
Lihat Nih, Bukti Keperkasaan Rupiah Sang Raja 3 Benua!

Jika berbicara investasi, pelaku pasar tentunya melihat berapa imbal hasil atau yield yang diberikan. Seperti pernyataan Pandl, yield surat utang Indonesia memang relatif tinggi yang tentunya bisa menarik investor.
Berdasarkan data Refinitiv, yield obligasi Indonesia tenor 10 tahun pada akhir perdagangan Jumat kemarin berada di level 7,185%, jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Filipina menjadi negara dengan yield obligasi yang paling dekat dengan Indonesia, yakni di level 4,47%. Kemudian ada Malaysia dengan yield 3,393%.
Thailand dan Taiwan memberikan yield obligasi tenor 10 tahun yang cukup rendah yakni 1,57% dan 0,68%. Bahkan yield obligasi Indonesia masih lebih tinggi dari India yang yield-nya sebesar 6,598%.
Melihat riil return dari obligasi tentunya tidak bisa melihat dari segi yield, inflasi di masing-masing negara juga harus diperhitungkan untuk mengetahui berapa riil return yang didapat.
Yield obligasi Indonesia tenor 10 tahun memang menjadi yang tertinggi, tetapi inflasi RI jika dibandingkan negara lain juga relatif tinggi. Data terakhir menunjukkan inflasi di Indonesia berada di level 3% year-on-year (YoY), relatif lebih tinggi dibandingkan negara-negara lainnya yang disebutkan di atas.
Berdasarkan data Trading Economics, inflasi Filipina hanya sebesar 1,3% YoY, kemudian Malaysia beada di level 1,1% YoY. Thailand dan Taiwan bahkan di hanya di level 0,21% dan 0,59% YoY.
Sementara inflasi India lebih tinggi dari Indonesia, sebesar 4,61% YoY.
Jika melihat selisih antara yield obligasi dengan inflasi tersebut, Indonesia jauh lebih tinggi yakni sebesar 4,185%. Dengan demikian, jika melihat riil return yang diberikan, maka memang terlihat berinvestasi rupiah memang lebih menguntungkan.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga diprediksi akan membaik di 2020, yang tentunya bisa menambah daya tarik investasi.
Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2019 ada di 5,08%, sementara proyeksi BI adalah 5,1%. Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi 2018 yang sebesar 5,17%.
Untuk tahun depan, Pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 mengasumsikan pertumbuhan ekonomi di angka 5,3%. Sementara BI memberikan proyeksi sebesar 5,1-5,5%
Selain itu, defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang selama ini menjadi "hantu" bagi perekonomian diprediksi akan membaik. Di tiga kuartal tahun ini, CAD belum pernah menyentuh 3% dari produk domestik bruto (PDB). Bank Dunia memperkirakan defisit transaksi berjalan sepanjang 2019 sebesar 2,8% PDB dan tahun depan turun jadi 2,5% PDB.
TIM RISET CNBC INDONESIA