Berikut Sentimen Penggerak IHSG di Akhir 2019 & Awal 2020

Jakarta, CNBC Indonesia - Bulan Desember terbukti menjadi bulan yang bersahabat bagi pasar saham tanah air.
Di sepanjang bulan Desember (hingga penutupan perdagangan hari Jumat, 27/12/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia telah menguat sebesar 5,28%.
Memasuki pekan terakhir di tahun 2019 dan pekan pertama di tahun 2020, ada beberapa sentimen yang perlu dicermati oleh pelaku pasar saham tanah air.
Tim Riset CNBC Indonesia merangkum sejumlah sentimen yang dimaksud.
Kelanjutan Santa Claus Rally
Sentimen pertama yang perlu dicermati adalah terkait dengan kelanjutan fenomena Santa Claus rally. Untuk diketahui, Santa Claus rally merupakan sebuah reli di pasar saham AS yang terjadi pada lima perdagangan terakhir di bulan Desember hingga dua perdagangan pertama di bulan Januari.
Melansir CNBC International yang mengutip Stock Trader's Almanac, secara rata-rata sejak tahun 1950, indeks S&P 500 membukukan imbal hasil sebesar 1,3% pada periode lima perdagangan terakhir di bulan Desember hingga dua perdagangan pertama di bulan Januari.
Dalam 10 tahun terakhir, fenomena Santa Claus rally terbukti masih terus terjadi. Dalam 10 tahun terakhir, berdasarkan data Stock Trader's Almanac yang kami kutip dari CNBC International, indeks S&P 500 hanya membukukan koreksi sebanyak dua kali selama periode Santa Claus rally, yakni di tahun 2014 dan 2015.
Ada beberapa penjelasan di balik fenomena Santa Claus rally, seperti optimisme menyambut tahun baru dan investasi dari bonus musim liburan misalnya. Selain itu, ada juga teori yang mengatakan bahwa beberapa investor institusi besar yang cenderung lebih pesimistis terhadap pasar saham sedang berlibur pada periode ini, sehingga pasar didominasi oleh investor ritel yang cenderung lebih optimistis.
Memang, pada awalnya pelaku pasar saham dunia pasti sempat mempertanyakan kehadiran Santa Claus rally di tahun 2019. Pasalnya, pada perdagangan hari Selasa (24/12/2019) yang menandai dimulainya periode Santa Claus rally tahun 2019, Wall Street malah melemah.
Pada penutupan perdagangan hari Selasa, indeks Dow Jones turun 0,13%, indeks S&P 500 melemah 0,02%, sementara indeks Nasdaq Composite naik 0,08%.
Namun, walaupun absen di hari pertama, fenomena Santa Claus rally mulai terasa dengan apresiasi Wall Street pada perdagangan Kamis (26/12/2019). Pada penutupan perdagangan hari Kamis, indeks Dow Jones naik 0,37%, indeks S&P 500 menguat 0,51%, sementara indeks Nasdaq Composite terapresiasi 0,78%. Ketiga indeks saham acuan di AS tersebut ditutup di level tertinggi sepanjang masa.
Kemudian pada penutupan perdagangan hari Jumat, (27/12/2019), indeks Dow Jones ditutup naik 0,08%, indeks S&P 500 menguat 0,11 poin, sementara indeks Nasdaq Composite terkoreksi 0,17%. Walaupun ada koreksi yang didapati pada indeks Nasdaq Composite, mayoritas indeks saham utama di AS tetap menghijau.
Sejauh ini selama periode Santa Claus rally tahun 2019, indeks Dow Jones tercatat menguat 0,33%, indeks S&P 500 naik 0,5%, dan indeks Nasdaq Composite terapresiasi 0,68%. Jika dihitung di sepanjang bulan Desember (hingga penutupan perdagangan hari Jumat), indeks Dow Jones sudah melejit 2,12%, indeks S&P 500 melesat 3,15%, dan indeks Nasdaq Composite meroket 3,94%.
Dengan melihat fakta apresiasi indeks S&P 500 sejauh ini di periode Santa Claus rally tahun 2019 baru mencapai 0,5%, tentu ada harapan yang besarĀ akan kembali ada apresiasi di dua perdagangan terakhir di tahun ini (30 & 31 Desember) dan dua perdagangan pertama di tahun 2020 (2 & 3 Januari).
Pasalnya, seperti yang sudah disebutkan di atas, secara rata-rata sejak tahun 1950 indeks S&P 500 membukukan imbal hasil sebesar 1,3% pada periode lima perdagangan terakhir di bulan Desember hingga dua perdagangan pertama di bulan Januari.
Jika Wall Street terus mencetak apresiasi di penghujung tahun 2019 dan awal tahun 2020, tentu pasar saham tanah air berpotensi ikut terkerek naik, terlepas dari fakta bahwa apresiasinya di sepanjang bulan Desember telah mencapai 5% lebih.
Nasib Kesepakatan Dagang AS-China
Sentimen kedua yang perlu dicermati pelaku pasar adalah terkait dengan kelanjutan penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China.
Seperti yang diketahui, belum lama ini AS dan China mengumumkan mereka telah berhasil mencapai kesepakatan dagang tahap satu.
Dengan adanya kesepakatan dagang tahap satu tersebut, Presiden AS Donald Trump membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China pada tanggal 15 Desember. Untuk diketahui, nilai produk impor asal China yang akan terdampak oleh kebijakan ini sejatinya mencapai US$ 160 miliar.
Tak sampai di situ, Trump mengatakan bahwa bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar nantinya akan dipangkas menjadi 7,5% saja sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu. Di sisi lain, China membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk balasan yang disiapkan guna membalas bea masuk dari AS pada tanggal 15 Desember.
Masih sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu, China akan meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS secara signifikan. Trump menyebut bahwa China akan segera memulai pembelian produk agrikultur asal AS yang jika ditotal akan mencapai US$ 50 miliar.
Lebih lanjut, kesepakatan dagang tahap satu AS-China juga mengatur mengenai komplain dari AS terkait pencurian hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa yang sering dialami oleh perusahaan-perusahaan asal Negeri Paman Sam.
Sebagai catatan, hingga kini teks kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China belum ditandatangani. Menurut Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, kedua negara berencana untuk memformalisasi kesepakatan dagang tahap satu tersebut pada pekan pertama Januari 2020.
