
Nyaris Tak Pernah ke Zona Merah, IHSG Menguat 3 Hari Beruntun

Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,12% ke level 6.194,08. Per akhir sesi satu, apresiasi IHSG adalah sebesar 0,1% ke level 6.193,32. Per akhir dua, IHSG menguat sebesar 0,11% ke level 6.193,79.
IHSG nyaris tak pernah berada di zona merah pada hari ini. Apresiasi IHSG pada hari ini sekaligus menandai yang ketiga secara beruntun.
Perkembangan terkait perang dagang AS-China yang positif menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa sesuatu bisa terjadi terkait dengan bea masuk tambahan yang dibebankan Washington terhadap produk impor asal China.
Seperti yang diketahui, penghapusan bea masuk tambahan merupakan syarat dari China jika AS ingin meneken kesepakatan dagang tahap satu.
Sejauh ini AS telah mengenakan bea masuk tambahan bagi senilai lebih dari US$ 500 miliar produk impor asal China, sementara Beijing membalas dengan mengenakan bea masuk tambahan bagi produk impor asal AS senilai kurang lebih US$ 110 miliar.
Di sisi lain, China juga melunak terhadap AS. Kementerian Keuangan China mengumumkan bahwa Beijing akan menghapuskan bea masuk bagi sebagian kedelai dan daging babi yang diimpor dari AS, seperti dikutip dari CNBC International.
Sebelumnya pada Juli 2018, China membebankan bea masuk sebesar 25% terhadap kedelai dan daging babi asal AS sebagai balasan dari langkah AS yang membebankan bea masuk tambahan terhadap produk-produk asal Negeri Panda. Kala itu, AS membebankan bea masuk tambahan dengan dasar bahwa China telah mencuri dan memaksa perusahaan-perusahaan asal AS untuk mentransfer kekayaan intelektual yang dimilikinya ke perusahaan-perusahaan asal China.
Perkembangan tersebut lantas melengkapi sentimen positif terkait negosiasi dagang kedua negara. Sebelumnya, pemberitaan dari Bloomberg menyebutkan bahwa AS dan China kini telah mendekati penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu. Pemberitaan dari Bloomberg tersebut mengutip sumber-sumber yang mengetahui jalannya negosiasi dagang AS-China.
Sumber-sumber tersebut mengatakan bahwa AS dan China telah semakin dekat untuk menyepakati nilai barang yang akan dibebaskan dari pengenaan bea masuk tambahan.
Untuk diketahui, sebelumnya pelaku pasar sempat begitu khawatir bahwa kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China tak akan bisa diteken dalam waktu dekat. Hal ini terjadi seiring dengan dukungan yang diberikan oleh AS terhadap demonstrasi yang terjadi di Hong Kong.
Belum lama ini, Trump resmi menandatangani dua RUU terkait demonstrasi di Hong Kong yang pada intinya memberikan dukungan bagi para demonstran di sana.
RUU pertama akan memberikan mandat bagi Kementerian Luar Negeri AS untuk melakukan penilaian terkait dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Hong Kong dalam mengatur wilayahnya sendiri. Jika China terlalu banyak mengintervensi Hong Kong sehingga membuat kekuasaan untuk mengatur wilayahnya sendiri menjadi lemah, status spesial yang kini diberikan oleh AS terhadap Hong Kong di bidang perdagangan bisa dicabut.
Sebagai informasi, status spesial yang dimaksud membebaskan Hong Kong dari bea masuk yang dibebankan oleh AS terhadap produk-produk impor asal China. RUU pertama tersebut juga membuka kemungkinan dikenakannya sanksi terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong.
Sementara itu, RUU kedua akan melarang penjualan dari perlengkapan yang selama ini digunakan pihak kepolisian Hong Kong dalam menghadapi demonstran, gas air mata dan peluru karet misalnya.
China pun pada akhirnya geram dengan tindakan AS tersebut. China resmi menjatuhkan sanksi ke AS dengan membatalkan kunjungan kapal perang AS dan memberi sanksi kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM/NGO) asal negeri Paman Sam.
"Sebagai respons dari kelakuan yang tidak berdasar dari AS, pemerintah China telah memutuskan tidak memberi izin pada kapal perang AS untuk berlabuh di Hong Kong," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hau Chunying, dikutip dari AFP.
Bahkan, Global Times selaku media yang dimiliki oleh Partai Komunis China memberitakan bahwa Beijing akan segera mempublikasikan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan asal AS, seperti dilansir dari Bloomberg. Global Times melaporkan bahwa pembahasan terkait dengan kebijakan tersebut dipercepat guna merespons dukungan yang diberikan oleh AS terhadap demonstrasi di Hong Kong.
Kini, perkembangan positif terkait negosiasi dagang AS-China membuat pelaku pasar kembali optimistis bahwa kesepakatan dagang tahap satu masih bisa segera diteken.
Lebih lanjut, sentimen positif bagi bursa saham Asia juga datang dari rilis data ekonomi AS yang menggembirakan. Pada hari Jumat (6/12/2019), penciptaan lapangan kerja di luar sektor pertanian periode November 2019 diumumkan sebanyak 266.000, jauh di atas konsensus yang sebanyak 181.000, seperti dilansir dari Forex Factory.
Seiring dengan pesatnya penciptaan lapangan kerja, tingkat pengangguran bisa ditekan turun ke level 3,5%, dari sebelumnya 3,6%.
Saham-saham konsumer masih berkontribusi dalam mendongkrak kinerja IHSG. Per akhir sesi dua, indeks sektor barang konsumsi menguat 0,3%, menjadikannya sektor dengan kontribusi positif terbesar ketiga bagi IHSG.
Saham-saham konsumer yang diburu pelaku pasar pada perdagangan hari ini di antaranya: PT Tunas Baru Lampung Tbk/TBLA ( 4,57%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM ( 1,99%), PT Delta Djakarta Tbk/DLTA ( 1,52%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP ( 0,96%), dan PT Multi Bintang Indonesia Tbk/MLBI ( 0,79%).
Saham-saham konsumer diburu pelaku pasar seiring dengan kehadiran sentimen positif yakni rilis angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).
Pada hari Kamis (5/12/2019), Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa IKK periode November 2019 berada di level 124,2, jauh meningkat dibandingkan IKK periode Oktober 2019 yang sebesar 118,4. IKK pada bulan lalu merupakan yang tertinggi dalam empat bulan.
Melejitnya optimisme konsumen pada bulan November disebabkan oleh kenaikan kedua komponen pembentuknya, yaitu Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK).
IKE pada bulan November tercatat sebesar 109,3, naik dari posisi bulan sebelumnya yang sebesar 104,8. Sementara itu, IEK pada bulan November tercatat sebesar 139,1, naik dari posisi bulan sebelumnya yang sebesar 132.
Naiknya IKK secara signifikan memberi sinyal bahwa masyarakat Indonesia akan secara signifikan meningkatkan konsumsinya menjelang libur hari raya Natal dan Tahun Baru.
Untuk diketahui, sebelumnya terdapat kekhawatiran yang besar bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia sedang berada di level yang sangat rendah. Hal ini tercermin dari rendahnya angka inflasi.
Pada awal bulan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa sepanjang bulan November terjadi inflasi sebesar 0,14% secara bulanan (month-on-month), sementara inflasi secara tahunan (year-on-year) tercatat di level 3%.
Inflasi pada bulan November berada di bawah konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia. Median dari 12 ekonom yang ikut berpartisipasi dalam pembentukan konsensus memproyeksikan tingkat inflasi secara bulanan di level 0,2%, sementara inflasi secara tahunan diperkirakan berada di angka 3,065%.
Lantas, lagi-lagi inflasi Indonesia berada di bawah ekspektasi. Sebelumnya pada bulan Oktober, BPS mencatat bahwa terjadi inflasi sebesar 0,02% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 3,13%.
Inflasi pada bulan Oktober berada di posisi yang lebih rendah ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan adanya inflasi sebesar 0,12% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan diperkirakan sebesar 3,23%.
Lebih lanjut, indikasi bahwa konsumsi masyarakat Indonesia sedang berada di bawah tekanan juga ditunjukkan oleh publikasi data penjualan ritel oleh BI. Sepanjang September 2019, penjualan barang-barang ritel tercatat hanya tumbuh tipis sebesar 0,7% secara tahunan.
Capaian tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya (September 2018) kala penjualan barang-barang ritel mampu tumbuh hingga 4,8% secara tahunan.
Sebagai catatan, sudah sedari bulan Mei pertumbuhan penjualan barang-barang ritel tak bisa mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan pada bulan Juni, penjualan barang-barang ritel terkontraksi 1,8% secara tahunan. Pada Juni 2018, diketahui ada pertumbuhan sebesar 2,3% YoY.
Kini, rilis angka IKK yang menggembirakan sukses memantik aksi beli atas saham-saham konsumer. Pada perdagangan hari Jumat, indeks sektor barang konsumsi telah menguat sebesar 0,96%.
Untuk diketahui, jika dihitung sejak akhir tahun 2018 hingga penutupan perdagangan hari Kamis, indeks sektor barang konsumsi sudah ambruk sebesar 20,77%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Besok AS-China Deal! IHSG Nyaman di Zona Hijau
