
Skandal Jiwasraya Seret 13 MI, Berapa Besar Porsi Reksa Dana?
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
20 December 2019 07:12

Jakarta, CNBC Indonesia- Skandal di perusahaan asuransi pelat merah, PT Asuransi Jiwasraya (Persero), mulai terbuka dan menyeret pihak-pihak yang ikut serta dalam pengelolaan produk JS Saving Plan yang gagal bayar senilai Rp 12,4 triliun.
Polis produk asuransi tersebut jatuh tempo pada Oktober-Desember tahun ini, namun manajemen yang baru di Jiwasraya menegaskan belum sanggup untuk melakukan pembayaran lantaran kesulitan keuangan.
Kasus gagal bayar ini sudah ditangani Kejaksaan Agung. Dalam pemeriksaan awal, Kejagung menemukan dugaan adanya tindak pidana korupsi atas kasus ini. Kejagung juga menemukan fakta lain Jiwasraya melakukan investasi di 13 perusahaan manajer investasi (MI) yang mengelola reksa dana.
Kejagung sudah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dengan nomor 33/FII/FD2/12/2019 pada 17 Desember 2019.
Jaksa Agung Sinatiar Burhanuddin mengatakan penyidikan tersebut dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kegiatan investasi di 13 perusahaan yang melanggar tata kelola perusahaan yang baik (GCG).
Menurut Burhanuddin, Jiwasraya diduga melakukan pelanggaran prinsip kehati-hatian karena berinvestasi di aset finansial dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi. Keuntungan tersebut dijanjikan kepada nasabah produk asuransi JS Saving Plan yang merupakan produk bancassurance.
Pertama, adalah penempatan saham 22,4% senilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, 2% di saham dengan kinerja baik dan 95% dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.
Jiwasraya juga menempatkan investasi di aset reksa dana sebesar 59,1% senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial.
"Dari jumlah tersebut 2% dikelola oleh perusahaan manajer investasi [MI] Indonesia dengan kinerja baik dan sebanyak 95% dikelola oleh MI dengan kinerja buruk," ungkap Burhanuddin, dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Akibat dari investasi tersebut, Jiwasraya sampai dengan bulan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara Rp 13,7 triliun.
"Hal itu perkiraan awal dan diduga ini akan lebih dari itu," terangnya. Dia juga belum mengungkapkan 13 perusahaan pengelola reksa dana yang dimaksud.
Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman menyatakan, penyidikan terkait kasus Jiwasraya sudah ditangani sejak Juni 2019 oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Namun, karena pertimbangan kasus besar, kasus itu diserahkan kepada Kejagung.
"Kami sudah susun tim sebanyak 16 orang, jadi anggota 12 orang. pimpinan timnya ada empat level. Pertimbangannya ini kasus besar dengan cakupan wilayah yang cukup luas," kata dia.
Saat ini, menurut Adi, Kejagung sedang berupaya mengumpulkan bukti-bukti dan bekerja sama dengan lembaga terkait termasuk memanggil 89 saksi yang dianggap kompeten.
"Pasalnya apa masih proses. Yang penting kaus ini sedang kami tangani sekarang ada di tahap penyidikan," kata Adi.
Mengacu laporan keuangan selama 3 tahun terakhir, saham dan reksa dana masuk porsi investasi cukup besar.
Pada Desember 2017 nilai investasi saham mencapai Rp 6,63 triliun, kemudian nilainya turun drastis di Desember 2018 menjadi Rp 3,77 triliun serta ambles lagi menjadi di Rp 2,48 triliun di pencatatan September 2019.
Penurunan lebih parah terjadi pada reksa dana. Pada Desember 2017 nilai reksa dana mencapai Rp 19,17 triliun, kemudian turun di Desember 2018 menjadi Rp 16,32 triliun serta penurunan paling tajam terjadi di pencatatan September 2019 menjadi Rp 6,64 triliun.
Polis produk asuransi tersebut jatuh tempo pada Oktober-Desember tahun ini, namun manajemen yang baru di Jiwasraya menegaskan belum sanggup untuk melakukan pembayaran lantaran kesulitan keuangan.
Kasus gagal bayar ini sudah ditangani Kejaksaan Agung. Dalam pemeriksaan awal, Kejagung menemukan dugaan adanya tindak pidana korupsi atas kasus ini. Kejagung juga menemukan fakta lain Jiwasraya melakukan investasi di 13 perusahaan manajer investasi (MI) yang mengelola reksa dana.
Kejagung sudah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dengan nomor 33/FII/FD2/12/2019 pada 17 Desember 2019.
Jaksa Agung Sinatiar Burhanuddin mengatakan penyidikan tersebut dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kegiatan investasi di 13 perusahaan yang melanggar tata kelola perusahaan yang baik (GCG).
Menurut Burhanuddin, Jiwasraya diduga melakukan pelanggaran prinsip kehati-hatian karena berinvestasi di aset finansial dengan risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi. Keuntungan tersebut dijanjikan kepada nasabah produk asuransi JS Saving Plan yang merupakan produk bancassurance.
![]() |
Pertama, adalah penempatan saham 22,4% senilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tersebut, 2% di saham dengan kinerja baik dan 95% dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk.
Jiwasraya juga menempatkan investasi di aset reksa dana sebesar 59,1% senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial.
"Dari jumlah tersebut 2% dikelola oleh perusahaan manajer investasi [MI] Indonesia dengan kinerja baik dan sebanyak 95% dikelola oleh MI dengan kinerja buruk," ungkap Burhanuddin, dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Akibat dari investasi tersebut, Jiwasraya sampai dengan bulan Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara Rp 13,7 triliun.
"Hal itu perkiraan awal dan diduga ini akan lebih dari itu," terangnya. Dia juga belum mengungkapkan 13 perusahaan pengelola reksa dana yang dimaksud.
![]() |
Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman menyatakan, penyidikan terkait kasus Jiwasraya sudah ditangani sejak Juni 2019 oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Namun, karena pertimbangan kasus besar, kasus itu diserahkan kepada Kejagung.
"Kami sudah susun tim sebanyak 16 orang, jadi anggota 12 orang. pimpinan timnya ada empat level. Pertimbangannya ini kasus besar dengan cakupan wilayah yang cukup luas," kata dia.
Saat ini, menurut Adi, Kejagung sedang berupaya mengumpulkan bukti-bukti dan bekerja sama dengan lembaga terkait termasuk memanggil 89 saksi yang dianggap kompeten.
"Pasalnya apa masih proses. Yang penting kaus ini sedang kami tangani sekarang ada di tahap penyidikan," kata Adi.
Mengacu laporan keuangan selama 3 tahun terakhir, saham dan reksa dana masuk porsi investasi cukup besar.
Pada Desember 2017 nilai investasi saham mencapai Rp 6,63 triliun, kemudian nilainya turun drastis di Desember 2018 menjadi Rp 3,77 triliun serta ambles lagi menjadi di Rp 2,48 triliun di pencatatan September 2019.
Penurunan lebih parah terjadi pada reksa dana. Pada Desember 2017 nilai reksa dana mencapai Rp 19,17 triliun, kemudian turun di Desember 2018 menjadi Rp 16,32 triliun serta penurunan paling tajam terjadi di pencatatan September 2019 menjadi Rp 6,64 triliun.
Laporan keuangan Jiwasraya
Ikhtisar | DES 2017 (RP T) | DES 2018 (RP T) | SEPT 2019 (RP T) |
ASET | 45,68 | 36,23 | 25,68 |
-SAHAM | 6,63 | 3,77 | 2,48 |
-DEPOSITO | 4,33 | 1,22 | 0,800 |
-REKSA DANA | 19,17 | 16,32 | 6,64 |
-OBLIGASI KORP. | 1,80 | 1,41 | 1,40 |
-TANAH & BANG | 8,68 | 8,68 | 8,68 |
- ASET LAIN | 1,95 | 1,72 | 2,47 |
-SUN | 3,09 | 3,11 | 3,19 |
EKUITAS | 5,57 | -10.20 | -23,92 |
Sumber: Jiwasraya
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular