Rombak Direksi Garuda, Akankah Ignasius Jonan Masuk?

tahir saleh, CNBC Indonesia
09 December 2019 07:40
Rombak Direksi Garuda, Akankah Ignasius Jonan Masuk?
Foto: Mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan (dok ESDM)
Jakarta, CNBC Indonesia- Menteri BUMN Erick Thohir dinilai perlu merombak total seluruh jajaran direksi maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Perombakan ini penting agar Garuda menjadi perusahaan yang sehat secara bisnis dan mampu memperbaiki kinerja keuangan perseroan.

Dengan memperbaiki bisnis dan kinerja, Garuda diharapkan bisa melayani penerbangan domestik-internasional dengan baik.


"Jika jajaran direksi Garuda tidak dirombak, saya pesimistis bisnis dan pelayanan penerbangan Garuda akan menjadi lebih baik. Orang-orang lama ini kantak mampu mengatasi keuangan dan sudah mengenal bisnis Garuda sejak lama," kata Ferdy Hasiman, peneliti Alpha Research Database Indonesia, dalam pernyataan resminya, di Jakarta, dikutip Senin (9/12/2019).

"Sulit mengharapkan kinerja Garuda yang bersih, jika direksinya masih memiliki bisnis sampingan, seperti yang terjadi dengan kasus penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton ilegal," tegasnya.

Menurut dia, dirut Garuda ke depan harus orang jujur dan memiliki visi bisnis penerbangan yang baik. "Dirut Garuda harus memiliki ketulusan bekerja dan mampu membenahi keuangan Garuda Indonesia. Dirut yang tidak bermain-main dengan bisnis sampingan dan lupa tugas pokok membenahi keuangan dan pelayanan Garuda," katanya.

Pada pekan lalu, Erick Thohir sudah memutuskan untuk memberhentikan empat anggota dewan direksi Garuda Indonesia yang terlibat dalam skandal penyelundupan moge Harley Davidson dan sepeda Brompton yang ditaksir merugikan negara sebesar Rp 1,5 miliar.

Skandal tersebut melibatkan Direktur Utama Garuda I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara. Dalam penerbangan pengiriman pesawat Airbus pesanan Garuda tersebut ada tiga direksi maskapai BUMN itu yang tercatat dalam manifes.

Mereka adalah Iwan Joeniarto yang menjabat Direktur Teknik dan Layanan Garuda, Mohammad Iqbal yang menjabat sebagai Direktur Kargo dan Pengembangan Usaha, dan Heri Akhyar yang merupakan Direktur Human Capital.

Nama Jonan
"Saya mendukung nama Ignasius Jonan [mantan Menteri ESDM] yang sudah beredar di media untuk mengisi posisi posisi Direktur Utama Garuda. Jonan memiliki pengalaman dan kinerja apik di PT Kereta Api dan menjadikan Kereta Api menjadi moda transportasi terbaik," kata Ferdi.

"Jonan juga pernah menjabat menteri perhubungan dan menteri ESDM. Di kedua kementerian itu, Jonan termasuk salah satu menteri periode pertama Jokowi yang sukses dan memiliki banyak gebrakan baik di perhubungan maupun di ESDM," tegasnya.


Dia menilai meskipun dirasa turun kelas, untuk menyelamatkan keuangan Garuda, pihaknya berharap Jonan bersedia menahkodai Garuda agar menjadi perusahaan penerbangan yang bersih.

"Sulit bagi Garuda menjadi maskapai penerbangan terbaik dan memiliki kinerja keuangan baik, jika Direksinya memiliki bisnis sampingan untuk memperkaya diri. Kasus penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton ilegal di pesawat baru milik Garuda yang melibatkan Direktur Utama Garuda Indonesia, Ari Ashkara adalah kecelakaan besar," tegasnya.

"Ari Ashkara ini sebelumnya terlibat dalam rekayasa laporan keuangan atau manipulasi akuntansi yang menyebabkan pemegang saham dan investor merugi. 
Ironisnya, menteri BUMN waktu itu, Rini Soemarno tak mencopot Ari dari posisi Direktur utama."

"Padahal, manipulasi akuntansi adalah kejahatan korporasi paling besar. Jika dicopot pada saat melakukan rekayasa keuangan, tidak akan terjadi kejahatan penyelundupan seperti terjadi sekarang," jelas Ferdi.

[Gambas:Video CNBC]

Lebih lanjut Ferdi menegaskan kasus penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton illegal hanya satu kasus yang melibatkan direktur utama Garuda. Jika diinvestigasi serius, ada potensi banyak kasus sejenis yang melibatkan petinggi Garuda.

"Direktur Utama sebelumnya, Emirsyah Satar juga kan memiliki kasus sejenis. Emirsyah diduga menerima suap terkait pengadaan pesawat Airbus SAS dan mesin pesawat Rolls-Royce untuk Garuda Indonesia. Praktek-praktek seperti itu saya kira sudah sering terjadi di internal Garuda, karena sebelumnya jarang dilakukan audit dan tidak transparan," terangnya.

"Menteri BUMN, Erick Thohir saya kira perlu membentuk team melakukan audit terhadap praktek-praktek bisnis atau cara-cara yang lazim terjadi dalam bisnis Garuda. Praktek-praktek bisnis itu seperti charter pesawat dan sistem sewa atau rental (leasing) pesawat ke leasor yang dilakukan Garuda selama ini. Kan Garuda ini banyak rental pesawat. Si tukang rentalnya untung, Garudanya tiarap," imbuhnya.

Per tahun 2018, misalnya, kata Ferdi, dari total 202 unit pesawat, yang dimiliki Garuda hanya 22 unti pesawat dan sisanya sebesar 180 unit pesawat adalah rental, ke perusahaan-perusahaan leasing (pembiayan) pesawat. Biaya charter pesawat Garuda yang mencapai Rp 15,2 triliun atau 33,57 % dari total beban operasional penerbangan pun perlu dijelaskan ke publik.

Sementara untuk biaya sewa pesawat tak kalah besar. Dia meriset, tahun 2018, Garuda membayar sewa pesawat dari Export Development Canada sebesar Rp 733 miliar (unit pesawat tidak diinformasikan dalam laporan keuangan 2018), membayar sewa pesawat dari Mitsuis Leasing Capital sebesar Rp 3,3 miliar untuk 46 unit pesawat dan IBJ Verena Finance Rp 7 miliar untuk 50 unit pesawat.


"Masih banyak lagi perusahaan-perusahaan leasing lain yang harus dibayarkan Garuda setiap tahun. Total biaya leasing pesawat tahun 2018 sebesar Rp 1.04 triliun," ungkapnya.

Sebagai risiko tak memiliki direktur yang visioner dan memiliki perhatian khusus terhadap perusahaan, Garuda terus ditimpa kerugian.

Sejak tahun 2014, Garuda mengalami kerugian besar. Tahun 2014 mengalami kerugian sebesar Rp 5,1 triliun, tahun 2017 merugi sebesar Rp 2,2 triliun dan tahun 2018 sebesar Rp 2,78 triliun.

Sementara beban operasional penerbangan sangat besar, tahun 2017 sebesar Rp 34,6 triliun dan 2018 meningkat sebesar Rp 38 triliun.

Kerugian ini memang dipompa oleh biaya operasional penerbangan Garuda termasuk pembelian avtur, pembelian perangkat lunak dan keras pesat pesawat. Tahun 2018, biaya bahan bakar, termasuk avtur (43,57%) sebesar Rp 19 triliun dan biaya sewa.

Risiko kinerja keuangan dan manajemen yang buruk membuat harga tiket menjadi naik. Untuk kategori Asia Tenggara, kata Ferdi, Garuda termasuk maskapai penerbangan paling mahal. "Bisa saja Garuda melakukan kartel tiket, tingga bekerjasama dengan maskapai lain untuk menaikan harga. Kenaikan tiket pesawat berdampak buruk terhadap perekonomaian."

"Sektor pariwisata adalah bagian yang paling berdampak dari mahalnya harga tiket. Padahal, pemerintahan Jokowi sedang gencar mendorong pembangunan pariwisita, termasuk mendesain 10 destinasi pariwisata untuk menambah devisa negara. Tanpa melakukan lompatan besar, kinerja keuangan Garuda Indonesia tidak akan pernah berubah. Pergantian direktur utama Garuda menjadi kunci perubahan," katanya.
Mengacu laporan keuangan, kinerja Garuda Indonesia mulai membaik. Perseroan kembali mencetak laba bersih di 9 bulan pertama 2019 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018.

Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan perseroan, hingga kuartal III-2019 Garuda mengantongi laba bersih senilai US$ 122,42 juta atau setara Rp 1,71 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$). Pada periode yang sama tahun lalu, maskapai milik pemerintah ini rugi hingga US$ 114,08 juta atau Rp 1,59 triliun. 

Laba perseroan ditopang oleh kenaikan total pendapatan usaha 9,9% menjadi US$ 3,54 miliar, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$ 3,21 miliar atau Rp 49,58 triliun.

Peningkatan pendapatan tersebut terutama ditopang pendapatan dari penerbangan berjadwal senilai US$ 2,79 miliar, tumbuh 8,8% secara yoy dari US$ 2,56 miliar. Sedangkan pendapatan tidak berjadwal turun dari US$ 254,75 juta menjadi US$ 249,92 juta.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular