Usai LIbur Natal, Ada Harapan IHSG dan Rupiah Perkasa!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 December 2019 18:41
Usai LIbur Natal, Ada Harapan IHSG dan Rupiah Perkasa!
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini dan besok pasar keuangan Indonesia tutup memperingati Hari Natal. Kala pasar dibuka kembali pada 26 Desember, ada harapan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah mampu menguat.

Harapan itu datang dari hubungan Amerika Serikat (AS) dan China yang semakin membaik. Kedua negara telah mencapai kesepakatan damai dagang fase I yang sepertinya akan diteken pada awal bulan depan.

Salah satu poin dalam kesepakatan tersebut adalah China berkomitmen untuk membeli lebih banyak produk AS dan mengurangi hambatan impor. Ini dilakukan untuk menurunkan defisit perdagangan AS dengan China, yang menjadi perhatian utama Presiden AS Donald Trump.



China serius dengan komitmen tersebut. Pada pertengahan bulan ini, Kepala Kantor Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer mengungkapkan China setuju menambah pembelian hasil pertanian AS senilai US$ 32 miliar dalam dua tahun ke depan.

Tidak hanya itu, China juga mempermudah masuknya barang impor asal AS dengan menurunkan bea masuk. Mulai tahun depan, China akan menerapkan bea masuk sementara yang lebih lebih rendah terhadap lebih dari 850 produk, termasuk dari AS seperti daging babi beku, alpukat, dan beberapa produk semikonduktor. Untuk daging babi beku, misalnya, tarif bea masuk turun dari 12% menjadi 8%.

"Langkah ini dilakukan untuk menambah pasokan seiring menipisnya pasokan dalam negeri untuk kebutuhan sehari-hari," sebut keterangan tertulis Kementerian Perdagangan China, seperti diberitakan Reuters, Selasa (24/12/2019).


Relasi Washington-Beijing yang semakin mesra tentu sangat melegakan. Sebab, perang dagang di antara mereka yang terjadi selama lebih dari setahun terakhir terbukti telah merusak arus perdagangan dan investasi global.

AS adalah pasar ekspor terbesar buat China, sementara China menjadi negara tujuan ekspor ketiga terbesar bagi AS. Saat produk China sulit masuk ke AS dan demikian juga sebaliknya, maka pengusaha di dua negara tersebut terpaksa mengurangi produksi. Buat apa memproduksi banyak-banyak kalau tidak laku?

Kala dunia usaha mengurangi produksi, maka kebutuhan untuk mendatangkan bahan baku dan barang modal ikut berkurang. Nah, bahan baku dan barang modal ini sering kali didatangkan dari negara lain.

Contohnya Indonesia. China adalah mitra dagang utama bagi Indonesia dengan nilai ekspor US$ 19,81 miliar selama Januari-September 2019. Saat permintaan dari China turun karena pengurangan produksi, pasti ekspor Indonesia ikut turun. Inilah yang disebut rantai pasok, yang sekarang kondisinya sedang rusak gara-gara perang dagang.

Sekarang hubungan AS-China sudah membaik, dan segera menyepakati perjanjian damai dagang fase I. Semoga fase-fase berikutnya akan tercipta sehingga AS-China bisa 100% berdamai. Apabila Washington dan Beijing sudah akur lagi, maka diharapkan rantai pasok akan pulih kemudian perdagangan global membaik. 

Harapan akan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pada 2020 membuat investor akan berani bermain 'menyerang'. Aset-aset berisiko di negara berkembang akan terus diminati, sehingga menjadi modal bagi penguatan pasar keuangan Asia. Semoga Indonesia tidak terkecuali.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article IHSG Ambles, Menkeu: Kita Mitigasi Dampaknya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular