Perang Dagang Berkobar, Tapi Rupiah Masih Kebal

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 December 2019 18:14
Perang Dagang Berkobar, Tapi Rupiah Masih Kebal
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah berakhir stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (4/12/2019) di saat isu perang dagang sedang membara.

Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,05% ke Rp 14.105/US$. Selepas itu Mata Uang Garuda terus mengalami pelemahan hingga 0,18% ke Rp 14.125/US$. Titik tersebut merupakan level terlemah hari ini.

Selepas tengah hari, Mata Uang Garuda perlahan memangkas pelemahan. Kurang lebih 30 menit sebelum perdagangan dalam negeri ditutup, rupiah terus mendesak dolar AS hingga berakhir stagnan di level Rp 14.100/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.



Mata uang utama Asia bergerak variatif pada hari ini. Hingga pukul 16:50 WIB, peso Filipina menjadi mata uang terbaik setelah menguat 0,2%. Rupee India dan yuan China melengkapi tiga besar dengan menguat 0,16% dan 0,04%.

Sementara itu, won Korea Selatan menjadi mata uang terburuk setelah melemah 0,3%. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning pada hari ini.

Presiden AS, Donald Trump, dalam dua hari terakhir melontarkan pernyataan yang membuat sentimen pelaku pasar memburuk. Dampaknya aset-aset berisiko berguguran, dan aset aman (safe haven) seperti mata uang yen Jepang dan emas terus menguat.

Rupiah sebagai aset negara emerging market juga dianggap sebagai aset berisiko, sesuai dengan imbal hasil tinggi yang diberikan.

Selasa kemarin, Presiden Trump dalam sebuah wawancara saat menghadiri pertemuan NATO di London menyatakan sebaiknya kesepakatan dagang dengan China dilakukan setelah Pemilihan Umum (Pemilu) AS 2020.

"Dalam beberapa hal, saya menyukai gagasan menunda kesepakatan dengan China sampai Pemilu selesai, tapi mereka ingin membuat kesepakatan sekarang dan kita akan melihat apakah kesepakatan itu akan benar terjadi," kata Trump, sebagaimana dilansir CNBC International.



Pemilu AS akan dilangsungkan November 2020. Jika benar Trump menunda kesepakatan tersebut, perekonomian global berisiko kembali melambat. Apalagi Pemerintah Washington masih berencana menaikkan bea masuk importasi barang dari China. Sehari sebelumnya, Presiden AS ke-45 ini mengobarkan perang dagang dengan Brasil dan Argentina.

"Brasil dan Argentina telah melakukan devaluasi besar-besaran terhadap mata uang mereka, dan hal itu tidak bagus untuk petani kita. Oleh karena itu, efektif secepatnya, saya akan menerapkan lagi bea masuk semua baja dan aluminum yang masuk ke AS dari dua negara tersebut," kata Trump melalui akun Twitternya, sebagaimana dilansir CNBC International.

Belum cukup sampai di sana, Washington juga berencana menaikkan bea masuk importasi produk dari Prancis. Tidak tanggung-tanggung, bea masuk tersebut bisa mencapai 100% dengan total nilai produk US$ 2,4 miliar.



Banyaknya sentimen negatif tersebut membuat rupiah tertekan sejak awal perdagangan. Namun rupiah juga mendapat keuntungan dari indeks dolar AS yang juga sedang merosot.

Sejak awal pekan, indeks dolar yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam terus mengalami penurunan. Dalam dua hari terakhir, total indeks dolar melemah 0,55% ke 97,73, menjadi yang terlemah sejak 5 November lalu.

Pergerakan rupiah hari ini mirip dengan Selasa kemarin yang memukul balik dolar menjelang akhir perdagangan. Selain indeks dolar yang sedang melemah, Bank Indonesia (BI) terindikasi turun tangan menjaga rupiah. Hal tersebut terlihat dari penguatan kurs Domesitic Non-Deliverable Market (DNDF) satu jam sebelum penutupan perdagangan hari ini.


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular