Reksa Dana Babak Belur di 2019, Bisakah 2020 Bangkit?

Monica Wareza, CNBC Indonesia
26 December 2019 06:44
Kinerja produk reksa dana (RD), terutama reksa dana saham di 2019 ini masih menunjukkan kinerja negatif.
Foto: Reksa Dana (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja produk reksa dana (RD), terutama reksa dana saham di 2019 ini masih menunjukkan kinerja negatif. Hal ini disebabkan oleh kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang bisa dibilang performanya belum memuaskan.

Berdasarkan data dari Infovesta Utama, sejak awal tahun hingga 20 Januari 2019, IHSG hanya mampu menguat 1,45%, namun masih belum mampu membawa kinerja reksa dana saham ke zona positif.

Menurut Infovesta Equity Fund Index yang menggambarkan kinerja reksa dana saham, return-nya masih terkoreksi 13,81% sepanjang tahun ini hingga akhir November lalu (11 bulan kinerja).


Sementara, reksa dana pendapatan tetap masih memberikan kinerja paling moncer sepanjang tahun ini hingga November. Acuan dari Infovesta Fixed Income Fund Index menunjukkan produk reksa dana ini memberikan imbal hasil dengan rerata 8,52%.

Selanjutnya diikuti oleh Infovesta Money Market Fund Index (reksa dana pasar uang) dengan penguatan sebesar 5,14% dan Infovesta Balanced Fund Index (reksa dana campuran) yang naik 0,26% sepanjang tahun ini hingga November lalu.

Lalu bagaimana proyeksi reksa dana di tahun depan?

Direktur PT Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan terdapat beberapa poin yang akan membawa kinerja reksa dana menjadi lebih positif pada 2020 mendatang


Mulai dari daya beli yang diproyeksikan akan lebih baik dari tahun ini hingga kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah.

"Pemulihan daya beli dari perbaikan harga kelapa sawit karena di industri kelapa sawit lebih besar lapangan kerjanya daripada batu bara jadi kalau harga naik akan lebih besar dampaknya dari batu bara. Harga sudah naik, jadi daya beli akan lebih baik tahun depan," kata Rudiyanto saat berbincang dengan CNBC Indonesia, beberapa waktu lalu.

Pada 2020, Panin menilai para investor dan kalangan pebisnis diprediksi kembali agresif mengingat sebelumnya banyak pelaku pasar yang menunggu alias wait and see di tahun sebelumnya, lantaran 2019 merupakan tahun politik.

Aktivitas bisnis di tahun depan diperkirakan akan lebih menggeliat sehingga kinerja perusahaan juga akan meningkat lebih tinggi. Jika tahun ini laba bersih emiten tumbuh stagnan, tahun depan pertumbuhannya diperkirakan akan lebih tinggi yakni mencapai 7%-10%.

Angin positif lainnya akan datang dari penyelesaian Omnibus Law yang saat ini masih digodok oleh pemerintah. Isi aturan baru ini yang akan berdampak positif untuk pasar modal adalah relaksasi pajak badan (PPh Badan) yang akan diberikan oleh pemerintah sebesar 5% plus 3% untuk perusahaan yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).


"Dari sudut pandang pasar modal menunggu relaksasi pajak karena mengacu ke Amerika Serikat saat pajak dipotong ketika [Presiden AS] Donald Trump baru menjabat, harga saham naik, di India juga juga seperti itu. Makanya Omnibus Law yang menyebutkan ada penurunan pajak badan bisa jadi sentimen positif," jelas Rudiyanto.

Selain tiga hal tersebut, Rudiyanto melanjutkan, penurunan suku bunga tahun depan yang diperkirakan masih akan terjadi dua kali lagi juga akan mengerek kinerja reksa dana, terutama untuk jenis reksa dana pendapatan tetap dan campuran.

Setidaknya, diperkirakan dua jenis reksa dana ini akan dapat memberikan imbal hasil 7%-10% tahun depan.

"Jadi Indonesia dengan kenaikan tarif BPJS, cukai rokok dan pemotongan subsidi listrik golongan tertentu dikurangi diperkirakan inflasi masih di bawah 4%. Dengan inflasi segitu, harusnya suku bunga 4,5%-5% jadi masih ada ruang turun. Kalau diturunkan dua kali lagi bisa jadi sentimen positif buat reksa dana campuran dan pendapatan tetap," jelasnya.

Kendati demikian, pemilihan portofolio investasi juga harus disesuaikan dengan profil risiko investor. Dia menyebut, selama 3 tahun terakhir reksa dana saham memang masih belum memberikan tren imbal hasil yang baik dan diperkirakan masih akan berlanjut hingga satu atau dua tahun ke depan.

"Untuk reksa dana saham dibutuhkan kesabaran," imbuhnya.

Dengan demikian, katanya, ada baiknya jika investor menginvestasikan dananya dengan mengkombinasikan portofolio reksa dananya dari mulai yang berisiko tinggi hingga risiko yang lebih minim.

"Untuk risiko bisa kombinasikan reksa dana saham, pendapatan tetap dan pasar uang jadi pemilihan bisa disesuaikan yang jangka panjang ke reksa dana saham dan jangka menengah ke reksa dana pendapatan tetap," katanya.



[Gambas:Video CNBC]


(tas/tas) Next Article Hati-hati! 25 Produk Reksa Dana Ini Turun Tidak Wajar

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular