
Harga Minyak Melesat 2% Pekan Ini, Setahun Sudah Naik Berapa?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 December 2019 12:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia melonjak tajam pekan ini. Aura pemulihan ekonom global plus penurunan pasokan membuat harga si emas hitam melesat.
Sepanjang pekan ini, harga minyak jenis brent naik tajam 2,78%. Sementara yang jenis light sweet juga naik signifikan 2,16%.
Kalau dilihat selama setahun terakhir, lonjakan harga minyak tambah mencengangkan. Harga brent melambung 28,06% sedangkan light sweet meroket 35,66%.
Kenaikan harga minyak disebabkan oleh prospek perekonomian global yang membaik. Setelah terpuruk pada 2019, ada harapan kebangkitan pada 2020.
Data ekonomi di negara-negara besar terus menunjukkan perbaikan. Amerika Serikat (AS), perekonomian nomor satu di planet bumi, mencatatkan pertumbuhan rumah baru (new home sales) 1,3% pada November secara month-on-month. Membaik dibandingkan Oktober yang turun 2,7%.
Data properti adalah salah satu indikator awalan (leading indicator) yang penting. Sebab, penjualan properti tidak hanya mengukur seberapa kuat konsumsi rumah tangga tetapi juga memiliki multiplier effect yang luas ke berbagai sektor usaha. Properti terkait dengan penjualan semen, transportasi, sampai kredit perbankan.
Jadi kalau penjualan properti naik, artinya ekonomi Negeri Paman Sam bergeliat. Ketika ekonomi AS membaik, maka negara-negara lain pun akan ikut terangkat.
Belum lagi data ketenagakerjaan AS terus menguat. Pada pekan yang berakhir 21 Desember, klaim tunjangan pengangguran di AS turun 13.000 menjadi 222.000. Sebuah pertanda bahwa daya beli dan konsumsi di Negeri Adidaya bakal semakin kuat.
Kemudian China, perekonomian nomor dua dunia, juga terus menunjukkan perbaikan. Laba industrial pada November naik 5,4% year-on-year, kenaikan tertinggi dalam delapan bulan terakhir.
Pemulihan ekonomi global juga akan ditopang oleh membaiknya hubungan AS-China. Setelah terlibat perang dagang selama lebih dari setahun terakhir, AS-China siap meneken perjanjian damai fase I pada awal bulan depan.
Perang dagang AS-China membuat rantai pasok global rusak sehingga pertumbuhan ekonomi melambat. Saat mereka sudah berdamai, rantai pasok akan pulih sehingga pertumbuhan ekonomi akan membaik.
Dengan aktivitas ekonomi yang diperkirakan membaik pada 2020, permintaan energi tentu akan ikut naik. Hasilnya jelas, harga minyak terkerek.
Selain harapan peningkatan permintaan, kenaikan harga minyak juga disebabkan risiko penurunan pasokan. US Energy Information Adminstration mencatat stok minyak AS pada pekan lalu anjlok 5,5 juta barel dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 441,4 juta barel.
AS adalah negara penghasil minyak terbesar di dunia. Tahun lalu, AS memproduksi 17,87 juta barel minyak per hari.
Jadi AS memegang peranan penting di pasar minyak dunia. Ketika pasokan dari AS terancam turun, maka jumlah minyak yang beredar di pasar lebih sedikit sehingga harga bergerak ke utara.
Belum lagi Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) dan negara produsen lainnya seperti Rusia sepakat untuk menurunkan produksi lebih dalam. Tahun ini, OPEC sudah memangkas produksi 1,2 juta barel/hari dan akan bertambah 500.000 barel/hari menjadi 1,7 juta barel/hari.
Permintaan naik karena prospek pemulihan ekonomi global, sementara pasokan justru turun. Tidak heran harga minyak bisa naik tajam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Harga Minus, Beli Minyak Dapat Duit!
Sepanjang pekan ini, harga minyak jenis brent naik tajam 2,78%. Sementara yang jenis light sweet juga naik signifikan 2,16%.
Kalau dilihat selama setahun terakhir, lonjakan harga minyak tambah mencengangkan. Harga brent melambung 28,06% sedangkan light sweet meroket 35,66%.
Kenaikan harga minyak disebabkan oleh prospek perekonomian global yang membaik. Setelah terpuruk pada 2019, ada harapan kebangkitan pada 2020.
Data ekonomi di negara-negara besar terus menunjukkan perbaikan. Amerika Serikat (AS), perekonomian nomor satu di planet bumi, mencatatkan pertumbuhan rumah baru (new home sales) 1,3% pada November secara month-on-month. Membaik dibandingkan Oktober yang turun 2,7%.
Data properti adalah salah satu indikator awalan (leading indicator) yang penting. Sebab, penjualan properti tidak hanya mengukur seberapa kuat konsumsi rumah tangga tetapi juga memiliki multiplier effect yang luas ke berbagai sektor usaha. Properti terkait dengan penjualan semen, transportasi, sampai kredit perbankan.
Jadi kalau penjualan properti naik, artinya ekonomi Negeri Paman Sam bergeliat. Ketika ekonomi AS membaik, maka negara-negara lain pun akan ikut terangkat.
Belum lagi data ketenagakerjaan AS terus menguat. Pada pekan yang berakhir 21 Desember, klaim tunjangan pengangguran di AS turun 13.000 menjadi 222.000. Sebuah pertanda bahwa daya beli dan konsumsi di Negeri Adidaya bakal semakin kuat.
Kemudian China, perekonomian nomor dua dunia, juga terus menunjukkan perbaikan. Laba industrial pada November naik 5,4% year-on-year, kenaikan tertinggi dalam delapan bulan terakhir.
Pemulihan ekonomi global juga akan ditopang oleh membaiknya hubungan AS-China. Setelah terlibat perang dagang selama lebih dari setahun terakhir, AS-China siap meneken perjanjian damai fase I pada awal bulan depan.
Perang dagang AS-China membuat rantai pasok global rusak sehingga pertumbuhan ekonomi melambat. Saat mereka sudah berdamai, rantai pasok akan pulih sehingga pertumbuhan ekonomi akan membaik.
Dengan aktivitas ekonomi yang diperkirakan membaik pada 2020, permintaan energi tentu akan ikut naik. Hasilnya jelas, harga minyak terkerek.
Selain harapan peningkatan permintaan, kenaikan harga minyak juga disebabkan risiko penurunan pasokan. US Energy Information Adminstration mencatat stok minyak AS pada pekan lalu anjlok 5,5 juta barel dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 441,4 juta barel.
AS adalah negara penghasil minyak terbesar di dunia. Tahun lalu, AS memproduksi 17,87 juta barel minyak per hari.
Jadi AS memegang peranan penting di pasar minyak dunia. Ketika pasokan dari AS terancam turun, maka jumlah minyak yang beredar di pasar lebih sedikit sehingga harga bergerak ke utara.
Belum lagi Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) dan negara produsen lainnya seperti Rusia sepakat untuk menurunkan produksi lebih dalam. Tahun ini, OPEC sudah memangkas produksi 1,2 juta barel/hari dan akan bertambah 500.000 barel/hari menjadi 1,7 juta barel/hari.
Permintaan naik karena prospek pemulihan ekonomi global, sementara pasokan justru turun. Tidak heran harga minyak bisa naik tajam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Harga Minus, Beli Minyak Dapat Duit!
Most Popular