Walau Emas Dunia Loyo, Emas Antam Tetap Perkasa

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 December 2019 17:49
Harga emas Antam masih bisa menguat ditengah-tengah situasi yang tak menguntungkan.
Foto: Ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Emas Antam menjadi salah satu instrumen investasi yang sangat seksi bagi masyarakat Indonesia di sepanjang tahun ini.

Berdasarkan harga Logam Mulia di gerai Butik Emas LM - Pulo Gadung yang kami peroleh dari situs logammulia milik Antam, harga tiap gram emas per akhir tahun 2018 berada di level Rp 667.000. Seiring berjalannya waktu, harga terus merangkak naik hingga mencapai titik tertingginya di level Rp 775.000 pada tanggal 4 dan 5 September 2019.


Jika dihitung, sejak akhir 2018 hingga tanggal 4 & 5 September harga emas Antam sudah memberikan keuntungan hingga 16,2%.

Selepas menyentuh titik tertingginya di level Rp 775.000 pada tanggal 4 dan 5 September 2019, harga emas Antam kemudian bergerak turun. Namun, pada pekan ini setidaknya harga emas Antam bisa mencetak apresiasi.

Sepanjang pekan ini, harga emas Antam menguat sebesar 0,94%. Per penutupan perdagangan kemarin (6/12/2019), satu gram emas Antam dihargai di level Rp 751.000/gram.

Walau Emas Dunia Loyo, Emas Antam Tetap PerkasaxxxxFoto: Harga Emas AntamĀ (logammulia.com)


Harga emas Antam masih bisa menguat di tengah-tengah situasi yang tak menguntungkan. Situasi yang tak menguntungkan tersebut pertama-tama datang dari terkoreksinya harga emas dunia.

Melansir data Refinitiv, harga emas di pasar spot dunia jatuh 0,3% pada pekan ini, dari level US$ 1.463,9/troy ons menjadi US$ 1.459,51/troy ons.

Harga emas dunia melemah seiring dengan membuncahnya minat pelaku pasar di seluruh dunia untuk memburu instrumen yang berisiko seperti saham. Alhasil, emas selaku safe haven menjadi ditinggalkan.


Sebagai informasi, pada pekan ini Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia menguat hingga 2,91%. menjadikannya indeks saham dengan kinerja terbaik di kawasan regional.

Membuncahnya minat pelaku pasar untuk memburu instrumen yang berisiko seperti saham datang seiring dengan kehadiran perkembangan positif terkait negosiasi dagang AS-China.

Sebelumnya, pelaku pasar sempat begitu khawatir bahwa kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China tak akan bisa diteken dalam waktu dekat. Hal ini terjadi seiring dengan dukungan yang diberikan oleh AS terhadap demonstrasi yang terjadi di Hong Kong.

Pada pekan lalu, Trump resmi menandatangani dua RUU terkait demonstrasi di Hong Kong yang pada intinya memberikan dukungan bagi para demonstran di sana.

RUU pertama akan memberikan mandat bagi Kementerian Luar Negeri AS untuk melakukan penilaian terkait dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Hong Kong dalam mengatur wilayahnya sendiri. Jika China terlalu banyak mengintervensi Hong Kong sehingga membuat kekuasaan untuk mengatur wilayahnya sendiri menjadi lemah, status spesial yang kini diberikan oleh AS terhadap Hong Kong di bidang perdagangan bisa dicabut.

Sebagai informasi, status spesial yang dimaksud membebaskan Hong Kong dari bea masuk yang dibebankan oleh AS terhadap produk-produk impor asal China. RUU pertama tersebut juga membuka kemungkinan dikenakannya sanksi terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong.

Sementara itu, RUU kedua akan melarang penjualan dari perlengkapan yang selama ini digunakan pihak kepolisian Hong Kong dalam menghadapi demonstran, gas air mata dan peluru karet misalnya.

China pun pada akhirnya geram dengan tindakan AS tersebut. China resmi menjatuhkan sanksi ke AS dengan membatalkan kunjungan kapal perang AS dan memberi sanksi kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM/NGO) asal negeri Paman Sam.

"Sebagai respons dari kelakuan yang tidak berdasar dari AS, pemerintah China telah memutuskan tidak memberi izin pada kapal perang AS untuk berlabuh di Hong Kong," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hau Chunying, dikutip dari AFP.

Bahkan, Global Times selaku media yang dimiliki oleh Partai Komunis China memberitakan bahwa Beijing akan segera mempublikasikan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan asal AS, seperti dilansir dari Bloomberg. Global Times melaporkan bahwa pembahasan terkait dengan kebijakan tersebut dipercepat guna merespons dukungan yang diberikan oleh AS terhadap demonstrasi di Hong Kong.

Namun kemudian, sepanjang pekan lalu hadir juga berbagai perkembangan positif yang membuat pelaku pasar kembali optimistis bahwa kesepakatan dagang tahap satu AS-China tetap bisa segera bisa diteken.

Pemberitaan dari Bloomberg menyebutkan bahwa AS dan China kini telah mendekati penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu. Pemberitaan dari Bloomberg tersebut mengutip sumber-sumber yang mengetahui jalannya negosiasi dagang AS-China.

Sumber-sumber tersebut mengatakan bahwa AS dan China telah semakin dekat untuk menyepakati nilai barang yang akan dibebaskan dari pengenaan bea masuk tambahan.

Seperti yang diketahui, penghapusan bea masuk tambahan merupakan syarat dari China jika AS ingin meneken kesepakatan dagang tahap satu.

Sejauh ini AS telah mengenakan bea masuk tambahan bagi senilai lebih dari US$ 500 miliar produk impor asal China, sementara Beijing membalas dengan mengenakan bea masuk tambahan bagi produk impor asal AS senilai kurang lebih US$ 110 miliar.

Hal tersebut kemudian seakan dikonfirmasi oleh Presiden AS Donald Trump. Presiden AS ke-45 tersebut mengatakan bahwa sesuatu bisa terjadi terkait dengan bea masuk tambahan yang dibebankan Washington terhadap produk impor asal China.

Di sisi lain, China juga melunak terhadap AS. Kementerian Keuangan China mengumumkan bahwa Beijing akan menghapuskan bea masuk bagi sebagian kedelai dan daging babi yang diimpor dari AS, seperti dikutip dari CNBC International.

Sebelumnya pada Juli 2018, China membebankan bea masuk sebesar 25% terhadap kedelai dan daging babi asal AS sebagai balasan dari langkah AS yang membebankan bea masuk tambahan terhadap produk-produk asal Negeri Panda. Kala itu, AS membebankan bea masuk tambahan dengan dasar bahwa China telah mencuri dan memaksa perusahaan-perusahaan asal AS untuk mentransfer kekayaan intelektual yang dimilikinya ke perusahaan-perusahaan asal China.

Selain berhasil menguat di tengah-tengah membuncahnya optimisme pelaku pasar untuk memburu instrumen berisiko seperti saham, harga emas Antam juga berhasil menepis sentimen negatif yang datang dari apresiasi rupiah.

Sepanjang pekan ini, rupiah menguat 0,46% melawan dolar AS di pasar spot, dari level Rp 14.100/dolar AS ke level Rp 14.035/dolar AS. Apresiasi rupiah yang sebesar 0,46% tersebut merupakan yang terbaik ketiga jika dibandingkan dengan mata uang lain di kawasan Asia.

Ketika rupiah menguat, apalagi dengan besaran yang cukup signifikan seperti pada pekan ini, seharusnya harga emas Antam akan terkoreksi. Namun sekali lagi, bukan itu yang kita dapati pada pekan ini.

Patut dicurigai bahwa koreksi yang terus saja terjadi selepas harga emas Antam mencapai titik tertingginya di level Rp 775.000 pada tanggal 4 dan 5 September menjadi faktor yang membuat pelaku pasar kini mulai berhasrat mengoleksinya, terlepas dari kondisi yang sebenarnya tak menguntungkan untuk melakukan aksi beli.

[Gambas:Video CNBC]



TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank) Next Article Harga Emas Tertatih untuk Bangkit

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular