sebesar 22,4% dari nilai investasi atau senilai Rp 7 triliun. Sebesar 5% dari investasi saham tersebut dialokasikan ke saham-saham anggota indeks LQ45 (45 saham unggulan dan paling likuid di Bursa Efek Indonesia), sementara sisanya ke saham-saham di luar indeks LQ45.
Nilai saham ini turun drastis di Desember 2018 menjadi Rp 3,77 triliun serta ambles lagi menjadi di Rp 2,48 triliun di pencatatan September 2019.
Hingga saat ini pemerintah pun belum memberikan keputusan untuk membantu perusahaan ini dari segi keuangan dengan memberikan dana segar alias bailout.
Satrio menilai memberikan bailout bukan menjadi satu-satu jalan, sebab setelah itu tetap harus ada perubahan perilaku.
"Saya sih tergolong yang setuju bahwa Jiwasraya itu Too Big Too Fail. Cuma gini, kalau ini di bail out lalu kedepan kita bagaimana? Harusnya kan ada perubahan perilaku, perubahan peraturan yang mendasar," tegas dia.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat pembukaan perdagangan awal tahun meminta BEI dan OJK membersihkan aktivitas goreng-menggoreng saham. Jokowi tampaknya benar-benar gerah dengan aksi goreng-menggoreng dan manipulasi di industri pasar modal Indonesia. Untuk itu, Jokowi mencanangkan pada 2020 menjadi tahun bersih-bersih pasar modal dari manipulator.
Jokowi menilai pasar modal Indonesia harus benar-benar transparan, terpercaya dan valid. Hal tersebut penting dilakukan untuk
"Kita harus bangun. Harus bangun ekosistem yang baik. 2020 saya harapkan bisa jadi momentum untuk canangkan tahun pembersihan pasar modal dari manipulator. Yang sering memanipulasi yang enggak benar dipoles-poles jadi benar. Yang 100 dipoles-poles jadi 4 ribu. Hati-hati. Bersihkan dan hentikan ini!" tegas Jokowi, saat membuka perdagangan awal tahun di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (2/1/2020).
(hps/hps) Next Article Digitalisasi Picu Investor Ritel Domestik Bursa RI 'Meledak'
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular