Internasional

Waspada, AS-China Belum Sepenuhnya Mesra!

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
13 December 2019 14:25
Hong Kong & Uighur, Penyebab 'Bara' Masih Ada
Foto: Penampakan Artux City Vocational Skills Education Training Service Center di Xianjing, China pada 3 Desember 2018 (AP Photo/File)
Diplomat senior China itu juga mengatakan bahwa AS telah merusak kepercayaan dalam hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara kedua negara karena telah banyak mencampuri urusan dalam negeri China. Contohnya adalah mencampuri masalah Hong Kong dan Muslim Uighur.

"Perilaku semacam itu hampir paranoid, dan memang jarang terjadi dalam hubungan internasional, merusak secara serius fondasi saling percaya antara China dan Amerika Serikat, dan melemahkan kredibilitas internasional Amerika Serikat," kata Wang pada simposium tahunan di Beijing, sebagaimana dikutip dari Reuters, Jumat.

Wang juga mengatakan AS telah menggunakan berbagai kesempatan internasional untuk menjelek-jelekkan sistem sosial, jalur pembangunan, dan kerja sama yang saling menguntungkan yang dijalin China dengan negara lain. AS juga telah menuduh China melakukan segala jenis kejahatan tanpa alasan dan bukti yang jelas.

AS dan China telah terjerumus ke dalam ketegangan bilateral akibat berbagai isu seperti demo Hong Kong dan perlakuan China terhadap minoritas Muslim Uighur.

Pada bulan lalu, pemerintahan Presiden Donald Trump mengesahkan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Demokrasi Hong Kong. UU ini akan mengharuskan perwakilan AS untuk melakukan tinjauan tahunan terhadap otonomi Hong Kong. Tinjauan ini akan menjadi syarat bagi kawasan itu jika ingin melakukan aktivitas perdagangan dengan AS.

Awas Cuai, AS-China Belum Sepenuhnya DamaiFoto: Demonstran Hong Kong Rayakan AS Setujui UU Hong Kong pada Kamis, 28 November 2019 (AP Photo/Kin Cheung)


UU ini juga memungkinkan AS menjatuhkan sanksi terhadap pejabat yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Hong Kong. Selain UU ini, ada pula UU soal penghentian ekspor senjata untuk penanganan massa ke Hong Kong.

Selain RUU HAM tersebut, Gedung Putih juga kerap kali mengkritik China yang memperlakukan kaum minoritas Muslim Uighur di wilayah Xinjiang dengan buruk. Seperti banyak dikabarkan, China memiliki kamp-kamp penahanan kaum minoritas Muslim Uighur dan minoritas etnis Muslim lainnya di wilayah itu, di mana mereka mendapat perlakuan tidak menyenangkan.

Akibat isu ini, Departemen Perdagangan AS pada awal Oktober lalu mengumumkan, memasukkan 28 perusahaan dan biro keamanan publik China ke dalam daftar hitam (blacklist) perdagangan AS.

Daftar yang disebut 'Daftar Entitas' itu membuat perusahaan-perusahaan China yang terdaftar tidak dapat membeli suku cadang dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah AS.

Isu-isu politik ini juga sempat menjadi hambatan bagi penandatanganan kesepakatan dagang Fase I, yang mereka hasilkan dari perundingan di Washington pada Oktober lalu. Kesepakatan dagang Fase I yang awalnya direncanakan untuk ditandatangani paling lambat sebelum 15 Desember, waktu AS akan menerapkan tarif impor baru untuk China, dikabarkan tidak akan ditandatangani hingga tahun depan.

Selain isu-isu di atas, China dan AS juga memiliki perselisihan di bidang militer. Pada bulan lalu, China meminta militer AS untuk berhenti berkeliaran di Laut China Selatan dan untuk tidak memicu perselisihan baru.

Pernyataan Menteri Pertahanan China Wei Fenghe kepada Menteri Pertahanan AS Mark Esper itu diceritakan oleh juru bicara China. Hal itu disampaikan dua minggu setelah seorang pejabat tinggi Gedung Putih mengkritik China, menyebut negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu mengintimidasi jalur jalur air yang sibuk tersebut.

Awas Cuai, AS-China Belum Sepenuhnya DamaiFoto: U.S. Navy/Handout via Reuters







(sef/sef)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular