Sudah Naik 17%, Harga Minyak Masih Tancap Gas

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
27 December 2019 11:16
Harga minyak terus naik menuju level tertingginya dalam tiga bulan dipicu oleh membaiknya AS-China, OPEC+, dan turunnya stok minyak AS.
Foto: kotkoa / Freepik
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah pagi ini bergerak menuju ke level tertingginya dalam tiga bulan. Penguatan harga minyak jelang akhir tahun ini ditopang oleh hubungan Amerika Serikat (AS) dan China yang membaik dan pemangkasan produksi minyak oleh OPEC+.

Pada Jumat (27/12/2019), harga minyak mentah jenis Brent naik 0,21% ke level US$ 68,04/barel. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik lebih tinggi ke level US$ 61,84/barel atau terapresiasi 0,26%.

Harga minyak mentah bergerak menuju harga tertingginya dalam tiga bulan terakhir. Harga minyak mentah menyentuh level tertingginya sejak tiga bulan terakhir pada 16 September. Kala itu minyak Brent dihargai US$ 69,02/barel sedangkan harga minyak WTI berada di posisi US$ 62,9/barel.


Pada tanggal tersebut harga minyak melonjak drastis terjadi setelah serangan fasilitas kilang minyak milik Saudi Aramco di Khurais dan Abqaiq. Dampaknya, Arab Saudi kehilangan produksi sebanyak lebih dari 5 juta barel per hari (bpd). Jumlah tersebut setara dengan setengah dari kapasitas produksinya.

Kali ini harga minyak menguat karena kabar baik yang datang dari AS dan China. Setelah terlibat dalam perseteruan dagang 18 bulan terakhir, akhirnya keduanya mencapai kesepakatan dagang fase pertama beberapa waktu lalu.

Sehari sebelum Natal, Presiden AS Donald Trump mengatakan kepada media bahwa kesepakatan dagang fase pertama sudah hampir selesai dan Washington-Beijing akan melakukan upacara penandatanganan.

Detail dari poin-poin kesepakatan memang belum dibeberkan. Sejauh ini yang diketahui adalah AS membatalkan penerapan bea masuk impor untuk produk impor China seperti laptop dan HP senilai US$ 160 miliar yang harusnya efektif 15 Desember lalu. Tak sampai di situ saja AS juga memangkas bea masuk untuk produk lain.

Sementara itu China berjanji untuk meningkatkan pembelian produk pertanian dari AS. Pada November impor kedelai dari AS oleh China berada di posisi tertinggi dalam dua puluh bulan terakhir. China mengimpor kedelai AS sebanyak 2,6 juta ton bulan lalu. Jumlah tersebut merupakan yang paling banyak sejak Maret tahun lalu dan lebih dari dua kali lipat dibanding Oktober


Kabar tersebut direspon positif oleh pasar, mengingat perang dagang yang terjadi membuat perlambatan ekonomi di sepanjang tahun 2019 ini. Ketika hubungan keduanya semakin membaik, maka ada harapan ekonomi kembali pulih dan permintaan energi terutama minyak mentah menjadi terdongkrak.

Di sisi lain pertemuan OPEC+ awal bulan ini juga mendukung penguatan harga si emas hitam. Setelah sebelumnya OPEC+ sepakat untuk memangkas produksi minyak sebanyak 1,2 juta barel per hari (bpd), mulai awal tahun negara anggota OPEC+ memiliki komitmen untuk memangkas produksi hingga 1,7 juta bpd.

Kebijakan tersebut diambil dalam rangka meningkatkan kestabilan di pasar minyak mentah. Perang dagang yang terjadi telah memicu munculnya kekhawatiran akan perlambatan permintaan minyak. Maka OPEC+ merasa perlu memangkas produksi untuk menghindari terjadinya kelebihan pasokan.

Faktor lain yang juga menopang penguatan harga minyak baru-baru ini adalah rilis data persediaan minyak mentah mingguan AS oleh asosiasi industri perminyakan Paman Sam (API). Pada Selasa (24/12/2019), API mengumumkan persediaan minyak mentah AS turun 7,9 juta barel pada pekan lalu. Jumlah tersebut melebihi dugaan analis.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]


(twg/tas) Next Article AS-China Belum Jelas, Harga Minyak Mentah Terpeselet

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular