
Analisis
Terlalu Bersemangat di Awal Tahun, Rupiah Terpeleset
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 January 2020 12:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Saat membuka perdagangan 2020, Kamis (2/1/2020), rupiah langsung menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS). Namun itu tidak lama, karena mata uang Tanah Air terpeleset dan masuk ke zona merah.
Rupiah mengakhiri 2019 di level terkuat dalam satu setengah tahun terakhir, yang menjadi modal bagus memasuki tahun baru 2020. Pada Selasa (31/12/2019), rupiah mengakhiri perdagangan di level Rp 13.880/US$, menguat 0,29% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Rupiah juga tidak pernah melemah dalam enam hari perdagangan terakhir.
Dengan performa tersebut, ditambah lagi "kado" tahun baru dari Presiden AS Donald Trump, membuat rupiah bersemangat menyongsong 2020. Rupiah langsung menguat 0,11% begitu perdagangan hari ini dibuka, tetapi tidak lama langsung berbalik melemah hingga 0,14% ke Rp 13.900/US$.
Pada tengah hari, pelemahan rupiah sedikit terpangkas, berada di level Rp 13.895/US$.
Presiden Trump melalui cuitan di Twitter pada Selasa waktu AS mengatakan kesepakatan dagang fase pertama akan diteken pada 15 Januari nanti.
"Saya akan menandatangani perjanjian Fase I yang sangat besar dan komprehensif dengan China pada 15 Januari. Seremoni akan dilakukan di Gedung Putih. Delegasi tingkat tinggi dari China akan datang. Selepas itu, saya akan datang ke Beijing dan memulai pembicaraan Fase II," cuit Trump.
Setelah ada kejelasan kapan kesepakatan dagang akan diteken, pelaku pasar tentunya semakin lega, perang dagang kedua negara akan segera berakhir, paling tidak risiko tereskalasi lagi sudah mengecil. Pertumbuhan ekonomi global diharapkan bisa bangkit, dan sentimen pelaku pasar tentunya semakin membaik lagi.
Di saat sentimen membaik, aset-aset berisiko serta berimbal hasil tinggi akan menjadi target investasi. Rupiah sebenarnya memiliki peluang menguat lebih jauh lagi, tetapi kenaikan tajam dalam satu bulan terakhir,1,6%, tentunya membuat pelaku pasar tergiur untuk mencairkan keuntungan, rupiah pun diterpa aksi ambil untung (profit taking).
Sementara itu dari dalam negeri, Biro Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi di bulan Desember tumbuh sebesar 0,34% month-on-month (MoM), dan secara year-on-year (YoY) sebesar 2,72%. Inflasi YoY tersebut sekaligus menggambarkan kenaikan harga-harga sepanjang 2019, dan menjadi yang terendah dalam 20 tahun terakhir.
Rupiah belum banyak bergerak merespon rilis data inflasi, tetapi masih berpeluang memangkas pelemahan bahkan kembali menguat mengingat sentiment pelaku pasar sedang bagus-bagusnya, dan pelemahan hari ini dipicu oleh aksi profit taking.
Rupiah mengakhiri 2019 di level terkuat dalam satu setengah tahun terakhir, yang menjadi modal bagus memasuki tahun baru 2020. Pada Selasa (31/12/2019), rupiah mengakhiri perdagangan di level Rp 13.880/US$, menguat 0,29% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Rupiah juga tidak pernah melemah dalam enam hari perdagangan terakhir.
Dengan performa tersebut, ditambah lagi "kado" tahun baru dari Presiden AS Donald Trump, membuat rupiah bersemangat menyongsong 2020. Rupiah langsung menguat 0,11% begitu perdagangan hari ini dibuka, tetapi tidak lama langsung berbalik melemah hingga 0,14% ke Rp 13.900/US$.
Presiden Trump melalui cuitan di Twitter pada Selasa waktu AS mengatakan kesepakatan dagang fase pertama akan diteken pada 15 Januari nanti.
"Saya akan menandatangani perjanjian Fase I yang sangat besar dan komprehensif dengan China pada 15 Januari. Seremoni akan dilakukan di Gedung Putih. Delegasi tingkat tinggi dari China akan datang. Selepas itu, saya akan datang ke Beijing dan memulai pembicaraan Fase II," cuit Trump.
Setelah ada kejelasan kapan kesepakatan dagang akan diteken, pelaku pasar tentunya semakin lega, perang dagang kedua negara akan segera berakhir, paling tidak risiko tereskalasi lagi sudah mengecil. Pertumbuhan ekonomi global diharapkan bisa bangkit, dan sentimen pelaku pasar tentunya semakin membaik lagi.
Di saat sentimen membaik, aset-aset berisiko serta berimbal hasil tinggi akan menjadi target investasi. Rupiah sebenarnya memiliki peluang menguat lebih jauh lagi, tetapi kenaikan tajam dalam satu bulan terakhir,1,6%, tentunya membuat pelaku pasar tergiur untuk mencairkan keuntungan, rupiah pun diterpa aksi ambil untung (profit taking).
Sementara itu dari dalam negeri, Biro Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi di bulan Desember tumbuh sebesar 0,34% month-on-month (MoM), dan secara year-on-year (YoY) sebesar 2,72%. Inflasi YoY tersebut sekaligus menggambarkan kenaikan harga-harga sepanjang 2019, dan menjadi yang terendah dalam 20 tahun terakhir.
Rupiah belum banyak bergerak merespon rilis data inflasi, tetapi masih berpeluang memangkas pelemahan bahkan kembali menguat mengingat sentiment pelaku pasar sedang bagus-bagusnya, dan pelemahan hari ini dipicu oleh aksi profit taking.
Next Page
Analisis Teknikal
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular