The Fed Bikin Pasar Berbunga-bunga, Tapi Rupiah Stagnan Saja

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 December 2019 08:13
The Fed Tebar Optimisme
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)
Pasar keuangan Asia merespons hasil rapat bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang diumumkan dini hari tadi waktu Indonesia. Ketua Jerome 'Jay' Powell dan sejawat memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di 1,5-1,75%. Siklus penurunan Federal Funds Rate berhenti untuk sementara setelah terjadi selama tiga kali pertemuan.

 


Langkah The Fed ini sudah diperkirakan oleh pelaku pasar. Tidak ada kejutan, dampaknya sudah terukur.

Namun yang membuat investor berbunga-bunga adalah pernyataan Powell saat konferensi pers usai rapat. Sosok yang menggantikan Janet Yellen itu mengatakan masa depan perekonomian Negeri Paman Sam cukup cerah.

"Proyeksi kami tetap bagus, meski ada risiko di perekonomian global. Seiring perjalanan, kami menyesuaikan posisi (stance) kebijakan moneter ke arah memberikan bantalan dan semacam asuransi. Perubahan ini akan membantu perekonomian menuju outlook yang sesuai," kata Powell.


Hmmm... Percaya diri juga Powell ini. Pernyataannya bisa diartikan bahwa ke depan ruang pelonggaran moneter sudah semakin sempit dan kebijakan moneter akan bias ke arah stabilitas. Netral cenderung ketat.

Sikap Powell yang optimistis itu tentu bukan tanpa dasar. Risiko resesi di AS sepertinya sudah menjauh, bahkan Negeri Adidaya mampu membukukan pertumbuhan ekonomi 2,1% pada kuartal III-2019, membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 2%.

Untuk kuartal IV-2019, The Fed Atlanta memperkirakan ekonomi AS tumbuh 2%. Lebih baik dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu 1,5%.

Kemudian di sisi tenaga kerja, US Bureau of Labor Statistics melaporkan perekonomian AS menciptakan 266.000 lapangan kerja non-pertanian selama November 2019. Ini adalah penciptaan lapangan kerja tertinggi sejak Januari.

So, ini adalah tanda-tanda ekonomi AS sudah 'sembuh'. Ditambah lagi asa damai dagang dengan China jangan dulu dicoret dari daftar, masih ada peluang besar untuk menuju ke sana. Jadi buat apa stimulus moneter dengan 'dosis' yang lebih tinggi?

AS adalah perekonomian terbesar di dunia. Ketika sang lokomotif sudah kuat dan melaju kencang, maka gerbong-gerbong di belakangnya akan ikut berlari (meski ada jeda).

Jadi, apakah nestapa perekonomian global sudah menyentuh titik dasarnya dan siap utuk bangkit (bottoming out)? Kalau melihat optimisme Powell, sepertinya memang demikian.

Kepercayaan diri pelaku pasar pun meningkat, dan mulai berani bermain agresif. Saat arus modal mengalir deras ke aset-aset berisiko di negara berkembang, kala itu lah mata uang Asia akan menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular