
Skandal Jiwasraya: 98% Dana Dikelola Manajer Investasi Buruk!
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
18 December 2019 16:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan kasus gagal bayar polis nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) senilai Rp 12,4 triliun yang mengarah dugaan tindak pidana korupsi sudah masuk dalam tahap penyidikan.
Kejagung menduga ada penyimpangan dalam penjualan produk tersebut dan pemanfaatan hasilnya atas produk asuransi JS Saving Plan. Dengan adanya laporan dugaan korupsi di Jiwasraya, telah ditindaklanjuti dengan menerbitkan surat perintah penyidikan atau SPRINT pada 17 Desember 2019.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan ada potensi kerugian negara mencapai Rp 13,7 triliun hingga Agustus 2019 yang angkanya masih perkiraan awal.
Menurut Burhanuddin, Jiwasraya banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi, baik itu keuntungan tinggi antara lain, penempatan saham sebanyak 22,4% senilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial.
"Jumlah tersebut 2% ditempatkan pada perusahaan dengan kinerja baik, dan sebanyak 95 persen di saham berkinerja buruk," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Kedua, penempatan reksa dana, sebanyak 59,1% senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial. "Jumlah tersebut 2 persen dikelola MI Indonesia dengan kerja baik, 98 persen dikelola MI dengan kinerja buruk," tegasnya.
Dalam kesempatan itu Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Adi Toegarisman menambahkan, setidaknya sudah 89 orang sudah diperiksa terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan kewenangan. Sementara jumlah manajer investasi yang juga diperiksa yakni mencapai 12 perusahaan pengelola reksa dana.
"[Kasus ini] sejak Juni 2019 ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, cuma memang Kejati ada sebagian kecil [jadi] kita [Kejagung] kembangkan. Ada 13 perusahaan reksa dana dalam masa penanganan di Gedung Bundar [Kejagung]," katanya.
Dia mengatakan penyidikan tersebut dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kegiatan investasi di 13 perusahaan yang melanggar tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Potensi kerugian tersebut timbul karena adanya tindakan yang melanggar prinsip tata kelola, yakni terkait pengelolaan dana yang dihimpun dalam program JS Saving Plan.
"Kami telah menyusun tim sebanyak 16 orang jadi angora ada 12 orang, pimpinan tim 4 level yang akan menangani, ini kasus besar, dengan wilayah yang cukup luas. Kemudian. Kalau ditanya teknis, kami sedang mengerjakan di tahap penyidikan, tentu ini strategi."
Sebagai informasi, manajemen Asuransi Jiwasraya mengakui tidak akan sanggup membayar polis nasabah yang mencapai Rp 12,4 triliun yang jatuh tempo mulai Oktober-Desember 2019 (gagal bayar). Kesulitan keuangan ini disebabkan kesalahan investasi yang dilakukan oleh manajemen lama Jiwasraya.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Jiwasraya dengan Komisi VI DPR RI pada Senin kemarin, (16/12/2019), manajemen BUMN asuransi jiwa itu mengungkapkan 'wajah' laporan keuangan dan ke mana saja investasi dilakukan.
Direktur Utama Asuransi Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengungkapkan merahnya wajah laporan keuangan perusahaan BUMN tersebut karena sebelumnya BUMN ini gagal mengelola aset yang dimiliki, di antaranya dalam memilih instrumen investasi khususnya saham.
"Seharusnya maksimal mengalokasikan untuk saham sebesar 20%, itu pun [harus saham] blue chips[saham unggulan], government bond [surat utang negara], instrumen BI minimal 30%. Sayangnya, yang terjadi alokasi ke saham, itu pun kualitas [saham] rendah mencapai 50%, sedangkan government bonddi 15%," kata Hexana.
Laporan keuangan Jiwasraya
Kejagung menduga ada penyimpangan dalam penjualan produk tersebut dan pemanfaatan hasilnya atas produk asuransi JS Saving Plan. Dengan adanya laporan dugaan korupsi di Jiwasraya, telah ditindaklanjuti dengan menerbitkan surat perintah penyidikan atau SPRINT pada 17 Desember 2019.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan ada potensi kerugian negara mencapai Rp 13,7 triliun hingga Agustus 2019 yang angkanya masih perkiraan awal.
Menurut Burhanuddin, Jiwasraya banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi, baik itu keuntungan tinggi antara lain, penempatan saham sebanyak 22,4% senilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial.
"Jumlah tersebut 2% ditempatkan pada perusahaan dengan kinerja baik, dan sebanyak 95 persen di saham berkinerja buruk," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Kedua, penempatan reksa dana, sebanyak 59,1% senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial. "Jumlah tersebut 2 persen dikelola MI Indonesia dengan kerja baik, 98 persen dikelola MI dengan kinerja buruk," tegasnya.
Dalam kesempatan itu Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Adi Toegarisman menambahkan, setidaknya sudah 89 orang sudah diperiksa terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan kewenangan. Sementara jumlah manajer investasi yang juga diperiksa yakni mencapai 12 perusahaan pengelola reksa dana.
"[Kasus ini] sejak Juni 2019 ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, cuma memang Kejati ada sebagian kecil [jadi] kita [Kejagung] kembangkan. Ada 13 perusahaan reksa dana dalam masa penanganan di Gedung Bundar [Kejagung]," katanya.
Dia mengatakan penyidikan tersebut dilakukan untuk memperoleh fakta adanya kegiatan investasi di 13 perusahaan yang melanggar tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Potensi kerugian tersebut timbul karena adanya tindakan yang melanggar prinsip tata kelola, yakni terkait pengelolaan dana yang dihimpun dalam program JS Saving Plan.
"Kami telah menyusun tim sebanyak 16 orang jadi angora ada 12 orang, pimpinan tim 4 level yang akan menangani, ini kasus besar, dengan wilayah yang cukup luas. Kemudian. Kalau ditanya teknis, kami sedang mengerjakan di tahap penyidikan, tentu ini strategi."
Sebagai informasi, manajemen Asuransi Jiwasraya mengakui tidak akan sanggup membayar polis nasabah yang mencapai Rp 12,4 triliun yang jatuh tempo mulai Oktober-Desember 2019 (gagal bayar). Kesulitan keuangan ini disebabkan kesalahan investasi yang dilakukan oleh manajemen lama Jiwasraya.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Jiwasraya dengan Komisi VI DPR RI pada Senin kemarin, (16/12/2019), manajemen BUMN asuransi jiwa itu mengungkapkan 'wajah' laporan keuangan dan ke mana saja investasi dilakukan.
Direktur Utama Asuransi Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengungkapkan merahnya wajah laporan keuangan perusahaan BUMN tersebut karena sebelumnya BUMN ini gagal mengelola aset yang dimiliki, di antaranya dalam memilih instrumen investasi khususnya saham.
"Seharusnya maksimal mengalokasikan untuk saham sebesar 20%, itu pun [harus saham] blue chips[saham unggulan], government bond [surat utang negara], instrumen BI minimal 30%. Sayangnya, yang terjadi alokasi ke saham, itu pun kualitas [saham] rendah mencapai 50%, sedangkan government bonddi 15%," kata Hexana.
Laporan keuangan Jiwasraya
Ikhtisar | DES 2017 (RP T) | DES 2018 (RP T) | SEPT 2019 (RP T) |
ASET | 45,68 | 36,23 | 25,68 |
-SAHAM | 6,63 | 3,77 | 2,48 |
-DEPOSITO | 4,33 | 1,22 | 0,800 |
-REKSA DANA | 19,17 | 16,32 | 6,64 |
-OBLIGASI KORP. | 1,80 | 1,41 | 1,40 |
-TANAH & BANG | 8,68 | 8,68 | 8,68 |
- ASET LAIN | 1,95 | 1,72 | 2,47 |
-SUN | 3,09 | 3,11 | 3,19 |
EKUITAS | 5,57 | -10.20 | -23,92 |
Sumber: Jiwasraya
Ini skenario penyelamatan Jiwasraya
(tas/tas) Next Article Kasus Jiwasraya, Kejagung Periksa 2 Bos OJK
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular